Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Kebangkitan Kedua Didi Kempot: Karena Tak Seharusnya Orang Bersedih Sendirian

Yamadipati Seno oleh Yamadipati Seno
24 Juli 2019
A A
didi kempot MOJOK.CO
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Didi Kempot cuma satu, tapi ia berlipat ganda, masuk ke setiap hati sad boi dan sad girl Indonesia. Ini kebangkitan kedua The Godfather of the Broken-Hearted.

Aku tak sing ngalah

Trimo mundur, timbang loro ati

Tak oyako, wong kowe wis lali, ora bakal bali 

Paribasan awak, urip kari balung, lilo tak lakoni

Jebule janjimu, jebule sumpahmu, ra biso digugu

Wong salah, ora gelem ngaku salah

Sui-sui, sopo wonge sing betah

Saya kira, penggalan lirik lagu “Suket Teki” di atas sudah seperti anthem. Lagu wajib yang bakal bikin satu lapangan sing along, bikin semua yang ikut nyanyi hanyut dalam kehampaan. Sebuah kehampaan yang justru dirayakan. Dirayakan bersama-sama, karena pada titik tertentu, tidak ada yang ingin hidup ngenes sendirian.

Dan di atas panggung itu, ia mengenakan kostum panggung yang berkilau, rambut panjang dikuncir kuda, suara bariton yang bisa begitu dalam merasuk ke dalam sanubari. Laku panggungnya terlihat sederhana. Gesture tangan mengiringi lagu sendu, langkah kecil-kecil ia menyapa sad boi dan sad girl di sepanjang lapangan. Ia, Didi Kempot, mengajak kita untuk merayakan kesedihan bersama-sama.

Laku panggung Didi Kempot terlihat biasa saja. Bahkan, di beberapa kesempatan, ia hanya banyak berdiri di tengah panggung. Namun, ketika mulai masuk ke dalam alunan kendang dan seruling, tangan kanan memegang mik dekat dengan bibir, tangan kiri terangkat ke atas, mata sedikit terpejam, suara bariton mengajak kamu menjebol dinding air mata.

Fenomena sambat dan the rise of Didi Kempot

Kenapa lagu-lagu dengan lirik yang begitu sederhana bisa merasuk ke dalam hati secara paripurna? Betul, Lord Didi Kempot, The Godfather of the Broken-Hearted, memahami betul kalau nggak ada orang yang mau bersedih sendirian. Dan memang, jangan biarkan sesamamu  jatuh ke dalam air mata sendirian. Temani dia, peluk dia.

Lirik-liriknya begitu relate, dirasakan banyak orang. Bahkan, mereka dengan mental baja pun punya satu momen bersedih sendirian. Terkadang, kesedihan itu tidak bisa dicurahkan, tertahan. Antara karena orang seperti ini memang sulit membuka diri kepada sembarang orang dan kesulitan merangkai ceritanya menjadi sebuah kisah yang bisa didengarkan.

Ketika cerita sedih mereka diterjemahkan oleh lirik-lirik Didi Kempot, pertahanan air mata pun jebol. Itulah momen paling sakral bagi manusia: ketika ada orang yang bisa mendengarkan dan memahami kesusahan yang tengah menghimpit. Ada orang yang mau dan bisa mendengarkan, atau bahkan punya kisah yang sama. Betapa bahagianya ketika sambat didengarkan dan dipahami oleh teman terdekat.

Iklan

Betul, pada awalnya adalah sambat. Fenomena sambat lebih dahulu meledak di lini masa Twitter. Bermula dari Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini, lalu lahir pula Nanti Kita Sambat Tentang Hari Ini. Bahkan sampai ada hari sambat nasional, ditandai dengan tagar #SelasaSambat. Orang ramai-ramai mengumbar kesedihannya di lini masa. Ketika di-reply oleh akun lain, bahagianya begitu terasa. “Ehh kok ada yang bisa memahami aku.”

Ketika fenomena sambat sudah seperti budaya yang dirayakan secara rutin, Lord Didi Kempot seperti dilahirkan untuk kali kedua. Perlu kamu ketahui, lagu yang ditangisi bersama-sama itu sudah pernah meledak dekade yang lalu. Saking meresap ke dalam hati banyak orang, penyanyi kelahiran Surakarta 52 tahun yang lalu ini dibuatkan acara radio sendiri. Acara itu dinamai “Dikempongi”, kependekan dari Didi Kempot Wayah Wengi.

Mendapatkan momen untuk kali kedua, lagu-lagu beliau terpanggil dari masa lalu. Kebangkitan kedua ini, dilambari oleh fenomena sambat, membuat pengaruhnya sangat terasa. Meski dibawakan dengan Bahasa Jawa, lagu-lagu Lord Didi bisa diterima banyak orang. Pada dasarnya, kesedihan memang hanya punya satu bahasa, yaitu air mata.

Menangis itu sehat, mengubah sesak menjadi lega, membuat nestapa menjadi merdeka. Meski masalahmu tak selesai hanya dengan menangis bersama “Suket Teki”, paling tidak, kamu lega karena didengarkan banyak orang. Linang air mata itu, berdiri di depan panggung kesedihan, berjoget mengikuti alunan dang dan dut, campursarinan yang memabukkan, membuat kamu tak lagi merasa sendiri. Ini sebuah kemewahan.

Didi Kempot cuma satu, tapi ia berlipat ganda, masuk ke setiap hati sad boi dan sad girl Indonesia. Selama menangis belum diharamkan, Didi Kempot akan menjadi jujugan ketika pertahanan air matamu seakan hampir jebol.

Lemeske, Lur!

Terakhir diperbarui pada 24 September 2025 oleh

Tags: air matacampursaridangdutDidi Kempotsad boisambat
Yamadipati Seno

Yamadipati Seno

Redaktur Mojok. Koki di @arsenalskitchen.

Artikel Terkait

Dangdut Lawas OM Lorenza Melawan Hegemoni Dangdut Koplo MOJOK.CO
Esai

Dangdut Lawas OM Lorenza Obat Kejenuhan Dangdut Koplo: Wayahe Wong Lawas Tampil

11 Februari 2025
Penonton Dangdut Koplo, Fans NDX & Guyon Waton SDM Rendah MOJOK.CO
Esai

Penonton Dangdut Koplo dan Fans Guyon Waton & NDX Dianggap SDM Rendah, Tukang Kisruh, dan Tukang Rusak Festival

2 Juli 2024
Omong Kosong Dangdut Miskin Tema dan Kamu Perlu Tahu Karya Monumental Dangdut Ngapak MOJOK.CO
Esai

Omong Kosong Dangdut Miskin Tema dan Kamu Perlu Tahu Karya Monumental Dangdut Ngapak

25 April 2023
Video

Stasiun Balapan, Terminal Tirtonadi, dan Warisan Besar Musik Jawa.

2 Maret 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
Para penyandang disabilitas jebolan SLB punya kesempatan kerja setara sebagai karyawan Alfamart berkat Alfability Menyapa MOJOK.CO

Disabilitas Jebolan SLB Bisa Kerja Setara di Alfamart, Merasa Diterima dan Dihargai Potensinya

2 Desember 2025
Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

Transformasi Wayang dalam Sejarah Peradaban Jawa

30 November 2025
banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.