MOJOK.CO – Suramnya peluang kerja untuk sarjana filsafat membuat mereka sering diledek untuk banting setir jadi peternak lele. Setelah menelusuri bahwa bisnis ini memang menggiurkan, Mojok Institute memutuskan bikin panduan untuk memulainya.
Mojok Institute menilai, bisnis lele memang cocok jadi pilihan selepas lulus kuliah karena hasilnya lumayan: bermodal Rp600 ribu, hasilnya bisa mencapai Rp3 juta. Dengan berbisnis lele, gengsi sosial seorang sarjana filsafat juga akan naik. Dia tak akan dinilai arogan karena gengsi hanya digaji 8 juta, juga bisa berkolaborasi dengan temen-temen membuka lapangan pekerjaan.
Panduan ini sebenarnya bersifat umum, bisa dipraktikkan siapa saja, apa pun latar belakang pendidikannya. Namun, kami sengaja mendedikasikan panduan ini untuk sarjana filsafat mengingat jurusan ini terbebani sejumlah stigma. “Itu ilmu ngawang-ngawang, sama kayak Sosiologi,” misalnya. Atau “Anak Filsafat pasti ngomongin Tuhan. Tahun kedua ngomongin kedirian, eksistensi, kesendirian—yang galau-galau gitu lah. Tahun ketiga nggak ngomongin filsafat. Tahun terakhir nggak ngomongin apa-apa,” kata penyair Beni Satryo.
Dua pengakuan itu menyiratkan, ringkasnya, jadi anak Filsafat itu berat. Sudahlah ini jurusan yang tidak disukai orang tua, saat dijalani pun pikiran tak jenak karena terus memikirkan semesta (sampai akhirnya jadi tidak mikir apa-apa, sebagaimana kata Beni tadi).
Setelah lulus pun anak Filsafat dianggap tak bisa ditampung dunia kerja. Masa depan kariernya suram, terbukti dari profesi sarjana-sarjana Filsafat tak linear dengan studinya. Dian Sastro, sarjana Filsafat, jadi artis. Dea Anugrah, sarjana Filsafat, jadi vloger di Asumsi.co. A.M. Hendropriyono, anak Filsafat, jadi bos intel. Puthut EA, sarjana Filsafat, jadi distributor minyak kutus-kutus. Menurut ibu saya, yang kayak gitu artinya nggak kepake semua ilmu kuliahnya.
Puncaknya, sarjana Filsafat sering diledek untuk banting setir jadi peternak lele. Mungkin maksudnya merendahkan, tapi jangan-jangan memang patut dicoba? Jangan-jangan bisa mendatangkan kekayaan? Toh jadi bos lele ataupun jadi bos unicorn, judulnya sama-sama bos. Pendiri Sampoerna saja dulunya memulai usaha dengan mengasong rokok.
Jadi inilah dia, persembahan kami untuk sarjana Filsafat di seluruh Indonesia: Panduan memulai usaha ternak lele.
1. Siapkan kolam
Kalau mau ternak lele, tentu saja butuh kolam. Bisa bikin kolam langsung di tanah, pakai terpal, maupun pakai semen. Bikin kolam yang agak besar sekalian biar lele tidak mati karena kekurangan oksigen. Nah, setelah kolam diisi air, bibit lele jangan langsung ditebar. Tunggu beberapa hari supaya lumut dan fotoplankton terbentuk sehingga air tidak mudah keruh.
2. Bibit unggul itu penting
Jangan asal membeli bibit lele. Pilih bibit yang warnanya sedikit terang, punya ukuran yang hampir seragam, serta gerakannya terlihat gesit dan agresif saban diberi makan. Bibit unggul penting kalau kamu nggak mau bibitmu sakit-sakitan. Ketika jumlah bibit menyusut karena sakit, keuntungan tentu akan berkurang.
Nah, jika punya bibit yang ukurannya beda-beda, lebih baik jangan dimasukkan di kolam yang sama. Lele itu ikan kanibal lho. Kalau dicampur jadi satu, akan tercipta kondisi khas alam kapitalistis yang mana ikan yang besar memakan ikan yang kecil.
Setelah kurang lebih 20 hari dipelihara, lakukan sortir. Pisahkan lele yang tumbuh lebih cepat dengan mereka yang tertinggal karena kalah gesit berebut makanan. Jika tidak dipisahkan, ya itu tadi, mengutip Karl Marx, ekploitasi lele kecil oleh lele besar akan terjadi.
3. Jangan sembarangan menebar bibit
Menebar bibit ketika ternak lele butuh perhitungan waktu. Jangan tebar bibit berbarengan karena lele bisa stres dan meninggal dunia. Gunakan sebuah ember untuk menampung bibit. Masukkan lele ke badan ember selama 30 menit, kelak bibit lele akan berusaha masuk ke kolam dengan sendirinya. Selain itu, menebar bibit mesti dilakukan pagi atau malam hari ketika lele dalam keadaan sans.
4. Perhatikan warna air kolam
Untuk ternak lele, warna air kolam yang ideal adalah hijau. Warna hijau mengindikasikan di kolam tersebut lumut bisa tumbuh. Lele memang bisa hidup di air keruh kecokelat-cokelatan, namun hijaulah yang terbaik. Jangan abai memperhatikan kalau-kalau air berubah agak kemerahan. Itu tanda lele sudah dewasa dan siap panen.
5. Memberi makan
Seperti manusia, idealnya, lele makan tiga kali sehari. Kamu bisa ngasih mereka makan di pukul 7 pagi, 5 sore, dan 10 malam. Jika lele sudah mulai aktif menyembulkan kepalanya, kamu bisa memberi mereka camilan tambahan dan fasilitas streaming Netflix.
Jenis pakan untuk ternak lele yang bisa kamu pilih adalah sentrat 781-1. Ini jenis pakan yang mengandung protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Hmm… sungguh makanan yang bergizi tinggi. Ditambah kelas rutin bareng private trainer, itu lele bakal jadi binaragawan.
Sebagai catatan: jangan terlalu berlebihan memberi makan. Pakan yang mengendap dan tidak termakan bisa menimbulkan penyakit.
6. Panen dan perkiraan keuntungan ternak lele.
Setelah tiga bulan, kamu sudah bisa panen. Jangan semua lele langsung diangkat dari kolam. Sortir lele yang layak konsumsi saja. Sebagai patokan, per kilogram berisi 4-7 ekor. Lele yang layak konsumsi itu yang belum terlalu besar. Biasanya pembeli juga sudah punya kriteria sendiri sehingga kamu tinggal menyesuaikan saja.
Lalu, bagaimana dengan perkiraan keuntungan yang bisa didapat? Jika per ekor bibit dibanderol Rp100, kamu bisa beli langsung 1.000 ekor. Artinya, untuk modal bibit, kamu butuh Rp100 ribu. Untuk pakan, kira-kira butuh 50 kilogram pakan, totalnya Rp500 ribu. Total semua modal bibit dan pakan adalah Rp600 ribu.
Ketika panen, asumsikan terjadi penyusutan, yang bisa dipanen hanya 900 ekor dengan total berat 180 kilogram. Katakanlah harga jual per kilogram mencapai Rp17 ribu, yang artinya nilai penjualan sebesar Rp3.060.000. Dengan 600 ribu menghasilkan 3 juta, tentu ini bisnis yang lumayan dan sustainable ketimbang menjual koleksi A History of Western Philosophy Bertrand Russell-mu yang harganya nggak seberapa.