Saya bukan penikmat film yang kampiun. Tapi jika saya diminta merekomendasikan film terbaik yang saya tonton di tahun 2019, saya akan menjawab dengan meyakinkan bahwa film itu berjudul: The Two Popes. Terlebih, saya menontonnya persis ketika Natal tiba.
Film berdasarkan kisah nyata ini, berisi tentang sekian babak penting dalam peristiwa kontemporer Vatikan. Dua Paus yang dimaksud tentu saja adalah Kardinal Jerman Joseph Ratzinger dengan Kardinal Jorge Bergoglio dari Argentina. Kisah dibuka saat keduanya ‘berkompetisi’ dalam pemilihan Paus yang baru, seusai Paus John Paul II mangkat. Ratzinger kemudian terpilih sebagai Paus yang baru dengan gelar Paus Benedict XVI.
Begitu, Paus baru terpilih, Bergoglio mulai membuat keputusan dalam hidupnya, dia ingin mundur sebagai pejabat Kardinal di Argentina, dan menjadi penggembala umat biasa. Mereka berdua memang diam-diam berseteru terutama dalam memandang bagaimana mestinya Vatikan merespons perkembangan zaman. Paus terpilih dikenal dengan pandangannya yang konservatif, sedangkan Bergoglio lebih moderat untuk tidak mengatakannya sebagai progresif.
Upaya pengunduran diri itu selalu gagal. Surat pengunduran diri Bergoglio tak kunjung ditandatangani oleh Paus. Hingga terjadi apa yang kelak dikenal publik sebagai ‘Skandal Vatikan’, yang mau tak mau, dihubungkan dengan Paus Benedict XVI.
Setahun setelah skandal itu terjadi, dan terus menjadi sorotan warga dunia, Bergoglio bertekad menemui Paus langsung. Dia sudah memesan tiket pesawat terbang, dan tepat di saat itu pula, undangan dari Paus datang.
Di sinilah menurut saya film ini menarik. Dua Paus, pernah berkompetisi, dari dua pandangan yang agak bersebrangan, melakukan dialog-dialog panjang. Porsi dialog itu mungkin memakan lebih dari separuh durasi.
Benar bahwa rentetan dialog ketat mustahil bisa kuat jika tak dilakukan oleh dua aktor hebat. Anthony Hopkins dan Jonathan Pryce, jelas para aktor yang mumpuni. Tapi kekuatan dialog itu ada pada kehebatan naskah yang ditulis oleh Anthony McCarten.
Dialog langsung, bahkan dalam seni menulis, adalah pertaruhan penting. Apalagi jika memakan porsi banyak. Kalau tidak punya kemampuan kuat dalam penulisan, jangan mencoba mempertaruhkan kisah yang Anda tulis dengan dialog panjang. Sekalipun terdengar sederhana, dialog selalu memakan energi besar seorang kreator. Ketika substansi mesti diaduk dengan obrolan natural, tensi, pengenduran, dll.
Dalam film, pertaruhan dialog agak lebih kecil karena menyatu dengan visual dan musik. Kalau dalam tulisan, lebih berat lagi. Sekalipun begitu, saya merasakan kuatnya naskah McCarten. Dari situ kita menjelajah masa lalu kedua Paus. Dari mulai perdebatan soal teologis sampai ketegangan politik Argentina ketika terjadi junta militer.
Dunia kelak tahu bahwa Bergoglio tidak jadi mengundurkan diri. Malah setahun setelah pertemuan itu, Paus Beenedict XVI yang mengundurkan diri, dan Bergoglio terpilih sebagai penggantinya.
Tapi apa yang mereka obrolkan dalam pertemuan itu? Sebaiknya Anda menonton langsung. Nikmati setiap obrolannya sebagai sebuah hasil pertaruhan kreatif yang tidak mudah. Saya sangat menikmatinya. Semoga Anda juga.
BACA JUGA 40 Film Indonesia Favorit dalam Satu Dekade atau tulisan Puthut EA lainnya. Follow Facebook Puthut EA.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.