MOJOK.CO – Nempelin foto buat kampanye kok di hand sanitizer, nggak wuks. Nih, beberapa saran buat Ibu Bupati Klaten Sri Mulyani tentang ruang-ruang yang paling tepat buat ditempelin foto.
Benar belaka apa kata Ang Rijal Amin dalam tulisannya bahwa saat ini, tak ada yang lebih tabah dari Sri Mulyani. Potongan sajak “Tak ada yang lebih tabah dari bulan Juni”-nya Sapardi itu sekarang menjadi sangat relevan kalau mau direvisi.
Saking tabahnya, bukan tak mungkin Sri Mulyani kelak bakal menggantikan kata tabah itu sendiri. Kelak, Sri Mulyani akan banyak diucapkan satu tarikan napas dengan kata tawakal. “Hidup ini penuh dengan cobaan, tugas kita adalah agar menjadi manusia yang Sri Mulyani dan tawakal.”
Tentu saja Sri Mulyani yang kita bahas di sini adalah Sri Mulyani yang bupati Klaten, bukan Sri Mulyani yang menteri keuangan, bukan Sri Mulyani yang petani kubis di lereng Sindoro, bukan Sri Mulyani yang bank plecit kampung di Pracimantoro, bukan Sri Mulyani pemimpin majlis pengajian ibu-ibu musala Al-Hidayah Jatiasih, dan bukan pula Sri Mulyani-Sri Mulyani yang lainnya.
Sosok Sri Mulyani tak butuh waktu lama untuk meroket menjadi obyek perbincangan luas, hal ini semata karena laku kampanyenya yang dianggap terlalu berlebihan. Ia terlalu banyak memasang nama dan wajahnya dalam berbagai ruang. Dari mulai masker, karangan bunga, sembako, sampai yang terbaru dan paling bikin heboh, hand sanitizer.
Pihak Bawaslu Jateng sudah menyatakan bahwa model kampanye yang dilakukan oleh Bupati Klaten tersebut sudah berada di titik yang tidak etis.
Netizen pun kemudian meresponnya dengan jenaka. Banyak yang kemudian bikin meme-meme ejekan terhadap Bupati Klaten dengan membikin editan terhadap benda apa saja yang kemudian ditambahi foto Sri Mulyani. Dari mulai layer opening film di bioskop, buku Iqra, bokong truk, wallpaper hape, pintu Alfamart, kacamata, dan media-media tak lazim lainnya.
Tagar #BupatiKlatenMemalukan langsung menjadi trending di Twitter.
Nah, sebagai sosok lelaki yang agak kurang tega dengan berbagai meme ejekan yang dialamatkan kepada Sri Mulyani, saya merasa harus ikut sumbang saran kepada dirinya agar ia bisa tahu mana saja ruang yang layak dan efektif untuk menampilkan foto dirinya.
Walau saya bukan orang Klaten, tapi setidaknya, saya punya semacam kesamaan nama dengan beliau. Sama-sama pakai Mul. Saya Mulyadi, dia Mulyani. Anggaplah ini bentuk sumbangsih nyata saya pada kemajuan komunitas “Mul-Mul Sedunia”.
Cermin
Ini ruang pertama yang saya sangat sarankan kepada Sri Mulyani untuk ditempeli fotonya. Tak ada salahnya bagi dia untuk membikin program kampanye pembagian cermin yang “disusupi” fotonya lengkap dengan seragam kebanggaannya itu.
Kenapa cermin? Tentu saja ada alasan filosofisnya. Bahwa seseorang selalu punya kecenderungan untuk memperhatikan penampilan diri sendiri, dan melihat cermin adalah cara terbaik untuk melakukannya.
Orang yang melihat cermin akan senantiasa mengecek apakah padu-padan sandangnya sudah modis dan setil, apakah sisiran rambutnya sudah cukup mandarin, apakah mukanya sudah cukup berseri, dan apakah-apakah lainnya. Intinya, memastikan bahwa penampilan dirinya tidak norak-norak amat.
Nah, di posisi inilah foto Sri Mulyani hadir. Foto Ibu Bupati di bagian tepi atas bisa meningkatkan kepercayaan diri siapa saja yang melihatnya. Ia tak akan mempermasalahkan kalau ternyata potongan rambutnya agak berantakan, busananya kurang flamboyan, atau pupur di wajahnya kurang tebal. Ia tetap pede. Sebab, ia sadar, senorak apa pun penampilannya, masih lebih norak gaya kampanye calon bupati yang fotonya tertempel di cermin di depannya.
“Ah, norak nggak papa, yang penting nggak senorak Ibu Bupati.”
Tentu saja itu bagus. Tak ada pemimpin yang lebih luar biasa ketimbang pemimpin yang bisa membuat rakyatnya senantiasa optimis dan percaya diri.
Bungkus nasi kucing
Klaten, tak bisa tidak, merupakan episentrum warung nasi kucing atau angkringan. Bayat, salah satu daerah di Klaten bahkan dikenal oleh banyak orang sebagai “importir” angkringan. Banyak warung-warung angkringan yang tersebar di seantero daerah di sekitar Klaten seperti Jogja dan Solo merupakan buah karya orang-orang Bayat.
Nah, Ibu Bupati harus bisa memanfaatkan ini. Nasi kucing sebagai sebuah produk sekaligus agen budaya harus disusupi foto Ibu Bupati melalui bungkusnya. Akan sangat bagus jika orang-orang melihat wajah Sri Mulyani dalam setiap bungkusan nasi kucing.
Orang-orang akan senantiasa ingat dengan Ibu Bupati. Lha gimana nggak, tiap lihat nasi kucing, ingat Ibu Bupati. Mau makan nasi kering tempe, ingat Ibu Bupati. Makan nasi sambel, ingat Ibu Bupati. Makan sate usus, ingat Ibu Bupati. Minum Jahe susu, ingat Ibu Bupati. Bahkan, sekadar lihat terpal, ingat Ibu Bupati.
Akan sangat indah rasanya ketika seorang pemimpin diingat olah rakyatnya karena makanan khas rakyat itu sendiri.
Yah, walau kemudian kita semua tahu, setiap bungkus nasi kucing akan selalu berakhir di tempat sampah.
Korek api
Tak ada benda kecil yang punya tingkat mobilitas yang lebih tinggi ketimbang korek api. Ia menjadi benda yang hampir selalu dibawa oleh para perokok. Lebih jauh lagi, ia menjadi benda yang kerap dipinjam dan sesekali dimaling oleh perokok lainnya.
Sri Mulyani harus jeli melihat peluang ini. Dengan menempelkan wajahnya di korek, maka wajah tersebut akan dilihat orang banyak orang. Bukan hanya oleh si pemilik korek, tapi juga kawan-kawan pemilik korek.
Ini langkah yang strategis dan juga taktis. Semuanya saling berpadu. Api koreknya membakar rokok, gambar koreknya membakar amarah.
Tembok WC umum
Salah satu ruang kosong yang jarang diperhitungkan orang adalah tembok WC umum seperti WC musala atau WC SPBU, padahal tembok ini pastilah dilihat oleh banyak orang. Lebih dari itu, ruang tersebut kerap dipandangi dengan durasi yang cukup lama.
Nah, jika Sri Mulyani bisa memanfaatkan ruang ini, maka pastilah kampanye yang ia lakukan akan jauh lebih efektif. Selama ini ruang tersebut hanya dikuasai oleh stiker sedot WC atau stiker imbauan untuk mengguyur toilet. Sudah saatnya Sri Mulyani mengambil alih.
Banyak orang merenung saat mereka berak sambil menatap tembok kosong di depan mereka. Mereka memikirkan banyak hal filosofis sembari mengupayakan gerak dubur yang ritmis dan harmonis dalam usaha mengeluarkan tahi mereka dari dermaganya. Berusaha mencucup mutiara hikmah yang bisa mereka ambil selama mereka berak. Mereka seakan ingin mendapatkan sesuatu setelah sebelumnya membuang sesuatu.
Maka, betapa luar biasanya jika orang-orang yang sedang berak itu menunaikan hajatnya sembari menatap lekat-lekat foto Ibu Bupati sembari memikirkan apa saja yang ia perbuat untuk rakyatnya. Tentu ini sebuah kenikmatan tersendiri bagi rakyat.
Bukan tak mungkin, kelak orang-orang sengaja antre di toilet bukan untuk berak, tapi sengaja agar bisa menatap lekat-lekat wajah bupatinya.
Indah betul. Rakyat bisa menemukan pemimpinnya, bahkan di ruang-ruang yang paling privat dan paling sentimentil.