Sebenarnya apa spesialisasi lulusan Sastra Indonesia?
Begitu ada pertanyaan demikian, saya hanya berpikir bahwa bidang kerja saya cukup luas dengan batasan-batasan selayaknya para pekerja di bidang media.
Jika saya menjawab dengan jawaban yang intinya demikian, terlihat kerutan di kening orang-orang yang bertanya. Mungkin bagi mereka, jawaban saya masih “abstrak”, tidak seperti jurusan-jurusan lain. Misalnya dokter, guru, apoteker, dsb yang cenderung lebih jelas.
Saya jadi merenung, sebenarnya apa spesialisasi saya sebagai lulusan Sastra Indonesia? Hal itu semakin membuat saya gundah, terlebih ketika ada seorang saudara yang bertanya tentang rencana karir saya ke depannya. Bagaimana prospek kerja lulusan sastra? Bagaimana riwayat pekerjaan para lulusan terdahulu? Dll.
Kalau dipikir-pikir, dan sepengetahuan saya, memang lebih banyak yang bekerja di bidang yang jauh dari apa yang kami pelajari di kampus. Saya jadi semakin bingung bagaimana merencanakan karir saya setelah lulus.
Tentu, apa yang kami pelajari akan selalu ada manfaatnya. Namun, untuk merencanakan akan melakukan apa selanjutnya, bagi saya sendiri, masih membingungkan.
Barangkali, menentukan karir memang tidak hanya oleh jurusan di bangku perkuliahan. Melainkan juga bergantung pada kesadaran untuk belajar mandiri. Itu yang akhirnya saya sadari.
Ternyata, menjadi sarjana saja tidak cukup. Melainkan harus dibarengi dengan kepekaan untuk belajar dan terus belajar. Khususnya belajar memahami diri sendiri dan apa yang sebenarnya ingin dicapai dalam hidup.
Hanifah K Cepu, Blora, Jawa Tengah [email protected]
BACA JUGA Beban Hidup Sarjana Psikologi yang Nganggur dan Tinggal di Desa dan keluh kesah lain dari pembaca Mojok di UNEG-UNEG
Keluh kesah dan tanggapan Uneg-uneg bisa dikirim di sini.