Idulfitri menjadi momen yang manis untuk semua. Nuansanya khas, identik dengan kumpul keluarga. Namun, sayangnya momen ini tidak serta-merta memberikan sisi positif. Tidak percaya? Ini yang terjadi di desaku.
Tetangga yang suka mengatur hidup
Selepas salat idulfitri, tradisi yang biasa di lakukan adalah sungkeman. Nah, selesai saling memaafkan antar-keluarga, kami sekeluarga melanjutkan silaturahmi ke tetangga. Aku yang berusia 21 tahun dan tengah menempuh studi S1, sering mendapatkan ocehan yang menyebalkan, seperti:
- Mengapa harus kuliah? mending kamu kerja saja!
- Setelah lulus kuliah kamu itu cocoknya menjadi guru!
- Mas, kamu besok kalau nikah, jangan di atas 25 tahun! Nanti ndak ketuaan, mulai pikirkan dari sekarang.
Saling memaafkan, tapi tetap berujung menyebalkan
Tetangga yang sering mendzhalimi keluargaku adalah mereka yang sering dengan seenaknya membuang sampah di kebun keluarga. Masalahnya, kebun itu sangat dekat dengan rumah, terus tidak enak dilihat, dan sering menghadirkan bau yang tidak sedap.
Nah! Momen hari kemenangan ini, seperti menjadi momen menghapus dosa si tetangga saja. Datang untuk silaturahmi, terus saling memaafkan, dan tetap berakhir pada membuang sampah di kebun keluargaku. Kan yang tadinya suci, harus kembali ternodai.
Ajang pamer pencapaian
Hal terakhir yang tidak menyenangkan adalah adu pencapaian. Saat tengah asik menikmati hidangan, terkadang risi ketika obrolan mulai membahas masalah harta.
Ada yang bercerita kalau anaknya baru saja membelikan mobil, beberapa hidangan yang ada itu merupakan makanan mahal, dan mengomentari pakaian yang melekat saat kita gunakan bertamu. Belum lagi, saat tahu bila pakaian yang digunakan itu adalah barang lawas.
Komentar mengenai kondisi rumah juga tidak luput dari mulut-mulut mereka. Beberapa tetanggaku itu seolah merasa kasihan—tetapi menjurus pada hal yang meremehkan.
Aneh memang tetangga di desaku ini. Seolah hidup adalah hal yang harus memenuhi tradisi dan yang lumrah (lumrah menurut pandangan umum). Lebaran itu identik dengan barang baru, memaafkan yang hanya simbolik, dan sikap-sikap konyol lain. Semoga Tuhan menerima segala amalnya, keluarga besar di berikan kesabaran, dan lekas diberikan HIDAYAH!
Wachid Hamdan
Gabahan V, Sumberadi, Mlati, Sleman, DI Yogyakarta
[email protected]
BACA JUGA Jakarta Banyak Manisnya, Tidak Sedikit Pahitnya dan keluh kesah lain dari pembaca Mojok di UNEG_UNEG.
Keluh kesah dan tanggapan Uneg-uneg bisa dikirim di sini