Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Kilas

Keluh Kesah Seorang Perempuan Bugis yang Tinggal di Desa: Stigma Uang Panai

Redaksi oleh Redaksi
8 Oktober 2023
A A
Keluh Kesah Seseorang Perempuan Bugis yang Tinggal di Desa MOJOK.CO

Ilustrasi Keluh Kesah Seseorang Perempuan Bugis yang Tinggal di Desa. (Mojok.co)

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Sebagai orang desa tentu stigma masyarakat sangat berpengaruh bagi kehidupan bersosial dan bermasyarakat khususnya perempuan. Dalam Kehidupan yang saya jalani selama ini kehidupan sebagai perempuan termasuk di desa saya yang bersuku Bugis tentu sangat berat.

Pentingnya status sosial masyarakat bagi orang tua 

Saya banyak melihat terutama di daerah saya sendiri, stigma masyarakat itu bisa menjadi dasar para orang tua untuk memaksakan kehendak mereka kepada anak sendiri. Hanya karena termakan stigma yang beredar di masyarakat tanpa mempertimbangkan keinginan sang anak sendiri.

Sebagai contoh, kebanyakan teman saya khususnya perempuan setelah lulus SMA mereka dijodohkan oleh orang tua mereka sendiri. Bahkan teman saya tidak mengenal secara personal sang calon suami. Kebanyakan dari mereka termakan oleh beberapa stigma masyarakat seperti 

“Kalau ada lamaran yang baik kenapa tidak diterima saja”

“Kalau menolak lamaran baik yang datang itu tidak baik”

“Menolak lamaran katanya nggak bakalan ada yang datang melamar lagi nanti.”

Saya sendiri tidak menolak perjodohan, tetapi harus mempertimbangkan keinginan sang perempuan. Bahkan mirisnya ada orang tua yang cuma menerima lamaran untuk anaknya cuma karena uang mahar yang cukup tinggi.

Cara pandang yang salah tentang uang panai di masyarakat suku Bugis

Uang Panai atau sebut saja mahar bisa awalnya sebagai bentuk penghargaan seorang laki-laki kepada perempuan. Namun, eksistensi uang panai sebagai mahar pada zaman sekarang sebagai ajang gengsi dan pamer. Sayangnya kebiasaan begitu banyak dilakukan.

Kalau menggali lebih dalam makna dari uang panai, sebenarnya artinya sakral dan mendalam. Uang panai bukan hanya sebagai bentuk penghargaan tetapi penghormatan kaum perempuan.

Mirisnya sekarang uang panai hanya menjadi identik dengan eksistensi dan sebuah kebanggaan bagi sebuah keluarga. 

Setelah ada seseorang yang mendapat lamaran dengan uang mahar yang tinggi hal tersebut akan menjadi perbincangan masyarakat. Bahkan ada beberapa teman saya yang pernikahannya dari perjodohan berakhir gagal walaupun ada beberapa yang pernikahannya berhasil.  

Perjodohan yang berhasil karena sebelum menerima lamaran, orang tua juga memeriksa latar belakang sang calon laki-laki. Sementara untuk yang gagal kebanyakan orang tua hanya termakan oleh stigma dan tawaran uang mahar sehingga berpikiran pendek.

Bagi kalian yang pernah menonton film uang panai pasti akan lebih relate dengan apa yang saya bahas. Jika untuk kebahagiaan sang anak sendiri tidak perlu ada pemaksaan jika memang sang anak belum siap untuk menikah. Dan untuk uang panai jangan menjadi sebuah eksistensi karna yang akan menjalani kehidupan adalah diri sendiri bahkan omongan masyarakat hanya angin lalu yang berhembus yang akan segera menghilang.

Nurlina Makassar, Sulawesi Selatan [email protected]

BACA JUGA Hal Paling Menyebalkan Bagi Perempuan: Diragukan Bisa Merantau dan keluh kesah lain dari pembaca Mojok di UNEG-UNEG

Keluh kesah dan tanggapan Uneg-uneg  bisa dikirim di sini.

Terakhir diperbarui pada 9 Oktober 2023 oleh

Tags: bugisuang panai'
Redaksi

Redaksi

Artikel Terkait

Esai

Adil Sejak dalam Pikiran Memandang Bahasa Daerah di Bulan Bahasa

22 Oktober 2018
Esai

Terima Kasih Sandiaga Uno, Sudah Bikin Lulusan Amrik Bisa Disebut Santri

14 Agustus 2018
Esai

Membaca Masalah Papua dari Imigran di Tanah Papua

17 Juli 2018
balo-lipa-nikahan-mantan-mojok.co
Esai

Bagaimana Cara Mencegah Tragedi Pingsan di Pelaminan?

13 Maret 2018
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

ugm.mojok.co

UGM Dorong Kewirausahaan dan Riset Kehalalan Produk, Jadikan Kemandirian sebagai Pilar

20 Desember 2025
Saat banyak teman langsungkan pernikahan, saya pilih tidak menikah demi fokus rawat orang tua MOJOK.CO

Pilih Tidak Menikah demi Fokus Bahagiakan Orang Tua, Justru Merasa Hidup Lebih Lega dan Tak Punya Beban

15 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Pulau Bawean Begitu Indah, tapi Menjadi Anak Tiri Negeri Sendiri MOJOK.CO

Pengalaman Saya Tinggal Selama 6 Bulan di Pulau Bawean: Pulau Indah yang Warganya Terpaksa Mandiri karena Menjadi Anak Tiri Negeri Sendiri

15 Desember 2025
SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Atlet panahan asal Semarang bertanding di Kota Kudus saat hujan. MOJOK.CO

Memanah di Tengah Hujan, Ujian Atlet Panahan Menyiasati Alam dan Menaklukkan Gentar agar Anak Panah Terbidik di Sasaran

19 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.