Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Pojokan

Jokowi vs Prabowo: Siapa yang Paling Mewakili Politik Genderuwo?

Yamadipati Seno oleh Yamadipati Seno
11 November 2018
A A
Jokowi, Prabowo, Politik Genderuwo MOJOK.CO
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Jokowi kembali bikin gaduh ketika memviralkan istilah politik genderuwo. Benarkah istilah keras itu merupakan serangan kepada kubu Prabowo?

Masa-masa kampanye menjelang Pilpres 2019 begitu gaduh. Jangan salah, Pilpres 2014 pun juga gaduh. Dari 2014 ke 2019, yang terjadi, semakin hari semakin gaduh. Ya pada intinya sama saja, sih. Sama-sama gaduh dan semakin tidak mengasyikkan untuk disimak. Dari stuntman ke tempe, dari sontoloyo ke politik genderuwo.

Satu pihak menyerang dengan menebar ketakutan Indonesia bubar, berita-berita bohong yang layu sebelum mekar, hingga analogi-analogi soal tempe yang norak. Satu pihak lagi, bertahan dengan tidak muncul langsung ketika meresmikan kebijakan tidak populer tetapi berdiri paling depan ketika meresmikan sesuatu “yang gratis”. Hampir tidak ada adu ide yang nikmat untuk dipelajari.

Tetapi begitulah politik. Saling serang, sampai terkadang seperti tidak punya batas. Jokowi, entah terdorong oleh sebuah motivasi yang masih kabur, membuat gaduh dengan dua istilah yang ia gunakan. Pertama adalah politikus sontoloyo dan yang kedua politik genderuwo.

Untuk satu sisi, terdengar menarik karena seperti menunjukkan keberanian dan ketegasan. Namun, di sisi lain, ketika kamu merespons sesuatu yang sebetulnya “tak perlu direspons”, kamu bisa dianggap kalah. Mengapa sampai Jokowi menggunakan ungkapan yang keras untuk merespons situasi yang dibikin oleh kubu lawan?

Hendri Satrio, pakar komunikasi politik dari Universitas Paramadina berpendapat bahwa ada dua sebab Jokowi menggunakan istilah politik genderuwo. Pertama, ia terpengaruh oleh bisikan-bisikan buzzer. Kedua, kubu Jokowi panik dan mengubah strategi bertahan dengan taktik “pertahanan terbaik adalah menyerang”.

Lantaran hanya ada dua calon, maka sangat mudah kita menyimpulkan (meski mungkin saja bisa dibilang prematur), bahwa politik genderuwo ditujukan kepada kubu Prabowo yang menebar ketakutan. Benarkah seperti itu? Bukankah dengan membuat kegaduhan, Jokowi juga sedang meng-genderuwo-kan dirinya, yaitu dengan melahirkan keresahan?

Apa sih makna yang terkandung dari kata “genderuwo” itu? Sebagai bangsa demit, makhluk mitologi, atau apa pun kamu menyebutnya, sifat-sifat genderuwo itu digunakan untuk saling menyerang jelang Pilpres 2019.

Sifat yang dapat ditemukan di dalam makna kata “genderuwo” dan “politik gendruwo” adalah ‘suka menakut-nakuti’, ‘jahil’, hingga ‘menebar keresahan’. Variasi makna inilah yang digunakan Jokowi ketika menyerang balik kubu Prabowo yang dianggap menebar ketakutan sebagai sebuah strategi di masa kampanye ini.

Buktinya? Masih ingat ketika Prabowo bilang bahwa Indonesia akan bubar pada tahun 2030? Setelah dicek, sumber informasi tersebut berasal dari sebuah buku fiksi. Saat itu, Jokowi merespons “ketakutan” yang diumbar kubu Prabowo dengan cantik. Petahana bilang bahwa pada 2030, ekonomi Indonesia akan masuk tujuh besar dunia.

Skor: Jokowi 1-0 Prabowo

Mei yang lalu, Prabowo sempat “geram” ketika TKA dari Cina konon membanjiri Indonesia. Lapangan pekerjaan seolah-olah diserobot oleh TKA ini. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan oleh Dede Yusuf, kader Partai Demokrat yang notabene anggota koalisi Prabowo, tidak ditemukan TKA Cina yang “membanjiri” Morowali. Sah, ini aksi menebar keresahan ala politik genderuwo.

Skor: Jokowi 2-0 Prabowo

Satu kejadian yang tidak mungkin tidak dimasukkan ke dalam tulisan ini adalah Ratna Sarumpaet. Atau lebih tepatnya hoaks Ratna Sarumpaet. Sebuah kejadian yang membuat kubu oposisi mendapat julukan Koalisi Prabohong. Sungguh telak dan pedas. Sah, ini aksi menebar ketakutan dan keresahan sekaligus. Ini politik genderuwo.

Iklan

Skor: Jokowi 3-0 Prabowo

Nampaknya Jokowi unggul jauh jika melihat perolehan skor. Lantas, politik genderuwo adalah Prabowo, dong? Eits, tunggu dulu. Jangan pikir petahana tidak melakukan aksi yang “meresahkan”. Mari kita simak.

Setelah calon yang berpasangan dengan Ma’ruf Amin tersebut meresmikan gratisnya Jembatan Suramadu, berbagai kritik muncul. Salah satu yang begitu telak adalah kritik dari salah satu anggota koalisi mereka sendiri. Adalah Effendi Simbolon, politikus PDIP, partai Jokowi sendiri yang melemparkan kritikan pedas.

Effendi menyindir Jokowi yang memilih menggratiskan lewat Suramadu ketimbang mengangkat 1,2 juta guru honorer menjadi PNS. Padahal, menurut Effendi, pemerintah punya dana yang dibutuhkan. Apalagi, tempo hari, Jokowi enggan menemui guru honorer yang tengah melakukan demo. Sah, ini sebuah keresahan yang belum tertangani.

Skor: Jokowi 3-1 Prabowo

Mardani Ali Sera, Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo dan Sandiaga Uno justru gembira ketika Jokowi menggunakan dua istilah yang keras. Mardani memandang bahwa dua istilah yang keras tersebut jauh dari kebiasaan petahana. Ia memandang, lantaran tidak sopan dalam budaya Jawa, citra petahana akan tergerus. Menurut Mardani, politik itu tidak boleh baper. Citra di dunia politik, adalah segalanya.

Hmm…sedikit memaksa sih, tapi boleh juga. Skor? Jokowi 3-2 Prabowo.

Suhud Alynudin, Direktur Pencapresan PKS, mengungkapkan bahwa istilah politik genderuwo justru paling cocok disematkan kepada penguasa. Suhud menyebut bahwa salah satu sifat genderuwo adalah manipulatif. Politik genderuwo penguasa misalnya dengan mengaburkan wujud asinya ketika gagal memenuhi janji kampanye. Hmm…masuk akal, sih.

Janji yang tidak ditepati artinya menebar keresahan. Untuk kali ini, perlu diakui kalau masuk akal. Sah, Prabowo menyamakan kedudukan. Skor, 3-3.

Dari pembuktian sederhana di atas terlihat bahwa masing-masing kubu sama-sama menebar ketakutan, manipulatif, dan keresahan. Jadi, ketika Jokowi menyerang dengan istilah politik genderuwo, kubu Prabowo jangan senang dulu. Demikian juga sebaliknya.

Kalian-kalian itu semua politikus genderuwo. Menebar keresahan dan ketakutan di tengah masa kampanye. Yang seharusnya rakyat disuguhi adu ide yang mencerahkan. Malahhan disuguhi panggung norak. Sontoloyo semua!

Terakhir diperbarui pada 10 November 2018 oleh

Tags: jokowiPilpres 2019politik genderuwoprabowo
Yamadipati Seno

Yamadipati Seno

Redaktur Mojok. Koki di @arsenalskitchen.

Artikel Terkait

Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO
Esai

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
kapitalisme terpimpin.MOJOK.CO
Ragam

Bahaya Laten “Kapitalisme Terpimpin” ala Prabowonomics

21 Oktober 2025
Kereta Cepat Whoosh DOSA Jokowi Paling Besar Tak Termaafkan MOJOK.CO
Esai

Whoosh Adalah Proyek Kereta Cepat yang Sudah Busuk Sebelum Mulai, Jadi Dosa Besar Jokowi yang Tidak Bisa Saya Maafkan

17 Oktober 2025
Hentikan MBG! Tiru Keputusan Sleman Pakai Duit Rakyat (Unsplash)
Pojokan

Saatnya Meniru Sleman: Mengalihkan MBG, Mengembalikan Duit Rakyat kepada Rakyat

19 September 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Para penyandang disabilitas jebolan SLB punya kesempatan kerja setara sebagai karyawan Alfamart berkat Alfability Menyapa MOJOK.CO

Disabilitas Jebolan SLB Bisa Kerja Setara di Alfamart, Merasa Diterima dan Dihargai Potensinya

2 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.