MOJOK.CO – Lembaga survei Gallup menempatkan Indonesia di posisi enam dalam daftar negara paling positif di dunia. Coba masukkan unsur Jokowi dan Prabowo, pasti langsung juara.
Januari yang lalu, Lastminute, sebuah biro perjalanan yang berbasis di Eropa menobatkan Indonesia sebagai negara paling santai di dunia. Kamu bisa baca sendiri soal pembuatan peringkat dan sampel yang digunakan lewat situsweb mereka.
Kebetulan, Beritagar sudah menyarikannya menjadi sebuah artikel. Jadi, kalau ada yang salah diterjemahkan, atau “tidak lengkap” dicantumkan, silakan salahkan Beritagar.
Nah, buat kamu yang malas membaca sebuah artikel tapi cukup puas baca judul saja, seperti kebanyakan netijen Indonesia, saya kasih parameter yang bikin Indonesia sebagai tersantai di dunia.
Beberapa parameter yang digunakan adalah polusi suara dan cahaya, suhu, jumlah hari libur, serta jumlah spa di negara yang diukur. Hasilnya, Indonesia menempati peringkat pertama. Pertingkat kedua ada tetangga kita, Australia. Peringkat ketiga sendiri diisi oleh Filipina.
Hasil penelitian Lastminute menemukan bahwa negara kita punya garis pantai yang sangat panjang, lebih dari 88 ribu kilometer. Nusantara ini pun terpilih sebagai negara dengan pantai terbaik untuk bersantai. Pun termasuk sebagai negara hijau karena punya lebih dari 186 ruang hijau. Suhu rata-rata 25 derajat, tidak panas tidak dingin, cocok sebagai tempat tinggal.
Ada satu lagi parameter yang dituliskan oleh Beritagar. Parameter yang dimaksud adalah (pemenuhan) hak-hak pribadi warga negara. Satu parameter ini tidak dijelaskan lebih lanjut. Tidak seperti ketika menjelaskan bahwa ada 88 ribu kilometer garis pantai atau ada 66 spa dan retret kesehatan yang menjadikan negara kita siap menawarkan pengalaman bersantai terbaik.
Nah, kabar baik, Mei 2019, Indonesia kembali mendapatkan “pengakuan dunia”. Kali ini, Nusantara menjadi negara Asia paling positif di dunia. World Economic Forum (WEF) yang mengabarkan hasil ini berdasarkan wawancara lembaga survei Gallup kepada 151 ribu orang dewasa di 143 negara pada tahun 2018.
Paraguay menjadi negara paling positif di dunia dengan skor 85. Sebanyak 9 dari 10 negara paling positif berasal dari Amerika Selatan. Menariknya, Indonesia menyeruak dari daftar 10 negara paling positif itu. “Satu negara di luar wilayah itu yang masuk ke daftar paling positif adalah Indonesia, yang telah muncul di posisi atas sejak tahun 2017,” tulis Gallup.
Negara yang paling tidak positif di dunia adalah Afganistan, Belarusia, Yaman, dan Turki. Deretan negara yang sedang memiliki masalah politik, militer, dan ekonomi. Tingkat positif seseorang di sebuah negara juga terkait oleh persepsi standar kehidupan, kebebasan personal, dan kehadiran jejaring sosial.
Jenis pertanyaan yang diajukan antara lain: Apa kamu merasa sudah beristirahat dengan baik kemarin? Apa kamu seharian diperlakukan dengan respek kemarin? Apa kamu tersenyum atau banyak tertawa kemarin? Apa kamu mempelajari atau melakukan hal menarik kemarin?
Ini jenis pertanyaan yang seharusnya bikin Indonesia juara. Bukankah bersantai, tiduran, atau “beristirahat” sambil bergunjing di media sosial adalah keahlian kita? Tersenyum dan tertawa? Jangan bercanda, orang kita ini diputusin atau ditolak gebetan saja jadi akun Twitter dan dikasih nama (f**k) Sambat. Melakukan sesuatu yang menarik? Ya sudah tentu, meski jadi buruh, bisa nyicil motor dan kulkas padahal penghasilan mepet UMR saja semuanya tampak baik-baik saja. Orang Indonesia itu lebih positif dari positif itu sendiri.
Ini Nusantara bakal makin juara dunia ketika memasukkan unsur politik ke dalamnya. Politikus kita itu, Puji Tuhan, semuanya diberkahi dengan sikap positif paling paripurna.
Bagaimana tidak, napi korupsi, dengan tangan terborgol, masih sempat pakai kacamata hitam dan tersenyum lebar. Napi E-KTP bisa makan nasi padang, cari angina dengan santai, sementara napi narkoba diseret dan dipukuli. Sungguh sikap positif dalam menyikapi kehidupan. Bangga betul saya dengan negara ini.
Jokowi dan Prabowo? Tentu sangat positif. Ketika real count KPU mencapai 63 persen, dengan Jokowi (55,95%) unggul atas Prabowo (44,05%), pemenang Pilpres 2019 belum bisa “ditentukan”. Kubu Prabowo masih sangat positif bahwa mereka yang menjadi juara. Deklarasi saja sudah tiga kali. Ini keyakinan yang patut dicontoh generasi muda. Kalau bisa teguh dengan pendapat sendiri, ngapain harus memikirkan pendapat orang?
Bahkan, kubu Prabowo ini pun yakin kalau terjadi kecurangan di Pilpres 2019. Sampai-sampai, barisan orang positif yang mendukung Prabowo kembali berkumpul hanya untuk memutuskan bahwa sudah terjadi kecurangan yang TSM alias Tahu Sumedang MemangEnak. Ahh, maksud saya bukan itu, tapi kalian paham lah.
Salah satu “rekomendasi” barisan orang positif pendukung Prabowo adalah Jokowi dan Ma’ruf Amin harus didiskualifikasi. Positif saja dulu, urusan benar atau nggak bukan “masalah sebenarnya”.
Jokowi juga nggak kalah positif. Konon pihak yang merasa sudah menang itu melakukan pendekatan ke dua partai yang sebelumnya mendukung Prabowo. PAN dan Partai Demokrat, bakal cabut dari barisan koalisi Prabowo dan gabung ke Jokowi. Merasa positif Pak Jokowi mau memeluk Demokrat? PDIP nggak ngambek? Bu Mega nggak mau masak nasgor lagi, lho.
Itu baru soal dua calon presiden. Gimana dengan caleg? Wah, narapidana saja masih positif bisa lolos Senayan. Ehh, bahkan ada yang sudah lolos, lho. Ada mantan napi korupsi yang lolos DPRD. Positif saja mereka, karena ingatan orang Indonesia itu kan pendek betul. Asal pandai ngomong dan punya modal, apa sih yang bisa dibuat “positif” di sini?
Terima kasih lembaga survei Gallup, sudah memasukkan negara saya ke daftar negara paling positif di dunia. Tahun depan, tolong masukkan pertanyaan soal politik. Saya jamin, Indonesia berjaya untuk 1000 tahun lagi.