MOJOK.CO – Kapankah kita bisa menikmati anugerah alam tanpa melewati proses yang ribet? Apakah rebusan pohon bajakah bakal menjadi satu lagi obat kanker yang terlupakan?
Aysa Aurealya Maharani, Anggina Rafitri, dan Yazid Rafli Akbar diganjar medali emas kategori life science di World Invention Creativity Olympic (WICO) berkat karya ilmiah mereka. Sebuah hasil kerja yang sekali lagi membangkitkan harapan akan sebuah obat untuk menjinakkan pembunuh manusia nomor 1: kanker!
Trio ini meneliti khasiat pohon bajakah sebagai yang berpotensi menjadi obat kanker. Dasar penelitian mereka adalah kisah masa lalu, 40 tahun silam, ketika nenek dari Yazid sembuh dari kanker payudara.
Nenek dari Yazid pernah mengidap kanker payudara stadium empat selama 10. Ayah Yazid berupaya mencari obat alternatif. Ia kemudian mendapat informasi bahwa akar pohon bajakah bisa menjadi obat kanker. Ajaib, hanya setelah dua minggu mengonsumsi rebusan bajakah, sakitnya berangsur pulih. Sebulan kemudian, sel kanker hilang.
Aysa, Anggina, dan Yazid, dibantu Helita, guru Biologi sekaligus pembimbing mereka di proyek ekskul melakukan penelitian. Keempatnya menguji rebusan bajakah pada mencit, tikus kecil berwarna putih, yang disuntik sel kanker.
Tikus yang diberi rebusan bajakah berhasil bertahan hidup, bahkan berkembang biak. Sementara itu, tikus kedua yang diberi bawang dayak mati di hari ke-50. Keempatnya melakukan penelitan lanjutan di Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin.
Sekarang, pertanyaannya, apakah obat kanker dari rebusan bajakah akan bernasib serupa dengan obat kanker lainnya yang konon disembunyikan?
Tahun 1976, obat kanker dari ekstrak pohon sirsak ditemukan. Namun, perusahaan farmasi tidak mempublikasikannya. Alasannya, mereka berusaha mematenkan sintesisnya. Gagal, hingga saat ini, obat kanker dari ekstrak pohon sirsak tidak pernah diproduksi.
Penemuan obat kanker dari ekstrak pohon sirsak kali pertama kali ditulis media pada Februari 2010. Seperti dilansir Healthmad, dan dikutip Detik Health, ekstrak pohon sirsak 10.000 lebih baik dari kemoterapi dan 10.000 kali lebih kuat memperlambat pertumbuhan sel kanker.
Berbagai studi sejak 1970 menunjukkan bahwa ekstrak pohon sirsak ini mampu secara efektif melawan, menargetkan dan membunuh sel-sel kanker yang ganas. National Cancer Institute juga sudah melakukan penelitian ilmiah pada 1976. Hasilnya, batang dan daun sirsak efektif menyerang dan menghancurkan sel kanker.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Catholic University of South Korea dan diterbitkan Journal of Natural Product menyatakan bahwa satu senyawa kimia yang ditemukan dalam sirsak membunuh sel kanker usus besar serta 10.000 kali lebih berpotensi sebagai obat kemoterapi. Senyawa ini selektif memilih sel target kanker sehingga tidak merusak sel yang sehat.
Sayang, perusahaan farmasi tidak mampu mematenkan sintesisnya. Apakah masa depan manusia hanya akan ditentukan oleh perusahaan manusia? Bagaimana apabila, ekstrak sirsak dan tentu saja rebusan pohon bajakah adalah obat kanker yang kita idam-idamkan selama ini?
Tanda-tanda rebusan bajakah bakal dengan cepat menghilang dari ingatan kita sudah terlihat. Peneliti LIPI mengungkapkan sulitnya menjadikan rebusan bajakah sebagai obat alternatif.
Ahmad Fathoni, peneliti LIPI, mengungkapkan perlu serangkaian uji yang bisa berlangsung selama beberapa tahun. Untuk pengobatan kanker atau tumor perlu uji praklinis (melalui serangkaian uji hewan percobaan) dan uji klinis (pengujian ke manusia) terkait aspek keamanan dan khasiat. Tujuannya supaya grade obat tradisional (jamu) meningkat menjadi bentuk sediaan obat herbal terstandar maupun sediaan fitofarmaka.
Pengujian praklinis, kata Fathoni, dibutuhkan waktu beberapa tahun untuk meneliti sifat farmakodinamik, farmakokinetik, farmasetika, dan efek toksiknya pada hewan uji, yaitu langkah awal sebelum pengujian pada manusia sebelum digunakan sebagai obat herbal terstandar.
Sayang, ayah Yazid masih enggan memberikan akses wawancara kepada nenek Yazid. Kesaksian dari orang yang pernah sembuh dari kanker payudara dengan rebusan pohon bajakah tentu diperlukan. Selain memang, usaha menjaga kelestarian pohon bajakah juga perlu dilakukan.
Helita mengungkapkan kalau pohon ini hanya bisa tumbuh di Kalimantan Tengah dan tidak bisa dibudidayakan. Konon, pohon ini butuh unsur hara tertentu yang ada di sana. Benarkah begitu?
Proses terakui yang panjang, sulitnya mendapatkan akses kesaksian, hingga langkanya pohon bajakah membuat harapan menemukan obat kanker masih tipis. Padahal, sangat banyak manusia di luar sana yang tidak bisa melakukan kemoterapi karena mental yang jatuh dan kesulitan ekonomi.
Kapankah kita bisa menikmati anugerah alam tanpa melewati proses seribet ini?