Entah apa yang dipikirkan oleh para pegawai negeri di perpustakaan daerah di wilayah domisili saya. Ini sudah 2023, tapi koleksi buku perpustakaan kebanyakan masih terbitan sebelum 2020. Bahkan di beberapa kategori, buku-bukunya terbitan sebelum 2015.
Jangankan koleksi buku-buku viral yang laris di pasaran, buku-buku legenda yang biasa dibaca banyak orang saja tidak bisa ditemukan di perpustakaan ini. Buku sastrawan ternama Sapardi Djoko Damono hanya ada satu judul. Walau memang ada beberapa eksemplar sih, tapi tetap saja keterlaluan.
Saya jadi bertanya-tanya, masa iya tidak ada anggaran untuk menambah koleksi buku di perpustakaan daerah? Jangan-jangan anggarannya ada tapi tidak pernah dicairkan dalam bentuk program pengadaan buku? Atau jangan-jangan … Ah, sudahlah.
Pemda kurang peduli atau minat baca rendah?
Di sisi lain timbul kekhawatiran, apakah ini membuktikan bahwa pemerintah di daerah ini kurang peduli pada pendidikan dan minat baca masyarakatnya? Atau bisa juga sebaliknya sih, minat baca masyarakat di sini kelewat rendah sampai-sampai dijadikan alasan oleh pemerintah untuk tidak menambah koleksi buku perpustakaan daerah.
Akan tetapi untuk asumsi ke-2 di atas terpatahkan. Hampir setiap saya berkunjung ke perpustakaan daerah, selalu saja ada pengunjung lain yang sibuk mencari bahan bacaan. Kenyataan ini sedikit melegakan karena menandakan masih ada orang-orang yang haus bacaan dan ilmu pengetahuan di tempat tinggal saya ini.
Sungguh rasanya gatal ingin maido pejabat berwenang. Apalagi di wilayah domisili saya ini ada satu kampus Islam Negeri yang jumlah mahasiswa barunya pernah menyentuh angka lebih dari 5.000 orang. Itu baru dari satu kampus, masih ada beberapa kampus lain. Kalau di total mungkin ada lebih dari 5 kampus di kabupaten yang saya cintai ini. Bukankah itu sudah cukup menjadi alasan untuk menambah jumlah koleksi buku, Pak Bu pejabat yang saya hormati?
Mungkin buku bukanlah faktor penting yang berpengaruh bagi kemajuan ekonomi suatu daerah. Buku juga tidak berdampak signifikan terhadap naiknya jumlah pendapatan perkapita masyarakatnya. Namun perlu para pegawai daerah di sini pahami, seberapa pentingnya buku terhadap pendidikan. Bisa Bapak Ibu sekalian tanyakan langsung pada para akademisi. Tanyakan juga apa pentingnya buku bagi pengembangan sumber daya manusia bagi pembangunan suatu wilayah.
Kalau saya langsung yang menjelaskan, nanti Bapak Ibu bilang saya bicara tanpa teori. Saya bukannya mau menyalahkan pemerintah, tapi ya bagaimana ya? Bagaimana masyarakat mau peduli kalau jajaran petingginya juga tidak peduli-peduli amat dengan eksistensi perpustakaan daerah di sini.
Nur Arsyadan A
Kauman, Tulungagung
[email protected]