Di Jabodetabek, sudah jadi kebiasaan setiap mini market selalu ada tukang parkir yang legal maupun ilegal. Biasanya yang legal ada lambang dinas di rompinya dan juga ada karcis. Sedangkan yang ilegal hanya bermodalkan rompi tanpa lambang dinas dan tidak menggunakan karcis.
Mereka selalu ada di setiap keramaian dan warung-warung makan. Tugas mereka sederhana hanya menjaga dan merapikan motor kita dengan imbalan tergantung karcis. Atau biasanya dengan uang sebesar 2000 rupiah dengan durasi waktu lamanya kita parkir.
Namun, tidak dengan melihat kultur tukang parkir yang ada di Jabodetabek. Mereka seperti “ninja” ketika saya datang ngga ada siapa-siapa. Namun, sesudah saya menghampiri motor mereka datang secara tiba-tiba dengan suara “priiitt” sambil memegang bagian belakang motor saya.
Tidak ada sekali kontribusi terhadap motor saya. Mau ada atau pun tidak tukang parkir ya sama saja saya bisa lakukann sendiri. Mau nggak mau saya harus ngasih uang 2000 dari pada ribet nantinya
Dengan kejadian ini saya dan teman-teman saya mengeluh dan kerap sekali malas ke mini market ataupun ATM. Ini karena sering sekali kita datang ke mini market dengan uang pas-pasan. Atau ke ATM dengan kondisi mengambil uang dan selalu bingung karena ada tukang parkirnya. Walaupun 2000 nggak seberapa tapi kalau beli gorengan bisa dapet 2 atau buat tambah tambah beli rokok lebih worth it.
Baca halaman selanjutnya…
Kultur tukang parkir di Jogja
Tapi kemaren saya main ke Jogja dengan melihat kultur tukang parkir yang berbeda. Di salah satu mini market mereka langsung menghampiri saya dan bilang “mas jangan di kunci stang ya” dan sesudah belanjaia datang lagi sambil bertanya “mas pulangnya ke arah mana ?”
Lalu ia memutarkan motor saya ke arah tujuan saya. Saya kaget ngga seperti biasanya parkir di mini market dilakukan seperti ini, lalu saya kasih 2000 dan terasa worth it dengan perlakuan tukang parkir terhadap motor saya.
Sampai timbul rasa penasaran “apakah di semua mini market seperti ini?”besoknya saya coba ke mini market lain dan benar saya di perlakukan sama seperti yang kemarin malah mereka menyediakan kardus buat jok saya agar nggak kepanasan, dan saya belum pernah memberikan uang parkir 2000 se-worth it ini
Jadi tukang parkir harusnya menjadi profesi yang dijalankan semaksimal mungkin agar menjalin simbiosis mutualisme saling menguntungkan. Happy to happy at least ada kerjanya engga cuma niup pluit. Fix, tukang parkir di Jabodetabek, harusnya study tour ke Jogja.
Aqsho Bintang Nusantara Kp. Siliwangi Bogor fidelaqaho@gmail.com
BACA JUGA Bingungnya Saya Sama Tukang Parkir di ATM dan keluh kesah lain dari pembaca Mojok di UNEG-UNEG
Keluh kesah dan tanggapan Uneg-uneg bisa dikirim di sini.