ADVERTISEMENT
  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Newsletters
  • Login
Terminal Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
    • Mojok.co
  • NusantaraHOT
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Sapa Mantan
    • Gadget
    • Personality
  • Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Politik
  • Profesi
  • Home
    • Mojok.co
  • NusantaraHOT
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Sapa Mantan
    • Gadget
    • Personality
  • Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Politik
  • Profesi
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Gaya Hidup
  • Pojok Tubir
  • Kampus
  • Hiburan
  • Tiktok
  • Politik
  • Kesehatan
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Surat Cinta untuk Masjid yang Tidak Ramah Perempuan

Fatimatuz Zahra oleh Fatimatuz Zahra
10 Mei 2020
A A
Tradisi Kupatan sebagai Tanda Berakhirnya Hari Lebaran Masa Lalu Kelam Takbir Keliling di Desa Saya Sunah Idul Fitri Itu Nggak Cuma Pakai Baju Baru, loh! Hal-hal yang Dapat Kita Pelajari dari Langgengnya Serial “Para Pencari Tuhan” Dilema Mudik Tahun Ini yang Nggak Cuma Urusan Tradisi Sepi Job Akibat Pandemi, Pemuka Agama Disantuni Beragama di Tengah Pandemi: Jangan Egois Kita Mudah Tersinggung, karena Kita Mayoritas Ramadan Tahun Ini, Kita Sudah Belajar Apa? Sulitnya Memilih Mode Jilbab yang Bebas Stigma Kenapa Saf Tarawih Makin Maju Jelang Akhir Ramadan? Kenapa Kita Sulit Menerima Perbedaan di Media Sosial? Masjid Nabawi: Contoh Masjid yang Ramah Perempuan Surat Cinta untuk Masjid yang Tidak Ramah Perempuan Campaign #WeShouldAlwaysBeKind di Instagram dan Adab Silaturahmi yang Nggak Bikin GR Tarawih di Rumah: Ibadah Sekaligus Muamalah Ramadan dan Pandemi = Peningkatan Kriminalitas? Memetik Pesan Kemanusiaan dari Serial Drama: The World of the Married Mungkinkah Ramadan Menjadi Momen yang Inklusif? Beratnya Menjalani Puasa Saat Istihadhah Menghitung Pengeluaran Kita Kalau Buka Puasa “Sederhana” di Mekkah Apakah Menutup Warung Makan Akan Meningkatkan Kualitas Puasa Kita? Kenapa Saf Tarawih Makin Maju Jelang Akhir Ramadan? Apakah Menutup Warung Makan Akan Meningkatkan Kualitas Puasa Kita? Mengenang Serunya Mengisi Buku Catatan Ramadan Saat SD Belajar Berpuasa dari Pandemi Corona Perlu Diingat: Yang Lebih Arab, Bukan Berarti Lebih Alim Nonton Mukbang Saat Puasa, Bolehkah? Semoga Iklan Bumbu Dapur Edisi Ramadan Tahun Ini yang Masak Nggak Cuma Ibu
Share on FacebookShare on Twitter

Menyambut bulan Ramadan ini, saya sebenarnya berniat untuk iktikaf lama sampai menginap kalau bisa. Kan lumayan ya, dapet sahur gratis, dapet pahala lagi. Iya beneran dapet pahala, percaya sama saya, saya kan panitia penghitungan pahala. Wqwqwq. Namun sepertinya, niat mulia saya ini harus terkubur dalam-dalam karena sebuah alasan yang tidak masuk akal tapi benar-benar bisa menjadi penghalang: sebab saya perempuan.

Kenapa begitu? Kultur kita, tak terkecuali dalam pengelolaan masjid, memang masih tidak sepenuhnya adil kepada perempuan. Butuh bukti? Coba cari masjid atau musala yang luas tempat salatnya seimbang antara laki-laki dan perempuan, ada? Mungkin lebih mudah menemukannya di daerah pedesaan. Kalau di kota-kota besar akan terasa sulit menemukannya. Setidaknya melalui pengalaman saya jalan-jalan dan mampir salat di beberapa masjid di Jogja, banyak di antaranya belum memiliki luas tempat salat untuk perempuan yang memadai.

Pernah suatu kali saya hendak menunaikan ibadah salat Magrib di sebuah masjid yang terlihat luas dan bersih. Namun, tempat salat yang disediakan untuk jamaah perempuan ternyata hanya ¼ dari keseluruhan luas tempat salat di masjid tersebut. Lantaran jamaah perempuan jumlahnya banyak, sehingga kami harus mengantre cukup lama untuk salat dan saat tiba giliran saya, waktu salat tinggal sedikit sekali.

Pernahkah risiko kehabisan waktu salat ini terpikir oleh takmir yang mengatur proporsi tempat salat tersebut?

Masih merasa sedih karena peristiwa tersebut, di lain hari saya kembali ke masjid tersebut. Saya tulis sebuah surat yang berisi ungkapan perasaan saya sebagai jamaah perempuan. Tidak tahu, apakah dapat mewakili suara perempuan yang lain atau tidak, tapi menurut saya diam bukanlah solusi. Surat tersbut kurang lebih berisi seperti ini:

Kepada yang terhormat takmir masjid ***** yang semoga dirahmati Allah

Saya adalah salah satu jamaah masjid **** yang hampir kehabisan waktu salat karena mengantre dengan jamaah yang lain untuk salat. Pada saat yang sama, tempat salat untuk laki-laki bahkan tidak terpakai ½ lebih.

Saya tidak tahu betul apakah yang melandasi pemikiran para takmir dalam membagi ruang salat untuk jamaah tersebut. Tapi, berdasarkan spanduk yang tertempel di depan yang menyampaikan pesan bahwa “laki-laki sejati salat di masjid” saya menerka bahwa Anda sekalian menggunakan dasar pemikiran bahwa perempuan lebih baik salat di rumah.

Pendapat demikian memang masih jamak kita gunakan, bahkan sebagai sumber paradigma dalam memperlakukan manusia. Akan tetapi, bapak ibu takmir yang terhormat, pernahkan kita sama-sama berpikir tentang apa sebenarnya yang ingin dicapai manusia dalam beragama?

Keimanan dan ketakwaan yang dicerminkan dari akhlaknya kepada sesama manusia. Jika perempuan masih saja dibatasi karena dianggap sebagai sumber fitnah, apakah kita semua lupa bagaimana Nabi Yusuf, pun pernah menjadi sumber fitnah pada masanya. Bahkan dalam QS. Al-An’am ayat 53 sudah dinyatakan bahwa setiap kita dapat menjadi sumber fitnah bagi yang lain. Lantas, kenapa masih perempuan yang dibatasi? Kenapa kita tidak berpikir tentang bagaimana caranya untuk sama-sama menjaga diri?

Yang tak kalah saya sesalkan adalah cara membatasinya, yang menurut saya jauh dari spirit Islam. Bagaimana tidak? Kita tahu dan sering mendengarkan bahwa perintah menuntut ilmu itu untuk mukminin dan mukminat, sampai diperjelas lho sama nabi dalam redaksi hadisnya. Lalu di Jogja, kota pelajar yang banyak sekali mahasiswa seperti saya, untuk salat pun kami masih dibatasi? Haruskah kami memaksakan diri pulang ke rumah di setiap waktu salat? Lalu, fungsi masjid sebagai rumah Allah yang harusnya nyaman untuk siapapun itu, ke mana? Apakah hanya laki-laki yang berhak disebut sebagai hamba Allah dan berhak menempati masjid?

Belum lagi dengan perempuan-perempuan yang bekerja. Jangan terburu-buru mencaci dengan “fitrah perempuan kan di rumah”. Kalau mereka kepala rumah tangga, bagaimana? Apa harus meminta-minta demi mendapatkan rezeki hanya karena menuruti konstruksi sosial yang disalah pahami sebagai fitrah tersebut? Mereka yang bekerja dan sedang dalam perjalanan pulang, berniat untuk berhenti di masjid tetapi ternyata salatnya masih tetap terlambat karena harus mengantre di tempat yang sempit. Pernahkah dampak ini, terpikir oleh kita?

Islam datang dengan semangat untuk memuliakan manusia. Baik laki-laki maupun perempuan. Islam menghapuskan kultur bangsa Arab yang menaruh kebencian terhadap bayi-bayi perempuan. Islam membatasi jumlah poligami yang tadinya tidak terbatas menjadi empat orang saja, pun masih diiringi pesan dan wanti-wanti untuk monogami saja di akhir ayat. Islam menghapuskan status pernikahan yang tadinya dapat digantung atau dipertukarkan dengan menetapkan kafarat zihar dan lian. Dan masih banyak lagi.

Lantas kita yang hidup di masa sekarang, dengan dunia yang sudah jauh lebih modern dibanding dengan zaman kedatangan Islam, masih terus menerus membatasi perempuan, bahkan sampai ke tempat ibadah? Benarkah kita sudah memahami Islam sebagai landasan untuk berlaku baik kepada sesama manusia?

Masjid-masjid di Makkah dan Madinah seperti Masjidil Haram dan Masjid Nabawi mungkin dapat dijadikan contoh bagaimana Islam menghargai manusia sebagai makhluk yang sama-sama memiliki hak untuk beribadah bukan dari jenis kelaminnya. Masjid Nabawi membuat ruangan-ruangan terpisah yang sangat lebar untuk laki-laki dan perempuan. Masjidil Haram bahkan tidak membuatnya sama sekali, kita bisa datang berombongan dengan keluarga di pintu yang sama, saat waktu salat tiba maka shaf akan terbentuk secara mandiri oleh jamaah. Betapa keduanya mencontohkan bahwa selama bertujuan untuk maslahah, jenis kelamin tidak akan menjadi masalah.

Kenapa saya soroti seperti itu? Sebab, dulu pada masa rasulullah masih hidup masjid merupakan pusat pengembangan umat. Tidak hanya ibadah vertikal yang dijalankan di sana, tetapi diskusi, latihan memanah, penguatan ekonomi, bahkan sampai strategi perang juga dibahas dalam masjid. Lha kalau kita sekarang masih terus berfikir untuk membatasi satu sama lain, jangankan bisa memakmurkan masjid seperti dulu, bahkan untuk sekadar mampir salat saja orang akan enggan. Sekarang kita paham, kan, kenapa salah satu ciri kiamat itu maraknya masjid besar yang sepi jamaah? Ya karena jamaahnya malas mendatangi masjid hanya untuk mengantre salat sampai habis waktu.

BACA JUGA Esai-esai Terminal Ramadan Mojok lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 8 Mei 2020 oleh

Tags: MasjidPerempuanTerminal Ramadan
Fatimatuz Zahra

Fatimatuz Zahra

Sedang belajar tentang manusia dan cara menjadi manusia.

ArtikelTerkait

Uniknya Salah Satu Masjid Busan di Korea Selatan: Atas-Bawah sama Diskotek

Uniknya Salah Satu Masjid di Busan Korea Selatan: Atas-Bawah sama Diskotek

31 Agustus 2023
Ada Serigala Betina dalam Diri Setiap Perempuan oleh Ester Lianawati: Mari Menjadi Perempuan "Liar"

Ada Serigala Betina dalam Diri Setiap Perempuan oleh Ester Lianawati: Mari Menjadi Perempuan “Liar”

Meluruskan Stereotipe Terkait Perempuan Sunda yang Katanya Matre, Gemar Dandan, hingga Malas Masak

Meluruskan Stereotipe Terkait Perempuan Sunda yang Katanya Matre, Gemar Dandan, hingga Malas Masak

22 Agustus 2023
5 Tips KKN di Demak dari Pemuda Setempat (Unsplash)

Sisi Lain Demak, Kota yang Telanjur Lekat dengan Masjid dan Makam

11 Agustus 2023
Masjid Desaku, Masjid Tanpa Pengeras Suara

Masjid Desaku, Masjid Tanpa Pengeras Suara

27 Juni 2023
Kak Ros, Figur Perempuan Melayu Idaman

Kak Ros, Figur Perempuan Melayu Idaman

30 Mei 2023
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
ujian matematika soal perbandingan umur kunci jawaban pembahasan sempoa mojok

Menghitung Perbandingan Umur, Soal Langganan di Ujian Matematika

Apa Betul Arsenal Bisa Hidup Tanpa Arsene Wenger? MOJOK.CO

Arsenal dan Thierry Henry Menciptakan Blueprint untuk Generasi Muda Menggapai Cita-Cita

Pekerjaan Rumah Tangga Mengubah Pandangan Saya terhadap Perempuan terminal mojok.co

Tips Mencuci Piring yang Benar biar Nggak Buang-buang Waktu



Terpopuler Sepekan

3 Alasan Universitas Terbuka Punya Ospek Terbaik (Unsplash) ospek jurusan

Ospek Jurusan Itu Sama Sekali Nggak Penting, dan Ini Serius

oleh Nurul Fauziah
19 September 2023

Situ Gintung Titik Pacaran dan Mesum di Tangerang Selatan (Unsplash)

Situ Gintung di Tangerang Selatan: Siang Menjadi Titik Kumpul Mahasiswa, Malam Tempat Mesum

oleh Saar Ailarang Abdullah
20 September 2023

20 Bahasa Gaul Makassar yang Bisa Kamu Pelajari biar Makin Akrab dengan Anak Muda Makassar

20 Bahasa Gaul Makassar yang Bisa Kamu Pelajari biar Makin Akrab dengan Anak Muda Makassar

oleh Mukarramah Aliah
24 September 2023

Bedak Viva Sachet: Bedak Seribuan yang Multifungsi

Bedak Viva Sachet: Bedak Seribuan yang Multifungsi

oleh Siti Karomah Puspita Dewi
23 September 2023

Suzuki APV, Mobil Serbaguna yang Siap Diajak Rekasa

Dikasih Sekalipun, Saya Tetap Nggak Mau Punya Suzuki APV, Apa Bedanya sama Gerobak Dikasih Mesin?

oleh Yanuar Abdillah Setiadi
18 September 2023

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=UYaA2xiqS2A

DARI MOJOK

  • Pawang Hujan yang Diminta Menghentikan Sunset dan Permintaan-permintaan Aneh Pengguna Jasanya
  • Anies dan Cak Imin Perkenalkan Badan Pemenangan AMIN, Siapa Saja Anggotanya?
  • Sejarah Jalur Pantura, Ada Sejak Mataram Islam yang Tumbalkan Nyawa Ribuan Pribumi di Masa Belanda
  • Semalam Menang Judi Slot Rp17 Juta, tapi Aku Pilih Berhenti Selamanya
  • Mengenal Universitas Budi Luhur: Profil, Sejarah, dan Program Studi
  • Dilema Sarjana Sastra Indonesia: Mau Jadi Apa?
ADVERTISEMENT
  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Newsletters
DMCA.com Protection Status

© 2023 Mojok.co - All Rights Reserved .

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Login
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Gaya Hidup
    • Sapa Mantan
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Hewani
    • Kecantikan
    • Nabati
    • Olahraga
    • Otomotif
    • Personality
  • Pojok Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Acara TV
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Tiktok
  • Politik
  • Kesehatan
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2023 Mojok.co - All Rights Reserved .

Halo, Gaes!

atau

Masuk ke akunmu di bawah ini

Lupa Password?

Lupa Password

Silakan masukkan nama pengguna atau alamat email Anda untuk mengatur ulang kata sandi Anda.

Masuk!