Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kampus Pendidikan

Takut Nilai Jelek: Masalah Dunia Pendidikan yang Nggak Bisa Dipandang Enteng

M. Afiqul Adib oleh M. Afiqul Adib
2 Desember 2022
A A
Takut Nilai Jelek: Masalah Dunia Pendidikan yang Nggak Bisa Dipandang Enteng

Takut Nilai Jelek: Masalah Dunia Pendidikan yang Nggak Bisa Dipandang Enteng (Pixabay.com)

Share on FacebookShare on Twitter

“Kalau nilainya jelek gimana, Pak?”

Sebagai seorang pendidik, saya sering mendengar kalimat tersebut menjelang ujian. Iya, banyak peserta didik yang punya ketakutan kalau nilainya jelek. Alhasil, dalam proses ujian tidak sedikit saya menemukan banyak kecurangan, misalnya ada yang menyontek hasil pekerjaan teman sekelas, atau menggunakan bantuan Google untuk menjawab soal padahal sifatnya close book.

Saya paham yang seperti ini memang wajar terjadi, tapi hanya karena wajar terjadi, bukan lantas dianggap benar.

Dugaan saya, fenomena ini bermuara dari cara mengajar di sekolah yang penuh dengan tekanan untuk selalu lulus, mencapai nilai minimal, dan berhasil. Sehingga peserta didik menjadi takut untuk gagal, mencoba banyak hal, serta ketakutan-ketakutan lainnya.

Seingat saya, dulu ketika sekolah, saya diharuskan untuk selalu mendapat nilai di atas KKM. Baik pelajaran yang saya suka, maupun pelajaran yang bahkan sampai sekarang tidak (lebih tepatnya belum) saya pahami esensi dari manfaatnya.

Setelah lulus, pertanyaan yang sering terbesit adalah, kenapa kita harus menguasai semua pelajaran?

Dalam berbagai pelatihan yang diikuti oleh guru-guru, saya kira mereka tidak asing dengan istilah Multiple Intelligences atau kecerdasan majemuk, yakni, macam-macam kecerdasan manusia itu dibagi menjadi delapan. Dan manusia punya kecenderungan di salah satunya saja. Harusnya, berangkat dari sana, bukankah tugas guru hanya perlu untuk merawat potensi kecerdasan dari tiap-tiap anak tanpa memberikan tekanan untuk menguasai semua mata pelajaran?

Sedikit cerita. Saya punya dosen yang sangat luar biasa ketika menjelaskan agama. Tapi, ia tak punya bakat dalam olahraga. Ada juga teman saya yang luar biasa dalam olahraga, namun sangat tidak menguasai fisika. Iya, saya kira hal itu memang wajar.

Baca Juga:

Dosa Jurusan Pendidikan yang Membuat Hidup Mahasiswanya Menderita

5 Kebiasaan Feodal di Sekolah yang Tidak Disadari dan Harus Segera Dibasmi

Saya membayangkan jika pembelajaran dilakukan tanpa tekanan dan tak terpaku nilai (setidaknya, tak takut nilai jelek), seorang anak akan dengan bebas mengembangkan diri. Tidak takut gagal, dan berani mencoba banyak hal. Yang pada ujungnya ia akan menemukan passion dan kebahagiaan. Atau, titik tertingginya, ia berbuat sesuatu yang besar dari hal itu.

Salah satu yang saya pahami dari tujuan pendidikan adalah tercapainya kebahagiaan. Oleh sebab itu, kita diajari untuk disiplin, memiliki semangat belajar, dan kerja keras agar yang kita inginkan terwujud. Tapi, tentu saja semua harus diawali dengan memahami apa yang membuat kita bahagia. Setelah itu baru diperjuangkan.

Yang terjadi tidak demikian, kita “dipaksa” untuk terus menghafal semua pelajaran tanpa ditanya apa yang sebenarnya kita inginkan. Alhasil, ada banyak sekali yang salah jurusan. Sehingga mau tidak mau ia harus bekerja sesuai dengan jurusannya meski tidak terlalu diminati, dan tentu ini merupakan salah satu penyebab kalau banyak orang yang tidak bahagia dengan pekerjaannya.

Pemahaman seputar seni juga luput dari perhatian sekolah. Seorang anak dikatakan pintar hanya karena nilai pelajaran matematika bagus. Jika ia jago menggambar, belum tentu dikatakan anak pintar. Padahal, dalam seni ada satu aspek yang sangat penting dapat diterapkan dalam kehidupan, yakni apresiasi. Apresiasi bukan sekadar memberi pujian, akan tetapi lebih dari itu. Ia adalah suatu pandangan yang membuat manusia memahami perbedaan.

Memberikan apresiasi tak melulu dari hasilnya, kadang juga melalui proses yang ada. Meski hasilnya tidak bagus, kita memberi apresiasi atas kinerjanya. Dan tentu saja kegiatan ini sangat diperlukan di dunia yang apa-apa ketika berbeda langsung ramai.

Oh, iya, satu lagi yang perlu disayangkan. Pembelajaran yang penuh dengan ketakutan ini juga fokus pada simbolis dan normatif. Seorang anak harus melakukan ibadah atau ia akan dihukum. Bagi pendidikan dasar, ini memang penting. Tapi, saya kira hal ini juga perlu diberikan pemahaman kenapa harus melakukan ibadah? Bukankah kesadaran untuk melakukan sesuatu akan sangat berdampak jika berasal dari diri sendiri?

Meski demikian, perlu dipahami bahwa menciptakan kesadaran diri memang lebih susah daripada sekadar memberi hukuman, mungkin itu sebabnya pembelajaran lebih condong memberi hukuman daripada berusaha membuat anak menjadi sadar. Mungkin lho.

Kemudian yang terakhir adalah masalah rapor. Sistem evaluasi ini perlu diakui sedikit-banyak mempengaruhi ketakutan seorang anak. Iya, anak menjadi takut nilainya jelek. Padahal harusnya tak masalah jika ada salah satu pelajaran yang nilainya jelek.

Menurut Haidar Bagir, rapor harusnya bersifat kualitatif, bukan kuantitatif. Saya sangat setuju. Seharusnya tak perlu ada nilai yang sifatnya angka. Akan lebih pas jika berupa deskriptif yang menjelaskan anak ini kurang dalam bidang apa dan mahir di bidang apa, sehingga ia bisa fokus untuk mengembangkan kelebihannya, bukan meratapi kekurangannya saja.

Akhir kata, saya sadar bayangan saya seputar dunia pendidikan yang jauh dari tekanan terkesan naif. Tetapi, bukankah sikap peserta didik yang punya ketakutan akan nilai yang jelek menandakan ada yang salah dari proses pendidikan? Atau jangan-jangan, malah ini tujuan dari pendidikan, yakni menjadikan seorang anak sebagai pribadi yang takut akan kegagalan?

Penulis: M. Afiqul Adib
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Wahai Ujian Nasional, Sesakral Itukah Dirimu?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.

Terakhir diperbarui pada 2 Desember 2022 oleh

Tags: Ketakutannilai jelekPendidikanpotensiSiswa
M. Afiqul Adib

M. Afiqul Adib

Penulis yang tinggal di Lamongan.

ArtikelTerkait

Sekolah Tanpa Jurusan dan Gugatan pada Sistem Pendidikan Terminal Mojok

Sekolah Tanpa Jurusan dan Gugatan pada Sistem Pendidikan 

2 Juli 2022
Sistem Pendidikan Indonesia dan Skor PISA yang Buruk, pendidikan era digital

Sistem Pendidikan Indonesia dan Skor PISA yang Buruk

8 Desember 2019
5 Dosa Guru pada Murid yang Jarang Disadari, Salah Satunya Korupsi Waktu

5 Dosa Guru pada Murid yang Jarang Disadari, Salah Satunya Korupsi Waktu

29 Agustus 2024
kotak pensil

Menebak Kepribadian Pelajar Berdasarkan Isi Kotak Pensil

20 September 2019
Cara Menjadi Mahasiswa S2 yang Baik dan Benar

Cara Menjadi Mahasiswa S2 yang Baik dan Benar

4 Oktober 2022
Anggapan Keliru Soal Anak Kelas Akselerasi yang Selalu Keren. Aslinya Ya Begitu... terminal mojok.co

Anggapan Keliru soal Anak Kelas Akselerasi yang Selalu Keren. Aslinya Ya Begitulah

2 Februari 2021
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru Mojok.co

5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru

2 Desember 2025
Lamongan Megilan: Slogan Kabupaten Paling Jelek yang Pernah Saya Dengar, Mending Diubah Aja Mojok.co Semarang

Dari Wingko Babat hingga belikopi, Satu per Satu yang Jadi Milik Lamongan Pada Akhirnya Akan Pindah ke Tangan Semarang

30 November 2025
4 Hal tentang Untidar Magelang yang Belum Diketahui Banyak Orang Mojok.co

4 Hal tentang Untidar Magelang yang Belum Diketahui Banyak Orang

29 November 2025
Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka Mojok.co

Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka

1 Desember 2025
Madiun, Kota Kecil yang Banyak Berbenah kecuali Transportasi Publiknya Mojok.co

Madiun, Kota Kecil yang Sudah Banyak Berbenah kecuali Transportasi Publiknya

2 Desember 2025
Feeder Batik Solo Trans, Angkutan yang Bikin Iri Orang Magelang Mojok.co

Feeder Batik Solo Trans, Angkutan yang Bikin Iri Orang Magelang

2 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana
  • Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.