Namanya asam belanda, orang Jawa menyebutnya asem londo. Nama ilmiahnya Pithecellobium dulce. Ia buah yang punya nama hasil dari mispersepsi orang jawa. Namanya asem atau asam, tapi rasanya blas tidak ada asam-asamnya, malahan manis seperti permen.
Dinamakan asem londo kemungkinan karena bentuknya mirip asem jowo atau asam jawa (Tamarindus indica), buah yang konsisten dari segi nama, dan rasanya. Penamaan asem londo ini sesuai dengan fisik daging buahnya yang berwarna putih, warna yang zaman dulu bagi orang Jawa (yang berkulit cokelat) identik dengan warna kulit orang Belanda.
Berbeda dengan asem jowo yang banyak digunakan sebagai penambah rasa asam dalam makanan, misalnya pada sayur asam atau kadang-kadang kuah pempek, si asem londo ini justru jarang digunakan sebagai perasa. Rasanya kan manis, dan untuk perasa manis sudah ada gula. Sungguh, untuk perkara yang satu ini, “jowo” agaknya memang lebih superior ketimbang “londo”.
Nah, karena fungsi dalam perkara makanan terlalu minim, fungsi asem londo yang mungkin bisa dikulik adalah fungsinya sebagai bahan pengobatan. Seperti diketahui, daun asem londo punya manfaat sebagai penyembuh luka luar dan mengobati infeksi.
Asem londo juga banyak digunakan sebagai pohon bonsai. Konon, menurut banyak pencinta bonsai, pohon asem londo ini bagus dijadikan bonsai karena penampilan batangnya yang terkesan tua dan daunnya yang bisa mengecil dengan kompak. Selain itu, perawatannya juga tidak terlalu rewel. Maklum, namanya juga Belanda. Kalau rewel, Amerika namanya.
Asem londo ini punya daun yang banyak dan rimbun, tak heran jika ia banyak ditanam orang sebagai peneduh jalan. Dan mungkin, karena daunnya yang rimbun ini pula, pohon asem londo kerap dianggap sebagai pohon yang wingit lagi angker dan kerap menjadi tempat nongkrong bagi kuntilanak dan genderuwo. Hal yang sebetulnya bagus bagi proses akulturasi. Kapan lagi kan demit Jawa bisa bebas dan aktif nongkrong di pohon Belanda?