Saya ingin berbagi uneg-uneg saya di posko KKN kelompok saya. Meski baru beberapa hari berjalan, tapi saya punya uneg-uneg yang harus saya sampaikan.
Sebagai mahasiswa di salah satu perguruan tinggi Islam di Surakarta, saya sangat bersyukur bisa mendapat kesempatan menuntut ilmu hingga perguruan tinggi. Tidak hanya pendidikan, sesuai dengan Tri Dharma perguruan tinggi, terdapat tugas penting mahasiswa lainnya, sebut saja penelitian dan pengabdian.
Sebagian mahasiswa barangkali ada yang beranggapan, bahwan penelitian itu ya cuma pas mendapat tugas dari dosen atau pas skripsi saja. Padahal nggak cuma itu, ada agenda akademik yang harus mahasiswa selesaikan dalam penuntasan tugas penelitian dan pengabdian, yaitu KKN.
Tentu, beberapa mahasiswa yang pernah menjalankan KKN memiliki pengalaman yang menyenangkan, tapi tak jarang yang kapok dengan pengalaman yang pernah mereka alami selama KKN.
Kebetulan, 1 bulan ke depan saya akan melaksanakan KKN, tepatnya di desa Bendan, Kecamatan Boyolali. Merupakan hal wajar, ketika seseorang pendatang di sebuah desa harus menemui dan menaati norma-norma yang ada.
Perihal etika dan sopan santun dalam bermasyarakat adalah hal lumrah, di tempat saya KKN pihak desa juga mengarahkan seperti itu. Namun, bagaimana jika norma atau aturan itu yang membuat adalah koncomu dewe alias temanmu sendiri? Betul, teman satu atap posko.
Aturan di posko KKN
Saya ingin berbagi pengalaman selama 3 hari menjalani hidup di posko KKN. Termasuk pengalaman mengenai aturan posko KKN yang tujuannya untuk membuat ketertiban, justru malah membuat kegaduhan dan pelanggaran. Sebenarnya nggak ada yang salah, mau ada aturan atau tidak ya terserah, asalkan itu memang perlu. Tapi bagi saya soal aturan posko KKN itu nggak begitu perlu.
Baru 2 hari berjalan, rekan kelompok KKN saya mengusulkan untuk membuat aturan selama di posko. Semua menyetujui, termasuk saya. Karena saya berspekulasi bahwa aturan pasti bakal ditaati. Tapi ingat, bahwa kita berwarga negara di negeri tercinta ini memandang “melanggar” lebih wajar daripada dengan “menaati”. Begitu berjalan 1 hari pasca aturan posko itu jadi, pelanggaran yang berujung kegaduhan pun terjadi.
Bagaimana bisa kewajiban beribadah harus diatur dalam satu lembar kertas plano yang tertempel di sudut posko itu? Ibadah kan kewajiban umat beragama toh, ngapain harus menjadi waturan dan diwajibkan kedua kalinya? “wajib shalat 5 waktu berjamaah”, begitu salah satu bunyi aturan di posko KKN saya. Terus terang saja, saya bingung sama yang memberikan usulan itu. Dia itu Tuhan apa hamba Tuhan? Kok bisa-bisanya mengatur ibadah.
Tak jarang jika kaum pria yang ketinggalan berjamaah di masjid kena semprot sama kaum wanita. Dengan dalih, “biar patut dipandang warga kalo shalat berjamaah di masjid, toh ibuk yang punya posko juga menyarankan buat memakmurkan masjid”, tetapi gaes, tanpa aturan yang mewajibkan shalat berjamaah 5 waktu itu, kami sebagai pria kalo nggak ketiduran pasti bakal shalat berjamaah di masjid kok, toh masjid cuma di samping posko hlo.
Nggak perlu berujung ribut kan yaa… yang penting melaksanakan ibadah itu udah alhamdulillah. Bukan kok menyepelekan shalat berjamaah di masjid, tapi kalian tau toh mana yang lebih baik antara ibadah yang ikhlas dengan ibadah yang hanya karena alasan “biar patut”?
Aturan yang harusnya nggak perlu tertulis
Ada lagi aturan posko KKN saya yang seharusnya nggak perlu tertulis. Kaum wanita memberikan akses untuk cowok-cowok menuju kamar mandi hanya dalam waktu tertentu. Ketika jam malam, terpaksa harus berjalan muter ke belakang. Tentu jaraknya lebih jauh dan terkesan uji nyali melewati jalan gelap.
Bukan tanpa maksud, aturan posko itu dibuat agar kaum pria nggak melihat para wanita ketika nggak pakai hijab. Tapi justru mereka yang membuat aturan, mereka sendiri yang melanggar. Tak jarang, di luar jam yang telah ditentukan mereka nggak pakai jilbab dan dilihat oleh kaum pria. Sontak membuat keramaian, mesti para wanita itu bakalan njerit. Salah siapa kalo begitu?
Aturan yang sangat menyusahkan. Kalo nggak mau kelihatan auratnya ya mbok pakai jilbab teros mbak. Jangan salahkan kami para pria, soalnya kami sudah menaati aturan yang sampean usulkan kok. Mau ke kamar mandi aja kok ribetnya nggak karuan. Kalo sampai kami kena sakit kencing batu gegara ngampet pipis gimana mbak? Siapa yang tanggung jawab? Kalo memang siap dalam memakai hijab ya seharusnya dipakai, nggak malah dicopat-copot sak karepe dewe.
Begitulah pengalaman saya yang baru 3 hari menjalankan KKN, tetapi mendapati cerita konyol dan meresahkan. Mahasiswa KKN itu udah dewasa semua hlo, sudah baligh. Mereka paham sama kewajiban kok, juga paham mana yang baik mana yang buruk. Bagi saya, aturan posko semacam diatas nggak perlu disahkan, kalo ujung-ujungnya malah menyusahkan dan dilanggar oleh pembuatnya sendiri.
Yoga Tamtama Kec. Kebakkramat, Kab. Karanganyar, Prov. Jawa Tengah