Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai Kolom

Perintah Jokowi Memang Sebaiknya Tidak Selalu Dituruti oleh Anak Buahnya

Agus Mulyadi oleh Agus Mulyadi
27 Agustus 2021
A A
jokowi
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Instruksi Jokowi yang tidak diikuti oleh anak buahnya adalah sinyal demokrasi yang berjalan amat baik.

Beberapa waktu yang lewat, publik dihebohkan dengan kasus mural bergambar wajah seseorang yang menyerupai Jokowi dengan tulisan “404: Not Found” pada bagian matanya di salah satu sudut tembok di wilayah Batuceper, Tangerang. Mural tersebut viral dan banyak disebarkan di media sosial.

Tak berselang lama setelah viral, pembuat mural tersebut pun kemudian sempat diburu oleh pihak kepolisian untuk dimintai keterangan walau belakangan diketahui pihak kepolisian tidak lagi menindaklanjuti kasus mural tersebut karena memang tidak ada pidananya.

Tak berselang lama setelah kasus mural Tangerang itu, mural yang serupa pun muncul. Kali ini di fly over Pasupati, Bandung.

Mural yang lagi-lagi bergambar seseorang mirip Jokowi dengan mata tertutup masker tersebut tak bertahan lama, sebab setelah banyak dipotret dan diunggah di media sosial, mural tersebut langsung dihapus oleh petugas.

Polrestabes Bandung kemudian mencoba memburu pembuat mural tersebut untuk dimintai keterangan.

“Kita tanya dulu, kalau ketangkep orangnya, kita interview, apa maksud dan tujuannya. Apakah kritik sosial atau bagaimana,” terang Kasat Reskrim Polrestabes Bandung AKBP Rudi Trihandoyo kepada Detik.

Apa yang dilakukan oleh pihak kepolisian yang memburu para pembuat mural ini tentu saja bertentangan dengan apa yang diinginkan oleh Jokowi.

Seperti diketahui, Kabareskrim Komjen Agus Andrianto menyampaikan bahwa Presiden Jokowi tidak berkenan jika polisi terlalu responsif dalam merespons kritik-kritik terhadap pemerintah yang dituangkan melalui karya seni salah satunya mural.

Dalam beberapa kesempatan, Presiden Jokowi bahkan sempat mengatakan bahwa pihaknya tidak antikritik dan memperbolehkan masyarakat memberikan kritik melalui berbagai cara.

Maka, tak berlebihan jika menyebut bahwa perburuan pelaku mural itu sebagai bentuk pembangkangan terhadapan instruksi presiden.

Di media sosial, hal tersebut pun kemudian banyak dijadikan guyonan, tentang presiden yang instruksinya makin kerap tidak didengarkan oleh para bawahannya.

Dalam kasus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) terhadap para pekerja di KPK beberapa waktu yang lalu, misalnya, presiden sempat menyatakan bahwa TWK tidak serta-merta bisa dijadikan dasar untuk memberhentikan para pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus.

Pada kenyataannya, lebih dari separuh pegawai KPK yang tidak lolos TWK itu tetap dipecat.

Iklan

Fenomena tidak didengarkannya suara presiden ini tentu saja menjadi keprihatinan tersendiri. Banyak yang kemudian menganggap bahwa Presiden Jokowi sudah tidak lagi dihargai dan dihormati sebagai pemimpin sehingga petunjuk dan instruksinya tak perlu dituruti.

Lantas, apakah Presiden Jokowi memang sudah tak seberkekuatan itu sampai omongan-omongannya kerap diabaikan oleh anak-anak buahnya?

Bisa jadi iya. Namun, sebagai warga negara yang baik, tentu saja saya dituntut untuk senantiasa berpikir positif terhadap setiap kondisi yang melibatkan unsur pemerintah.

Tidak diikutinya perintah, instruksi, atau petunjuk dari Presiden Jokowi sejatinya justru bisa diartikan sebagai sinyal demokrasi yang kelewat bagus. Bahwa suara presiden bukanlah suara mutlak. Suara presiden harus tetap bisa dielaborasi atau bahkan dibantah.

Aneka “pembangkangan” di atas menjadi contoh konkret, betapa selalu ada dialog yang mengutamakan kebenaran umum, ketertiban masyarakat, serta kebaikan bersama.

Tidak semua yang keluar dari mulut Jokowi harus diamini dan dituruti, sebab bagaimanapun, Jokowi adalah juga manusia biasa yang tak sempurna dan kadang salah namun di hatiku hanya satu, cinta untukmu, luar biasa.

Contoh sederhana saja, saat menjadi pemimpin upacara dalam peringatan Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni 2015 silam di Blitar, Jokowi sempat menyebut Blitar sebagai tempat kelahiran Bung Karno. Tentu saja pernyataan tersebut harus dikoreksi, sebab walau diucapkan oleh Jokowi, namun apa yang ia katakan itu keliru. Bung Karno itu memang dimakamkan di Blitar, namun beliau lahir di Surabaya, bukan Blitar.

Bayangkan kalau semua orang harus mengiyakan dan menuruti apa kata Jokowi, maka bakal susah itu Kementerian Pendidikan karena harus mengganti semua naskah cetakan buku paket pelajaran sejarah yang sudah beredar.

Maka, kalau dalam banyak peristiwa, pernyataan Jokowi ternyata dibantah atau tidak dituruti, justru itu harus dirayakan. Hal tersebut selayaknya diartikan sebagai bentuk kritik dan dukungan terhadap Jokowi.

Selain itu, ketika anak buah Jokowi berani membantah perintah Jokowi, itu artinya ada sistem kontrol yang sehat. Bahwa Jokowi tetaplah warga negara biasa yang harus tunduk terhadap aturan-aturan yang menyangkut ketertiban masyarakat.

Keteladanan ini dulu pernah dicontohkan oleh Gus Dur, yang dulu saat dimakzulkan dari jabatannya dan harus keluar dari istana, Gus Dur sempat-sempatnya meminta Priyo Sambadha, staf pribadinya menemui Lurah Gambir untuk mengurus surat pindah.

“Pak Lurah, mohon izin, saya ditugaskan sama Pak Presiden untuk minta surat pindah,” begitu kata Priyo saat itu.

Sang Lurah Gambir yang dimintai surat pindah itu konon sampai bergetar saat menandatangani surat tersebut karena tidak menyangka, bahwa ia sedang menandatangani surat pindah untuk seorang presiden.

Bayangkan, sekelas presiden, mau keluar dari istana pun sempat-sempatnya mengurus surat pindah.

Kelak, ketika ditanya tentang hal tersebut, Gus Dur mengatakan bahwa apa yang ia lakukan itu untuk memberikan contoh bahwa walau saat itu ia (masih) berstatus presiden, namun ia tetaplah warga negara biasa, yang tidak bisa seenaknya dan harus taat aturan.

Nah, sisi keteladanan ini pulalah yang harus dibiasakan. Presiden Jokowi harus terbiasa menerima kenyataan bahwa ia sejatinya juga hanya warga negara biasa, yang setiap omongannya tidak melulu akan disetujui, namun juga bisa dibantah.

Jokowi harus merasakan birokrasi yang rumit dan bertele-tele, sebab itu pulalah yang dirasakan oleh banyak warga negara biasa.

Jokowi harus juga sesekali merasakan memfoto-copy KTP untuk mengurus berkas tertentu walau KTP-nya sejatinya sudah elektronik, sebab itu pula yang dirasakan oleh banyak warga negara biasa.

Kalau perlu, dalam setiap kunjungan ke daerah, kalau Jokowi menginap di salah satu rumah warga, jika lebih dari 1 x 24 jam, ia harus tetap lapor kepada ketua RT setempat.

Pokoknya, Jokowi harus merasakan sensasi warga negara biasa. Dan itu bisa dimulai dengan merayakan setiap pembangkangan dan pembantahan terhadap Jokowi.

Atas dasar itulah, saya, tak bisa tidak, sangat mengapresiasi tindakan-tindakan aparat atau pejabat yang berani membantah petunjuk atau instruksi dari Jokowi.

Lagipula, Presiden Jokowi saja sering tidak menuruti omongannya sendiri, kenapa anak buahnya nggak boleh?

BACA JUGA Mendukung Langkah KPK Menggandeng Napi Koruptor dalam Program Penyuluhan Antikorupsi dan tulisan AGUS MULYADI lainnya. 

Terakhir diperbarui pada 27 Agustus 2021 oleh

Tags: jokowimuralpresidenSotar Satir
Agus Mulyadi

Agus Mulyadi

Blogger, penulis partikelir, dan juragan di @akalbuku. Host di program #MojokMentok.

Artikel Terkait

Doktor termuda di UGM, Jogja ingin jadi presiden. MOJOK.CO
Sosok

Doktor Termuda UGM Usia 25 Tahun Ingin Jadi Presiden RI, Meneruskan Sepak Terjang BJ Habibie di Bidang Eksakta

6 November 2025
Kereta Cepat Whoosh DOSA Jokowi Paling Besar Tak Termaafkan MOJOK.CO
Esai

Whoosh Adalah Proyek Kereta Cepat yang Sudah Busuk Sebelum Mulai, Jadi Dosa Besar Jokowi yang Tidak Bisa Saya Maafkan

17 Oktober 2025
Sialnya Warga Banjarsari Solo: Dekat Rumah Jokowi, tapi Jadi Langganan Banjir Gara-gara Proyek Jokowi.MOJOK.CO
Aktual

Sialnya Warga Banjarsari Solo: Dekat Rumah Jokowi, tapi Jadi Langganan Banjir Gara-gara Proyek Jokowi

7 Maret 2025
3 Rupa Nasionalisme yang Mewarnai Indonesia Hari Ini MOJOK.CO
Esai

3 Rupa Nasionalisme yang Mewarnai Indonesia Hari Ini

26 Februari 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.