Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Kelihatannya Memang Bukan Lagi Corona yang Saya Takuti Saat Ini

Agus Mulyadi oleh Agus Mulyadi
10 Agustus 2020
A A
corona
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Dulu saya pernah begitu takut pada corona, namun tampaknya kini semuanya berubah.

Saya tak pernah menyangka bahwa saya, pada suatu masa, bisa menjalani laku kedisiplinan hidup yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Lebih dari dua bulan, dari akhir Maret, sampai akhir Juni, saya dan istri saya benar-benar nyaris menghabiskan seluruh waktu di rumah saja.

Kami benar-benar takut setengah mampus pada virus corona. Virus yang digadang-gadang, dan memang terbukti, mampu membunuh banyak orang dan bisa menular dengan sangat mudahnya itu.

Saat itu, kedisiplinan jenis itu memang merupakan kedisiplinan yang juga ditempuh oleh banyak orang. Warga di kampung tempat saya tinggal me-lockdown secara mandiri kampungnya dan benar-benar menolak warga pendatang. Salah satu putra tetangga saya yang datang dari luar kota bahkan sampai benar-benar diusir oleh warga dan diminta untuk tinggal di hotel.

Dari tujuh hari selama seminggu, hanya dua hari yang saya habiskan tidak di rumah. Itu pun karena saya harus kerja di kantor tak jauh dari rumah saya. Itu pun hanya beberapa jam. Itu pun dengan sistem shift dan satu meja hanya boleh untuk dua pekerja. Itu pun kemudian diliburkan hanya karena salah seorang karyawan sempat membeli terigu di salah toko yang disinyalir pemiliknya sempat digosipkan tertular corona.

Saya bahkan punya potensi untuk kembali menjadi gondes seperti di masa lalu karena saya sama sekali tak berani untuk pergi potong rambut.

Di rumah, saya nyaris tak pernah menerima tamu orang yang tak saya kenal. Saya tak salat jumat di Masjid. Saya rajin mencuci tangan saya. Segala usaha yang disarankan oleh pemerintah dan lembaga-lembaga kompeten lainnya selalu saya usahakan agar bisa saya lakukan.

Saat lebaran, saya tak mudik ke Magelang, tentu saja.

Kedisiplinan tersebut tentu saya lakukan semata agar pandemi corona segera berakhir. Dengan begitu, saya bisa kembali beraktivitas seperti biasa. Kembali menonton film di bioskop seminggu sekali, kembali menonton konser, kembali nongkrong di kedai kopi langganan saya, dan kembali-kembali yang lainnya.

Namun pada kenyataannya, apa yang saya harapkan ternyata tak terjadi. Pandemi masih terus ada dan bahkan semakin parah. Jumlah pasien positif corona bertambah semakin banyak. Jumlah korban meninggal pun demikian.

Pemerintah yang saya harapkan mampu tampil menjadi ujung tombak penanggulangan corona pada kenyataannya tak bisa diandalkan. Tentu saja itu bukan salah pemerintah. Itu murni salah saya yang berekspektasi terlalu tinggi kepada Pemerintah.

Saya benar-benar bodoh karena mempunyai pengharapan tinggi kepada pihak yang bahkan ketika negara lain sudah waspada pada corona mereka justru sedang merencanakan memberikan subsidi pariwisata agar orang-orang kembali piknik.

Saya benar-benar bodoh karena mempunyai pengharapan tinggi pada entitas yang walaupun sudah diberitahu oleh banyak ahli kesehatan tentang tidak efektifnya rapid test namun tetap bersikeras mempertahankan tes tersebut selama beberapa waktu karena sudah kadung membelinya dalam jumlah banyak.

Saya menyerah. Kedisiplinan saya tumbang.

Iklan

Walau masih tetap bermasker, saya mulai berani bepergian dan mulai nongkrong di kafe atau kedai-kedai kopi. Saya mulai berani ke berkunjung ke banyak tempat. Saya sudah berani potong rambut. Berani berada di kerumunan. Saya bahkan mulai berani pulang ke Magelang.

Saya mulai abai pada protokol jaga jarak.

Dua minggu lalu, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, saya akhirnya menonton kembali pertunjukkan live music band rock di sebuah bar yang dulu setiap minggu saya kunjungi.

Sepanjang perjalanan menuju bar itu, saya menyaksikan betapa orang-orang makan bergerombol bersama kawan-kawannya di warung-warung tenda. Mereka tertawa. Ngobrol seperti tak pernah ada makhluk bernama corona.

Saya pikir, mereka pasti juga sedang seperti saya. Mereka sedang menikmati masa-masa menyerah mereka.

Kini saya benar-benar sadar. Yang saya takuti bukan lagi corona. Yang saya takuti sekarang adalah saya dipergoki orang saat sedang nongkrong di luar, pas lepas masker, tanpa jaga jarak, dan kemudian dipotret lalu diupload di sosial media dan disandingkan dengan status atau twit yang pernah saya tulis tentang pentingnya memakai masker dan menjaga jarak.

Ketakutan saya kini benar-benar sudah berubah.

Terakhir diperbarui pada 11 Agustus 2020 oleh

Tags: coronatakut
Agus Mulyadi

Agus Mulyadi

Blogger, penulis partikelir, dan juragan di @akalbuku. Host di program #MojokMentok.

Artikel Terkait

Ivermectin Beneran Obat COVID-19? Jangan Mudah Percaya Pesan WhatsApp dengan Status ‘Forwarded Many Times’
Esai

Ivermectin Beneran Obat COVID-19? Jangan Mudah Percaya Pesan WhatsApp dengan Status ‘Forwarded Many Times’

11 Juni 2021
Kepala Suku

Belajar dari Masjid Aljihad

3 Mei 2021
Bukan karena Hidayah Anak Saya Lupa Rasanya ke Gereja
Esai

Bukan karena Hidayah Anak Saya Lupa Rasanya ke Gereja

4 Maret 2021
Prediksi Corona Berakhir 3 Juni Memang Lebih Mirip Ramalan Zodiak mojok.co
Kilas

Mereka yang Masih Jadi Langganan “Olok-Olokan” Setelah Satu Tahun Corona Masuk Indonesia

3 Maret 2021
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.