Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Buat Apa Jadi Orang Baik Kalau Bisa Sedikit Bajingan?

Aprilia Kumala oleh Aprilia Kumala
16 Februari 2019
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Rasa-rasanya, sah-sah saja untuk kita mulai menyayangi diri sendiri dengan bersikap sedikit bajingan dan tak melulu jadi orang baik.

Selepas diselingkuhi dalam hubungan yang saya pikir bakal sampai tahap pernikahan, saya mendapat pesan singkat yang cukup menohok. Orang yang sudah merusak hari-hari saya tersebut dengan tegas berkata bahwa ini bukan kesalahannya saja.

“Walaupun orang-orang bilang kamu adalah korban, kamu orang yang baik, blablabla, aku yakin kamu pasti pernah melakukan kesalahan di masa lalu dan ini karma untukmu. Ini hukuman yang pantas.”

Bangsat, batin saya diam-diam. Tentu saja saya tidak menuliskan kata itu sebagai balasan—walaupun rasanya ingin sekali—saya malah membalasnya dengan kata-kata sok bijaksana yang membosankan, hanya untuk diakhiri dengan ungkapan “Good luck”.

Seorang teman pernah berkata pada saya, tak semua orang di dunia ini bisa disikapi dengan baik hati dan prasangka positif. Kelemahan saya—mungkin juga kamu—adalah menganggap semua manusia baik hati, sampai-sampai rasanya tak perlu mencurigai mereka untuk alasan apa pun. Lagi, kata teman saya, tak ada salahnya menganggap semua orang adalah bajingan sampai kita benar-benar yakin bahwa ia adalah kebalikannya.

“Lagian,” katanya, “kalau definisi jadi orang baik adalah orang yang tidak pernah keberatan terhadap sesuatu, tidak pernah menolak sesuatu, melakukan apa pun untuk orang lain, kurasa itu bukan baik—itu bodoh.”

Jadi orang baik toh tidak baik-baik amat untuk hidup—demikian, lagi-lagi, kata teman saya yang sudah kepalang gemas. Segala kata-kata positif dan menyenangkan di buku motivasi mungkin saja benar, tapi kehidupan toh bukan teori—ia praktik nyata yang harus dihadapi, bukan dianalisis dalam bentuk esai.

Kesalahan terbesar dari sikap ‘jadi orang baik’ sebenarnya hanya satu: berharap mendapat kebaikan yang sama. Membangun mimpi-mimpinya sendiri di kepala. Membayangkan kebahagiaan mutlak yang ‘seharusnya’ tercapai. Padahal, kita semua tahu: expectation kills you.

Pertama, bukankah kalau kamu melakukan banyak hal untuk orang lain, kamu juga berharap dia akan melakukan hal yang sama? Nyatanya, hey, hidup bukan bentuk sederhana dari acara tukar kado di mana kita bisa saling memberi dan menerima hadiah dengan nominal serupa.

Film Keluarga Cemara yang rilis awal tahun ini menawarkan buktinya. Euis, yang diperankan dengan apik oleh Adhisty Zara, mati-matian berusaha bertemu dengan teman-teman lamanya yang dulu punya grup dance bersama. Film ini memang tidak menceritakan detail perjalanan Euis, tapi kita semua tahu bahwa ia tak mendapat izin dari Abah untuk pergi ke kota dan bertemu teman-temannya—yang tentu saja merupakan kekhawatiran besar bagi gadis manapun.

Tapi tebak, apa yang ia temukan di balik pintu? Seragam dance yang sudah berubah warna dan—tentu saja—seorang anggota baru dalam grup untuk menggantikan posisi Euis. Mereka menari dengan bahagia, bahkan tanpa perlu repot-repot menyadari air mukanya berubah.

Euis merindukan teman-temannya dan rela melakukan apa pun untuk mereka, tapi ia tak punya jaminan serupa untuk diperlakukan dengan sama. Padahal, ia bisa saja bersikap sedikit bajingan dengan langsung melupakan kebersamaan mereka, tepat setelah mereka berpisah.

Kedua, bersikap terlalu baik hati bisa berbahaya—kamu tak akan pernah tahu apakah seseorang sedang memanfaatkanmu atau tidak.

Mengulang kata-kata teman saya, tak ada salahnya menganggap semua orang adalah bajingan sampai kita benar-benar yakin bahwa ia adalah kebalikannya.

Iklan

Kisah cinta di episode Movi “Sebelum Hari H” menjadi bentuk ‘baik hati’ yang levelnya mencapai sendi-sendi perasaan. Sejoli yang berboncengan, bicara soal pernikahan, bahkan mengenang masa-masa berpacaran itu nyatanya tak akan bersanding di pelaminan. Tokoh perempuan itu justru akan menikah dengan orang lain, dan kebetulan membutuhkan bantuan mantan kekasihnya untuk mempersiapkan pernikahannya.

Kebaikan mantan kekasih adalah hal yang lain, tapi perihal kemungkinan ia dimanfaatkan? Itu hanya bisa dijawab oleh si perempuan.

Ketiga, kesibukan menjadi orang baik justru kadang membuat kita lupa bersikap baik pada diri sendiri.

Saya rasa ini banyak terjadi dalam lingkaran pertemanan: kita terbiasa ‘membela’ seorang teman demi dirinya tak dibenci pihak-pihak tertentu. Saya pernah menemani seorang teman saat SMP untuk pergi ke suatu tempat, tapi kami pulang terlalu malam. Ayah saya mengomel dan mempertanyakan kenapa teman saya senekat itu mengajak pergi terlalu lama, sementara saya bersikeras bahwa segalanya terjadi karena kerelaan saya—bukan salah teman saya sama sekali.

Padahal, saya tahu bahwa saya punya alergi dingin (udara malam dingin sekali, by the way) dan harus rela menghabiskan tiga hari ke depan dengan bentol-bentol merah di sekujur badan. Sial.

Menjadi orang baik tidaklah salah—ia justru menjadi tujuan hidup yang harusnya dipikirkan oleh semua orang brengsek di dunia. Tapi sayangnya, orang-orang yang dianggap baik ini tak sepenuhnya akan mendapat kebaikan yang serupa. Mereka kadang menjadi terlalu lemah untuk berdiri sendiri dan lebih suka berharap pada orang-orang terdekat.

Yang menyebalkan dari orang-orang yang disebut baik ini adalah: kadang mereka bersikap terlalu naif. Harapan-harapan mereka sebenarnya logis, tapi keyakinan prinsip ‘seharusnya A, seharusnya B’ yang ada di kepala mereka justru bisa merusak segalanya.

Sepertinya, mereka cuma ketakutan akan harapan yang ada di kepala. Pada titik ini, tidak ada orang lain yang bisa menolong, kecuali diri mereka sendiri.

Mungkin, mereka—atau kita semua—sah-sah saja untuk mulai menyayangi diri sendiri dengan bersikap sedikit bajingan. Toh, semua orang punya jatah bajingannya masing-masing, kan?

Terakhir diperbarui pada 12 Agustus 2021 oleh

Tags: Adhisty ZarabajinganBanujadi orang baikkeluarga cemaraSebelum Hari H
Aprilia Kumala

Aprilia Kumala

Penulis lepas. Pemain tebak-tebakan. Tinggal di Cilegon, jiwa Banyumasan.

Artikel Terkait

Langkah Semarang turunkan angka stunting. MOJOK.CO
Liputan

Rahasia Sukses Semarang untuk Menggenjot Masalah Stunting hingga Jadi Peringkat ke-2 Terendah di Jawa Tengah

28 Oktober 2025
Film Tukar Takdir Nggak Sekadar Adegan Mesra Nicholas Saputra dan Adhisty Zara dalam Mobil! Mojok.co
Pojokan

Film Tukar Takdir Nggak Sekadar Adegan Mesra Nicholas Saputra dan Adhisty Zara!

8 Oktober 2025
Program Keluarga Cemara di Kota Semarang disambut baik ibu hamil dan ibu balita MOJOK.CO
Kilas

Layanan Kesehatan Gratis untuk Ibu-Anak di Kota Semarang, Ibu Hamil dan Ibu Balita Auto Senang

20 September 2025
Pemkot Semarang cegah stunting. MOJOK.CO
Kilas

Mengenal “Keluarga Cemara” Kota Semarang, Inovasi Tuntaskan Stunting

11 September 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.