Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

“Bersikap Adil” kepada ISIS

Tasrif Mansur oleh Tasrif Mansur
19 Januari 2016
A A
"Bersikap Adil" kepada ISIS

"Bersikap Adil" kepada ISIS

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Ya, saya yakin akan banyak yang berpikir bahwa saya pendukung ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) dengan membuat judul seperti itu. Saya harap Anda dapat tenang terlebih dahulu dan bersedia membaca artikelnya sampai selesai. Percayalah, atas nama apapun, saya bukan pendukung terorisme, termasuk ISIS.

Dalam konteks kemanusiaan, pembunuhan, bom, dan segala bentuk terorisme memang tidak dapat dibenarkan. Akan tetapi, dalam konteks revolusi, terorisme dengan segala bentuknya adalah hal yang lumrah. Di setiap revolusi negara mana pun akan melalui tahap ini. Sejarah membuktikan itu. Tak ada revolusi tanpa pertumpahan darah. Sesungguhnya istilah terorisme hanyalah masalah sudut pandang.

Bagi Belanda, Soekarno dan Hatta adalah adalah pemberontak, maka harus ditangkap dan diasingkan. Bagi bangsa Indonesia, beliau-beliau adalah pahlawan. Saat kecamuk revolusi Iran, Syah Pahlevi melihat Imam Khomeni dan kelompok Syiah sebagai teroris. Sebaliknya bagi Khomeni, Syah Pahlevi adalah rezim penghianat yang harus ditumbangkan. Sebenarnya para pejuang di Amerika Latin seperti Simon Bolivar atau Che Guevara tidak berbeda dengan pemberontak di Indonesia seperti Kartosuwirjo dan Kahar Muzakkar. Mereka berjuang demi apa yang diayakininya benar. Namun apa perbedaan Che Guevara dan Kahar Muzakkar? Che Guevara berhasil memenangkan pertempuran, sementara Kahar Muzakkar tidak, sehingga Che Guevara diangkat menjadi pahlawan, sementara Kahar Muzakkar tetap dicap pemberontak.

Sejarah memang hanya untuk para pemenang.

Untuk lebih menikmati masalah perspektif ini sebagai hiburan, misalnya, cobalah menonton film V for Vendeta. Dalam film yang diadaptasi dari novel grafis karya Alan Moore tersebut, tokoh utamanya merupakan sosok bertopeng Guy Fawkes yang menyebut namanya V. Ia kerap menebar teror, membunuh (tokoh-tokoh penting di pemerintahan), dan meledakkan bom demi tujuan revolusi. Lalu apakah di akhir cerita penonton akan menyimpulkan bahwa V adalah teroris? Tidak, karena sang penulis cerita telah mengarahkan V sebagai pahlawan. Penonton justru bertepuk tangan ketika skena final itu muncul: ribuan orang yang mengenakan dresscode serupa hadir di tengah kota untuk menyaksikan gedung parlemen yang diledakkan.

Permasalahannya kemudian, apakah saat ini dunia membutuhkan revolusi? Hampir semua aktivis kampus mungkin akan mengatakan iya. Contoh gerakan yang selalu mewacanakan revolusi adalah Hizbut Tahrir dan kelompok “kiri”. Mereka memiliki musuh yang sama, yaitu kapitalisme, dengan Amerika Serikat sebagai penjahat utamanya. Namun, sayangnya, gerakan mereka tidak lebih dari seremonial di tiap seminar. Revolusi yang hadir di ruang seminar tentu hanya omong kosong belaka. Jangan pernah bermimpi untuk melakukan kudeta jika yang mampu Anda lakukan hanyalah membakar ban, orasi menggunakan toa, atau melempar batu di jalanan.

Berangkat dari wacana kelompok ekstrimis tersebut, hari ini kemiskinan terjadi di negara-negara dunia ketiga akibat ketidakadilan sistem yang diterapkan oleh Amerika. Kerusakan alam dan ancaman pemanasan global semakin nyata akibat kerakusan para komprador kapitalis. Bangsa Palestina puluhan tahun menderita di bawah tekanan militer Israel dan dukungan Paman Sam. Afganistan dan Irak menderita akibat invasi tak beralasan juga oleh Amerika. Sementara itu, negara-negara “kiri” Amerika Latin hanya mampu untuk bertahan gempuran embargo dan sanksi ekonomi tanpa memberikan serangan balik yang signifikan.

Lalu Islamisme hadir sebagai gagasan alternatif, terlepas dari bisa diterima atau tidaknya oleh semua kalangan, juga terlepas dari masuk akal atau tidaknya gagasan ini. Yang jelas, politik Islam ini mencoba untuk menghancurkan dominasi Amerika dan menggantikan neoliberalisme yang terbukti gagal memakmurkan dunia. Begitulah logika sederhana mengapa kemudian ISIS hadir dengan sumbu pendeknya untuk mewujudkan Daulah Islamiah yang mereka percaya sebagai solusi dari semua permasalahan di muka bumi ini. Gerakan ISIS sesungguhnya hanyalah fenomena aksi-reaksi dari keegoisan Amerika dan ketidakadilan yang dihadirkan oleh kaptalisme di dunia ini. Dan juga adalah hal yang wajar jika Abu Bakr al–Baghdadi selaku pemimpinnya tidak mau mengakui pemerintahan Irak yang dibuat Amerika, apalagi setelah tentara mereka memporak-porandakan negaranya.

Namun, jika ternyata menurut kita tindakan ISIS adalah terkutuk, lantas apa yang sudah kita lakukan untuk mewujudkan dunia yang lebih adil? Dalam sekup yang lebih kecil, apa yang akan kita lakukan untuk memperbaiki negara ini, misalnya? Apa yang sudah negara ini perbuat untuk bangsa Palestina selain berkoar-koar di sosial media? Apa yang telah kita lakukan melihat kesewang-wenangan Amerika menginvasi Timur Tengah dan Amerika Latin?

Jika ternyata rasa kemanusiaan kita tidak membenarkan tindakan bom bunuh diri dan pembunuhan dari aksi terorisme ini, lalu mengapa dunia membenarkan perang? Mengapa tentara, senapan, rudal, mitraliyur, mesiu, dan segala peralatan tempur diciptakan dan kian dipercanggih? Dalam situasi perang, bunuh-membunuh terjadi, bom demi bom meledak, peluru demi peluru dilesatkan, nyawa demi nyawa melayang, hingga menyisakan penderitaan di mana-mana. Lantas apa bedanya dengan ISIS yang dianggap brutal dan sadis? Apa memang yang telah Anda dan saya perbuat sehingga merasa lebih baik dari teroris ini? Tentu saja semua pertanyaan ini teramat klise, kelewat polos, cenderung tendensius, pula naif. Tapi apakah yang lebih menyedihkan dari diri yang buruk tapi gemar mengutuk?

Barangkali, inilah pentingnya untuk “bersikap adil” sejak dari pikiran kepada ISIS. Bukan kemudian mesti menyetujui gerakan mereka, tapi, setidaknya, kita dapat memahami terlebih dahulu mengapa mereka bersikap demikian, seraya juga memahami apa yang terjadi pada diri kita sebenarnya. Kita semua rindu dengan kedamaian, tapi keadilan seringkali berseberangan dengannya.

Terakhir diperbarui pada 17 Juni 2017 oleh

Tags: featuredisisIslampalestinaterorisme
Tasrif Mansur

Tasrif Mansur

Artikel Terkait

Ketika One Piece Dilarang, Bendera Merah Putih Makin Terkoyak MOJOK.CO
Esai

Sikap Penguasa Melarang Pengibaran Bendera atau Melukis Mural One Piece Justru Semakin Mengoyak Kedaulatan Bendera Merah Putih

9 Agustus 2025
Dinamika Politik di Masjid Istiqlal dan Fenomena Muslim Tanpa Masjid
Video

Dinamika Politik di Masjid Istiqlal dan Fenomena Muslim Tanpa Masjid

30 Maret 2025
Dakwah Kreatif ala Miko Cakcoy Lewat Wayang, Jembatani Tradisi dan Agama di Era Modern
Video

Dakwah Kreatif ala Miko Cakcoy Lewat Wayang, Jembatani Tradisi dan Agama di Era Modern

15 Maret 2025
Bashar Al Assad Minggat, Suriah Dikuasai Alumni Al Qaeda MOJOK.CO
Esai

Ketika Alumni Al Qaeda Memimpin Pemberontakan terhadap Bashar Al Assad di Suriah dan Mereka Menang

10 Desember 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Menanti kabar dari keluarga, korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. MOJOK.CO

‘Kami Sedih dan Waswas, Mereka seperti Tinggal di Kota Mati’ – Kata Keluarga Korban Bencana di Sumatera

1 Desember 2025
banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
Relawan di Sumatera Utara. MOJOK.CO

Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor

3 Desember 2025
Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

Wonogiri Bukanlah Anak Tiri Surakarta, Kami Sama dan Punya Harga Diri yang Patut Dijaga

1 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.