MOJOK.COÂ – Panggilan ‘Kak’ yang lebih netral secara gender memang perlu dimasyarakatkan biar orang-orang nggak pada sensi dan tersinggung. Panggilan macam ini juga aman dari orang-orang yang nggak suka dipanggil ‘Ibu’ atau ‘Bapak’ padahal mereka belum menikah.
Teman saya punya nama yang begitu maskulin, Bramanti, padahal orangnya nggak ada tomboy-tomboynya sama sekali. Dengan namanya ini dia biasa dipanggil ‘Bram’ yang sebenarnya kedengeran kayak nama om-om di sinetron RCTI.
Suatu hari teman saya ini mengeluh karena orang-orang suka salah panggil ‘Mas’ bahkan ‘Pak’. Hal ini terjadi berulang kali baik di dunia nyata atau pun di media sosial. Akhirnya dengan penuh keyakinan, Bram mengganti username Instagramnya jadi @mbakbram demi mengurangi rasa sebalnya.
Setelah itu saya menyadari betapa ngaruhnya sapaan berdasar gender. Mas, mbak, pak, bu, sampai om, tante kerap salah tempat hanya gara-gara nama orang yang disapa punya stigma gender. Belum lagi di Twitter, saya pernah menyaksikan seorang netizen protes karena disapa ‘Mas’ cuma karena foto profilnya seorang idol K-POP.
Jauh sebelum normalisasi panggilan “Kak”, panggilan “Gan” sering dipakai buat transaksi online di Kaskus. Lalu setelah jual beli kosmetik dan baju-baju lucu semakin populer, olshop-olshop punya nama tandingan yaitu “Sis” yang padahal lawannya adalah “Bro”.
Hal ini pernah membingungkan karena admin olshop sebenarnya nggak tahu dengan siapa mereka bertransaksi. Kadang foto di akun media sosial pembeli cuma gambar pemandangan.
Saya juga sempat mengalaminya saat bekerja paruh waktu jadi admin olshop. Total lima ponsel admin saya pegang dan ratusan pertanyaan pembeli saya balas setiap harinya. Rasanya mustahil buat sekadar ngecek apakah orang yang sedang tanya barang itu cowok atau cewek. Masalahnya olshop tempat saya bekerja, jualan hape yang segmentasinya nggak kenal gender.
Saya pun selalu pakai panggilan “Kak” kalau belum tahu persis siapa orangnya. Sebuah trik aman demi menjaga mood pembeli.
Pada awalnya panggilan “Kak” sering dipraktikkan oleh SPG di mal dan departement store. Mereka terhitung cari aman karena nggak ingin salah paham dengan penampilan. Terkadang ada juga cewek yang kalau dilihat sekilas kayak ibu-ibu. Tapi begitu dipanggil “Bu” bakal tersinggung. Inilah kenapa saya juga nggak suka ke bank, mau anak SMA pun kadang dipanggil “Bu” demi SOP kesopansantunan.
Panggilan “Kak” makin dilanggengkan ketika orang-orang menyadari bahwa panggilan ini netral sekaligus aman. Di toko-toko, gerai, bahkan saat pesan ojol, hampir semua pakai “Kak”. Kecuali kalau panggil presiden Kak Jokowi ya mungkin kepala kalian bakal di-poles Paspampres.
Nah, saya sebenarnya mendukung banget panggilan “Kak” buat dimasyarakatkan segera. Panggilan ini mencegah ketidakstabilan mood akibat salah panggil. Secara gender adil, secara usia juga terhormat. Sudah saatnya menteri sosial membuat seminar-seminar terkait panggilan yang cocok untuk menyapa orang demi pemberdayaan sosial. Ini serius.
Orang Indonesia patut bersyukur karena negara kita punya panggilan yang bisa sentral ini. Coba bahasa Inggris, selalu pakai “Ma’am” atau “Sir” kalau ketemu orang yang belum mereka kenal. Makanya, coba mulai sekarang panggil saya “Kak”. Hihihi
BACA JUGA 5 Adegan Goblok di Film Horor yang Bikin Penonton Berisik Saking Geregetannya atau artikel AJENG RIZKA lainnya.