MOJOK.CO – Percakapan basa-basi adalah proses sederhana yang berkesan ketika kita memperhatikan tone, bukan kalimatnya saja. Tapi, kita suka bikin semuanya jadi rumit.
Kenapa orang semakin senang memperumit sebuah kebiasaan? Apakah karena mereka sedang menjalani kehidupan yang menyedihkan? Atau cuma biar terlihat sok keren dengan bikin pusing hal-hal yang sebetulnya sederhana. Orang sering lupa, dari kesederhanaan itu, orang terkoneksi.
Percakapan basa-basi, sesuatu yang kecil, sederhana, pun dibikin rumit. Padahal, percakapan basa-basi itu membuat orang terkoneksi, mau seremeh apapun tema obrolan. Mau ngobrol dengan teman sendiri, maupun dengan orang asing yang nggak sengaja ketemu di lapak sayur ketika sama-sama sedang mau beli cabai dan bawang putih.
“Kok bawang putih sekarang mahal banget, ya Bu?”
“Iya, Mbak. Nggak tahu, nih. Padahal suami saya suka banget sambel bawang.”
“Katanya ada kartel bawang putih, lho Bu.”
“Kartel itu apa ya, Mbak. Saya jarang nonton TV. Saya udah pusing mikirin cak-cakan duit bulanan, mana sempet mikirin kartel.”
“Kartel itu semacam orang-orang jahat yang mainin harga, Bu. Makanya bawang putih bisa mahal begini.”
“Walah, baru tahu, Mbak. Makasih ya infonya.”
See, percakapan basa-basi menghasilkan sebuah output yang tak dikira. Bisa bikin seorang ibu rumah tangga yang jarang nonton TV dalat kosakata baru: kartel. Ini sebuah proses yang berkesan. Kamu tak akan pernah tahu bagaimana cara sebuah informasi baru datang menghampirimu.
Sekarang kita lihat bagaimana percakapan basa-basi dibuat rumit ketika seorang laki-laki ketemu temannya. Lihat tweet berikut:
Ketemu teman lama.
.
Temen “Sibuk apa sekarang?”
Aku “Kerja aja sih”
Temen “Kerja dimana?”
Dia menanyakan kabarku hanya untuk memastikan kalau mereka lebih sukses dariku.
Gaperlu basa-basi lagi.Aku “Kamu lebih sukses kok” ?
— Fredy H. (@FredyHariy) February 5, 2020
Percakapan basa-basi, biasanya, tidak akan lebih dari 10 menit. Memang bisa, dari percakapan basa-basi menjadi diskusi yang panjang. Namun, percakapan basa-basi biasanya terjadi di momen yang tidak terduga, di sebuah momen “antara”. Misalnya nggak sengaja ketemu teman ketika mengantre di sebuah tempat perbelanjaan.
Bukankah normal ketika kamu ketemu teman lalu bertanya: “Eh, sehat? Kerja di mana sekarang?” Mungkin karena kamu jarang ketemu dengan teman itu, pertanyaan soal pekerjaan muncul. Bukankah tinggal menjelaskan: “Nganggur, Bro. Cariin gawe, dong,” atau “Alhamdulillah, lagi ngambil S2, bulan depan kelar,” atau “Alhamdulillah, PNS. Biar jadi idaman mertua.”
Sesuatu yang sederhana dibuat ribet dengan berpikir: “Dia tanya kabar untuk memastikan mereka lebih sukses.” Halo, Mas, dimarahin Tuhan, lho, kalau gampang curiga sama orang lain yang cuma nanyak kabar.
Tahukah kamu, percakapan basa-basi atau small talk juga sebuah bentuk kesopanan? Orang yang terlibat di dalam proses komunikasi menunjukkan bentuk kesopanan dengan pertanyaan sederhana. Small talk juga menjadi sebuah cara membuka diskusi yang lebih mendalam, baik dengan yang sudah dikenal atau dengan orang asing.
Kamu membuka sebuah jendela kesempatan lewat percakapan basa-basi. Siapa tahu, dengan ketemu teman lama atau orang asing, sebuah kesempatan baru bisa kamu dapatkan. Pekerjaan baru yang sebelumnya cuma bisa kamu impikan, sampai siapa tahu, dapat jodoh.
Ada yang suka membuka percakapan dengan: “Lagi apa?” atau “Sudah makan?” Pada titik tertentu, dua pembuka itu memang menyebalkan kalau terlalu sering dipakai. Apalagi kalau sedang berusaha mendekati seseorang.
Namun, bukankah percakapan basa-basi seperti itu normal dan nggak perlu dibuat ribet. Apa mau membuka percakapan dengan sebuah pertanyaan pemantik seperti:
“Is a new theory of light and matter needed to explain what happens at very high energies and temperatures?
Pertanyaannya sengaja dibuat keminggris biar kelihata pintar padahal cuma copas dari internet. Apakah hal-hal rumit seperti itu yang perlu menjadi bahan pertimbangan percakapan basa-basi? Apakah hanya karena usia, seseorang tidak lagi menikmati small talk?
Forbes pernah menulis enam alasan small talk sangat penting. Dua alasan yang sangat menarik adalah: you have no idea where it will go dan it opens your eyes.
Kamu nggak akan tahu ke mana percakapan basa-basi akan membawamu. Contohnya sudah saya tulis di atas: percakapan basa-basi bisa saja jadi membuka jendela kesempatan. Dapat pekerjaan yang lebih baik, dapat project yang manis banget buat startup yang sedang kamu rintis, bahkan dapat jodoh.
Small talk bisa membuka matamu lewat sebuah interaksi sederhana. Forbes menulis: “…putting down your stupid smart phone long enough to have a conversation with a human being in three dimensions.”
Basa-basi bisa menarikmu dari kebiasaan menatap “your stupid smart phone” bahkan ketika nongkrong bareng. Seperti kisah ibu rumah tangga di awal tulisan, kamu bisa dapat informasi baru. Siapa tahu, informasi itu akan berguna di sepanjang hidupmu yang menyedihkan itu.
Percakapan basa-basi adalah proses sederhana yang berkesan ketika kita memperhatikan tone, bukan kalimatnya saja. Namun, kita cenderung bikin rumit sesuatu yang seharusnya sederhana. Dasar manusia, kalau bisa rumit, kenapa dibikin mudah.
BACA JUGA Mencintai Percakapan Basa-basi atau tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.