Episode Putcast kali ini kedatangan Bambang Paningron, seorang budayawan sekaligus pendiri Festival Asiatri. Festival ini merupakan ajang seni tari lintas negara yang mempertemukan seniman dari lebih dari tiga puluh negara di Asia, Eropa, dan kawasan lainnya.
Dalam obrolan hangat bersama Kepala Suku Mojok, Bambang Paningron membahas berbagai sisi dunia seni pertunjukan Indonesia. Ia menyinggung mitos dan legitimasi kekuasaan, perubahan bentuk teater rakyat, serta perjuangan tari kontemporer yang terus hidup di tengah keterbatasan ruang dan minimnya dukungan negara.
Bambang Paningron juga menyoroti ekosistem seni di Yogyakarta dan Solo. Dua poros kebudayaan Jawa ini memiliki karakter berbeda, namun tetap saling terhubung erat. Menurutnya, kekuasaan kultural yang melekat di institusi tradisional seperti keraton berperan ganda. Di satu sisi menjadi sumber nilai dan inspirasi, di sisi lain bisa membatasi kebebasan berekspresi.
Karena itu, ia menekankan pentingnya ruang dialog antara tradisi dan kontemporer. Hanya dengan cara itu seni bisa terus hidup dan beradaptasi dengan zaman.
Selain membahas ekosistem seni, Bambang juga menyoroti kondisi seniman hari ini. Di tengah hiruk-pikuk industri hiburan, banyak pelaku seni masih berjuang menjaga keikhlasan dan pengabdian. Bagi Bambang, menjadi seniman berarti memilih jalan sunyi—jalan yang memberi makna kehidupan.
Lewat kisah dan pemikirannya, kita diajak memahami bahwa tari bukan sekadar gerak tubuh yang indah. Tari adalah cara bangsa ini berpikir dan berdialog dengan sejarah. Episode Putcast ini menjadi cermin bahwa tubuh, tradisi, dan pikiran saling terhubung dalam perjalanan seni pertunjukan. Tari bukan hanya gerak, tapi juga bentuk perlawanan dan kesadaran.







