MOJOK.CO – Semoga Bu Megawati, Ketua Umum PDIP sehat selalu. Saya itu takut beliau nanti bakal dimarahi sama Pak Wiranto dan MUI karena mengajak golput.
Golput ini memang ada-ada saja. Sudah dibuatin kotak dari kardus, yang konon kuat itu, sebagai bilik untuk nyoblos, malah nggak mau menggunakan suaranya. Demi Indonesia “yang lebih baik”. Sudah begitu malah menyerang orang-orang yang menyarankan, menasehati secara baik-baik untuk memilih lesser evil.
Nggak tahu apa golput itu kalau biaya bikin bilik suara dari kardus nggak murah. Perancangan desainnya juga tidak sebentar. Perlu desain yang ergonomis, presisi, dan sudah diuji di ruangan kedap suara, bahkan konon anti-air dengan dilempar ke sungai. Ya kalau ada yang rusak itu namanya tidak ada yang sempurna. Biasa itu.
Pak Wiranto itu sudah mengingatkan secara kebapakan, secara baik-baik. Pakailah hak suara kalian di Pilpres 2019. Jangan mau masuk golongan putih, nanti surat suara yang tidak terpakai bisa disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Misalnya buat bungkus pecel. Kita kan nggak bakal tahu nasib kertas suara itu bagaimana setelah masuk ke kotak suara.
Nah, yang paling bikin saya khawatir itu nasib Bu Megawati. Ini bukan bercanda, saya betul-betul gelisah. Hampir setiap malam, di tengah tidur yang tak nyenyak, saya nggak bisa ngebayangin kalau Bu Mega dimarahi sama Pak Wiranto. Lampu kamar sudah saya matikan, lilin aroma terapi saya nyalakan, tetap saja, tidur tak bisa nyenyak. Gelisah.
Yang bikin saya khawatir itu begini. Pak Wiranto yang baik itu sudah mengingatkan kalau mereka-mereka yang menyarankan untuk golput bisa dikenai pasal sebuah UU. Dulu, mereka yang mengajak golput konon bisa dikenai pasal UU Terorisme. Nah, karena terdengar sangat tidak masuk akal, pokoknya dicari-cari pasal yang ampuh. Maka, dipakailah pasal karet, ahh maaf, maksud saya pasal di UU ITE.
“Kalau UU Terorisme tidak bisa, ya, UU lain masih bisa. Ada UU ITE bisa, UU KUHP bisa. Indonesia kan negara hukum, sesuatu yang membuat tidak tertib, sesuatu yang membuat kacau, pasti ada sanksi,” tuturnya sepeti dikutip oleh Detik. Pokoknya semua harus “pokoknya”. Do you know what I’m saying? Pokoknya kenakan pasal. Kamu jangan main-main, ini semua sudah didiskusikan; mereka yang mengajak golput itu mengacau.
“Ya itu kan sudah kita diskusikan. Kalau mengajak golput itu yang namanya mengacau. Itu kan mengancam hak kewajiban orang lain. UU yang mengancam itu,” tegas Pak Menko Polhukam.
Di Indonesia ini, “senjata” untuk mensleding orang kan ada dua, yaitu pakai nasionalisme dan agama. Kalau nasionalisme tidak ampuh, tidak menggerakkan hati mereka yang tak mau memilih, ya dipakai agama untuk menekan. Misalnya ketika MUI bikin fatwa bahwa mereka yang golput itu haram. Mamam! Golput sudah sama seperti babi. Enak sih, tapi haram. Jadi, ini yang non-muslim a.k.a kafir masih boleh golput, kan? Alhamdulilah!
Ini bukan wujud kepanikan, ketika menggunakan dua senjata pamungkas untuk menekan para golongan putih. Bukan! Ini namanya strategi biar nggak kalah di Pilpres 2019. Meski mereka tahu kalau menyerang golongan putih itu sia-sia karena malah bikin niat memilih makin hilang. Tapi nggap papa, pokoknya serang saja terus. Sudah betul, kok. Sudah betul ngawurnya.
Nah, sudah diancam pakai UU ITE, ditambah fatwa haram dari MUI, rasa gelisah saya dengan nasib Bu Megawati makin menjadi-jadi. Beliau kan jadi nggak tenang ketika harus masak nasi gorengnya yang termasyhur itu.
Jadi begini, dulu sekali, lewat sebuah konferensi press yang terasa heroik, Bu Megawati pernah mendeklarasikan bahwa dirinya termasuk golput! Kurang lebih begini beliau berpidato:
“Saya menyatakan pada hari ini, hak politik saya, sebagai warga negara, tidak akan saya gunakan dalam pemilu tanggal 29 Mei!” Sebuah pidato yang menginspirasi, dan disambut gegap gempita tepuk tangan pada pendukungnya, para simpatisan yang mungkin kemudian tergabung dalam PDIP, sebuah partai yang didirikan oleh anak Bung Karno itu.
Pidato Bu Megawati di depan calon simpatisan PDIP sangat menginspirasi. Menonton video itu berulang-ulang bikin hati saya tergerak. Tergerak untuk jadi golput, ketimbang memilih Jokowi yang kini makin sering marah-marah dan Prabowo yang kalau marah malah makin lucu itu.
Pa Wiranto dan MUI tolong jangan marahi Bu Megawati dan simpatisan PDIP lainnya. Saya yakin Bu Megawati itu negarawan yang baik, yang berani merevisi omongannya. Lha gimana nggak takut dimarahi Pak Wiranto, lha wong Bu Megawati langsung meralat omongannya, kok. Beliau sudah berbaik sangka dengan bilang begini:
“Jangan golput. Golput itu pengecut, tidak punya pendirian, tidak punya harga diri, tidak usah jadi warga negara Republik Indonesia!” Benar-benar cemerlang pencerahan yang disampaikan Ketua Umum PDIP. Saat berkampanye di GOR Pandawa Solo Baru, Sukoharjo, Jawa Tengah, blio terang-terangan menyebut bahwa golongan putih itu pengecut.
Di mata saya, ini usaha beliau supaya tidak dimarahi Pak Wiranto, dijerat pakai UU ITE karena konon “jejak digital itu kejam”, dan tidak dimasukkan ke dalam golongan haram. Sudah-sudah, jangan dimarahi ramai-ramai sampai dibuatkan tagar Tenggelamkan PDIP-erjuangan.
Bu Mega sudah menjalankan marwah beliau sebagai politisi, yaitu kalau berhubungan dengan “calon”-nya ya lakukan semuanya supaya menang. Kalau nggak berhubungan dengan “jago”-nya ya peduli setan. Ini sudah benar, tidak perlu dipermasalahkan lagi. Memang, kalian ini, golongan putih, kok makin kelihatan benar dan menarik untuk diikuti ya.
Pak Wiranto, ini saya bukan mengajak lho. Saya justru terinspirasi je. Matur nuwun.