MOJOK.CO – Terkadang, Mikel Arteta perlu dihantam oleh kenyataan bahwa Arsenal punya masalah ejakulasi dini bernama inkonsistensi.
Mikel Arteta terlalu rumit berpikir. Kritikan itu sudah lama terdengar. Mikel Arteta terlalu menaruh kepercayaan kepada mereka yang tidak punya kesadaran untuk membayarnya kembali. Kritikan yang seperti itu juga sudah sering terdengar. Pelatih muda itu seperti asyik di dalam mimpi basah dan membiarkan Arsenal kehilangan daya.
Mikel Arteta seperti hidup dalam mimpi basah yang berulang. Pelatih muda itu terlihat terbuai dengan kenyataan bahwa yang namanya mimpi basah bukan kenyataan. Rasa nikmat yang dirasakan bukan hanya sesaat, tetapi palsu. Dia enggan bangun dan menyambut kenyataan.
Mimpi basah yang dimaksud ada dua. Pertama, adalah “kepercayaan buta” kepada pemain-pemain yang sudah lama tidak memberi kontribusi. Kedua, kepercayaannya kepada sebuah sistem yang tidak bisa dipakai untuk melawan semua tim. Ketika sistem tersebut tidak berjalan, Arsenal kehilangan daya. Seperti ejakulasi dini, nikmatnya sesaat saja.
Dua pemain yang saya maksud adalah Alexandre Lacazette dan Willian. Dua pemain senior ini sudah lama tidak memberi kontribusi. Willian hanya bermain apik di laga pembuka Liga Inggris ketika Arsenal mengalahkan Fulham. Sementara itu, saya sudah tidak ingat lagi kapan Lacazette memberi kontribusi nyata.
Beberapa pemain muda, bahkan lulusan Hall End sendiri sudah memberi kontribusi nyata untuk tim. Mulai dari Reiss Nelson, Joe Willock, hingga Folarin Balogun. Namun, Arteta seperti tidak berani mempertaruhkan kepercayaannya kepada mereka seperti yang dilakukan untuk Lacazette dan Willian.
Mikel Arteta seperti hidup dalam gelembungnya sendiri. Dia menikmati “momen gairah nan palsu” bersama Lacazette dan Willian. Dua pemain yang terlihat sangat lethargic, malas, dan tidak berdaya di momen-momen penting. Terlalu banyak membuang peluang. Sia-sia, seperti menembakkan peju ke tembok kamar mandi atau mengusapnya menggunakan gulungan tisu.
Ejakulasi dini sistem Arsenal
Salah seorang analis sepak bola di Twitter berseloroh bahwa Arsenal tampil seperti Bayern Munchen ketika mengalahkan Manchester United. Namun, ketika melawan Aston Villa, mereka seperti sekumpulan pemain amatir yang baru berkumpul satu minggu tanpa pernah berlatih bersama.
Ketika melawan United, Mikel Arteta terlihat seperti jagoan taktik. Dia bisa meredam kreativitas lini tengah United. Bahkan Arsenal terlihat dominan di beberapa segmen pertandingan. Tidak heran jika sistem yang sama digunakan ketika melawan Aston Villa. Yang tidak disadari oleh Arteta adalah sistem yang sama tidak berlaku untuk lawan yang berbeda.”
Ketika melawan United, Arsenal seperti mengalami “ejakulasi dini”. Bagus untuk sesaat saja, untuk kemudian lemas ketika masuk ronde selanjutnya. Lawan main belum orgasme, The Gunners sudah tidak kuat lanjut. Tidak ada variasi, tidak ada foreplay biar mainnya bisa tahan lama.
Kepercayaan Arteta kepada dua pemain di atas berkaitan juga dengan kegagalan sebuah sistem. Lacazette bukan seorang striker yang bisa menahan bola, turun ke lini dua untuk menjadi jembatan, atau melakukan pressing secara konstan. Dia tidak cukup punya kekuatan dan teknik untuk “mengokupansi” bek tengah lawan.
Ketika cara bermain dan pemain ini tidak lagi sesuai, Arteta tidak melakukan perubahan berarti. Dia hanya mengganti personel saja tanpa perubahan sistem. Dani Ceballos menggantikan salah satu gelandang, Eddie Nketiah gantikan Lacazette, dan Pepe untuk Willian.
Pemain berubah, tetapi cara bermain tetap sama. Sebuah pergantian yang menunjukkan bahwa Mikel Arteta, nampaknya, tidak memahami masalah Arsenal. Sudah empat jam lebih Arsenal tidak membuat gol dari open play. Jumlah gol di kandang cuma empat. Bahkan Aston Villa bisa bikin tiga gol di Emirates Stadium.
Jadi, masalah terbesar adalah di cara Arsenal memaksimalkan penguasaan bola di sepertiga akhir lapangan. Saya tidak sedang berbicara kreativitas pemain terlebih dahulu. Toh untuk apa seorang jago umpan yang tidak berdaya ketika pressing dipakai jika sistemnya tidak menunjang.
Situasinya akan sama saja dan hal ini perlu dipahami oleh fans Arsenal yang kocak betul kalau timnya kalah. Seakan-akan mengganti pemain A dengan B akan mengatasi masalah. Kalau sistemnya tidak dibenahi, seorang Pele pun tidak akan bermanfaat untuk Arsenal.
Mikel Arteta akan berada dalam sorotan sampai kemenangan dan konsistensi menjadi narasi utama Arsenal. Dia akan dihajar oleh kritikan. Namun, hal itu masih wajar karena kritik itu harus ada dalam sebuah proses. Namun, menjadi tidak wajar kalau satu atau dua kegagalan berujung tuntutan untuk mundur.
Namun, Mikel Arteta memang harus memahami satu hal penting. Selama ini, manajemen Arsenal memberikan kepercayaan penuh kepada dirinya. Sebuah kemewahan yang mungkin tidak akan dirasakan pelatih asal Spanyol itu jika melatih tim lain. Oleh sebab itu, Arteta perlu sadar untuk segera bangun dari mimpi basahnya.
Imajinasi di dalam kepalanya tidak bisa terus-menerus menghasilkan kebahagiaan. Terkadang, Arteta perlu dihantam oleh kenyataan bahwa Arsenal punya masalah ejakulasi dini bernama inkonsistensi.
BACA JUGA Menimbang Berat Janji Mikel Arteta Untuk Arsenal dan tulisan-tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.