Mengapa Ira Koesno dan Tina Talisa dipilih sebagai moderator dalam debat pertama dan kedua Pilkada Jakarta?
Dugaan saya, ini terjadi karena panitia debat sedang sakit gigi. Panitia ini ingin menyampaikan sesuatu kepada publik melalui bahasa-bahasa kode. Namun karena kebingungan menggunakan sandi rumput, juga semaphore – apalagi anak-anak jaman sekarang lebih suka ikut Mapala daripada Pramuka – akhirnya mereka memilih menggunakan kode sakit gigi.
Tentu bukan sakit gigi biasa, sebab, ia pastilah sakit gigi yang sudah berada pada level puncaknya, seumpama kanker, ia sakit gigi yang sudah stadium empat. Terlebih, di tengah suasana Pilkada Jakarta yang berkelindan dengan memanasnya situasi politik nasional, ditambah oleh kipasan berita-berita hoax yang berseliweran di media sosial yang bikin situasi jadi tambah pusing. Aduuuh, klop sudahlah rasa sakitnya.
Pertanyaan selanjutnya, dari mana mereka harus memulai kode-kode tersebut? Tentu saja dari moderator. Di mana-mana, moderator di debat kandidat pemilihan umum di televisi itu selalu mengundang perhatian. Kandidat yang berlaga pun harus tunduk pada perintah moderator, apalagi penonton. Mau tepuk tangan dulu aja harus diatur.
Nah, apa hubungannya Ira Koesno, Tina Talisa, dan sakit gigi?
Saya kasih tahu dulu meski mungkin sudah banyak yang tahu. Mbak Ira itu jurnalis senior. Dalam perjalanan kariernya, salah satu yang melambungkan kariernya itu insiden cabut gigi. Bukan, bukan karena giginya dicabut. Tapi karena ada narasumbernya yang pakai istilah cabut gigi waktu ia wawancarai.
Momen itu terjadi tanggal 17 Mei 1998. Di hari minggu siang yang cerah, saat itu Ira mewawancarai pengamat politik Sarwono Kusumaatmadja. Topiknya tentang resafel kabinet. Belum berselang lama wawancara dimulai, Sarwono bilang seperti berikut:
“Kayaknya saya ini kan gak boleh terus terang, jadi harus pakai bahasa sandi. Kita pakai analogi gigi, reshuffle itu tambal gigi. Sedangkan kita ini perlu cabut gigi, supaya gigi baru bisa tumbuh. Jadi reformasi itu hanya bisa dilakukan kalau kita mengambil tindakan moral, mencabut gigi itu.”
Saya perhatikan betul wajah mbak Ira habis Sarwono bilang begitu. Agak gugup, senyum, tapi itu jelas senyum yang wagu dan sangat dipaksakan. Ia berusaha mengalihkan pembicaraan, sayang narasumbernya tetap ngotot. Mbak Ira mungkin sudah sadar bahwa baru saja narasumbernya ngomong sesuatu yang bisa membahayakan nyawanya, bahkan bisa membuat SCTV diberedel. Dan itu memang menjadi salah satu momen penting dan historis ketika melihat peran televisi dalam reformasi 1998.
Beberapa pihak menyebut “cabut gigi” ini sebagai kode intelijen untuk menjatuhkan Soeharto. Maka gemparlah studio SCTV. Konon ada tiga menteri yang menelpon redaksi SCTV mempertanyakan wawancara tersebut. Untung saja empat hari kemudian Mbah Harto lengser, kalau tidak, mungkin kita akan melihat SCTV diberedel selamanya dan serial FTV tidak akan bisa semasif seperti sekarang.
Di debat pertama pemilihan gubernur Jakarta, senyum Mbak Ira sudah jauh berubah, bukan dipaksakan lagi seperti ketika insiden cabut gigi. Dan kita tetap bisa menyaksikan senyumnya yang memenuhi beranda media sosial. Melebihi perdebatan para kandidat yang jadi angin lalu. Debat kandidat adalah fana, senyum Mbak Ira Abadi.
Nah, Sampai di sini, pesan si panitia debat tersampaikan. Tapi masak sakit gigi cuma selesai ketika gigi sudah dicabut? Tentu tidak. Gigi dicabut itu baru separuh penderitaan. Bahkan di awal tidak terlalu terasa sakit. Rasa sakit dan ngganjel baru muncul beberapa saat kemudian. Apalagi ketika waktunya makan, dokter gigi saya pernah bilang bahwa saya tidak boleh makan makanan manis selama seminggu. Aduh.
Butuh peran dokter gigi buat memastikan cabut gigi berjalan lancar, dan juga setelah itu gigi kita tetap baik-baik saja. Saya kira pesan itu yang hendak disampaikan panitia debat. Buktinya, Tina Talisa dipilih sebagai moderator di debat kedua. Bagi yang belum tahu, Mbak Tina ini selain presenter juga merupakan dokter gigi, ia lulusan kedokteran gigi Unpad.
Dugaan saya selanjutnya, meme-meme tentang bu dokter gigi Tina bakal memenuhi media sosial esok hari. Jadi buat para kandidat gubernur yang pasti bakal terabaikan, saya cuma bisa bilang: tahan, harap bersabar, ini ujian…
Jadi sudah paham kan kenapa Mbak Ira dan Mbak Tina dipilih sebagai moderator?
Eh, tapi kan belum lengkap karena masih ada debat ketiga. Nah di debat ketiga ini saya usul moderatornya Mbak Via Vallen saja. Dibanding penyanyi lainnya, saya kira ia bakal meng-cover lagu Lebih Baik Sakit Gigi ciptaan Meggy Z dengan lebih baik. Setidaknya bisa mengajak pendengarnya buat goyang dan lupa cenat-cenut giginya. Sebab di hadapan dangdut koplo, sakit gigi tak ubahnya seperti reman-remah rengginang.
Daripada sakit hati, lebih baik sakit gigi ini, biar tak mengapa ~ Gimana? dikoploin kan?