Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Proker KKN Bikin Jamu, Program Mahasiswa KKN Paling Nggak Berguna di Gunungkidul

Jevi Adhi Nugraha oleh Jevi Adhi Nugraha
13 Januari 2024
A A
Proker KKN Bikin Jamu, Program Mahasiswa KKN Paling Nggak Berguna di Gunungkidul Mojok.co

Proker KKN Bikin Jamu, Program Mahasiswa KKN Paling Nggak Berguna di Gunungkidul (unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Proker KKN sosialisasi pembuatan jamu di sentra penjual jamu Gunungkidul sama halnya menggarami lautan, alias sia-sia dan nggak guna. 

Sepanjang 2023 sudah nggak terhitung berapa banyak mahasiswa KKN yang diterjunkan di tanah kelahiran saya, Gunungkidul. Rata-rata mahasiswa melakukan pengabdian masyarakat selama satu bulan. Sebagai anggota resmi karang taruna yang tinggal di pelosok desa, tentu saya menyambut mereka dengan antusias, ikhlas, dan riang gembira.

Akan tetapi, di balik kebahagiaan menerima teman-teman baru, kadang ada perasaan gundah yang melesat tiba-tiba di sanubari. Perasaan itu muncul ketika melihat program kerja alias proker KKN yang dari tahun ke tahun cuma itu-itu saja. Rasa-rasanya ingin sekali saya memaklumi, tapi kalau terjadi secara terus-menerus kok ya bosan juga.

Dari sekian banyak proker yang dilakukan para mahasiswa KKN di kampung saya, ada satu program yang sampai sekarang sulit saya lupakan. Proker itu bertajuk “proses pembuatan jamu dan manfaatnya bagi kesehatan.” Ya, mereka menyalakan proyektor di balai warga dan menerangkan resep bikin jamu di hadapan puluhan orang dusun, yang mayoritas ibu-ibu PKK.

Sekilas, program itu memang terkesan back to nature dan amat sangat menjunjung tinggi lokalitas. Tapi, apa jadinya ketika proker itu diselenggarakan di kampung yang notabene sentra penjual jamu? Bagaimana reaksi para pelaku jamu itu mendengar pemaparan mahasiswa terkait proses pembuatan minuman herbal itu?

Sruput beras kencurnya, mari mengupas tuntas proker KKN yang sia-sia ini.

Proker KKN yang sangat menggurui

Sebagai manusia yang tumbuh besar di pedesaan, sejak kecil saya sudah amat sangat akrab dengan jamu. Ketika jatuh sakit seperti demam misalnya, hal pertama yang dilakukan orang tua bukan membawa saya ke Puskesmas. Orang tua saya justru mencari rimpang di sekitar rumah, lalu membuat jamu herbal. Kebiasaan ini sampai sekarang alhamdulilah masih lestari di keluarga saya.

Artinya, tradisi membuat jamu sebagai pengobatan herbal di kampung saya sudah berlangsung cukup lama dan terjadi secara turun-temurun. Begitu juga yang dialami kawan-kawan saya yang hidup di Gunungkidul, semua (nyaris) sepakat mengatakan bahwa minum jamu adalah kebiasaan sejak kecil yang sekarang masih (tetap) dilakukan. Bahkan, rata-rata dari mereka juga paham betul dengan khasiat dari beragam jenis rimpang tersebut.

Baca Juga:

5 Hal yang Bikin Saya Kaget Waktu KKN di Madiun

KKN di Bulan Agustus Itu Anugerah Sekaligus Musibah: Gara-gara Proposal Agustusan, Akhir KKN Serasa di Neraka

Jadi, menurut saya, membuat proker KKN sosialisasi pembuatan jamu herbal di pedesaan itu sungguh-sungguh kurang tepat dan cenderung tidak masuk akal. Bisa-bisanya mahasiswa KKN dengan jurusan yang nggak ada hubungannya sama sekali dengan dunia jamu, kok ya percaya diri membuat proker perjamuan. Proker disajikan dihadapan warga yang sudah khatam dan mengamalkan nilai-nilai perjamuan di kampungnya lagi. Sungguh menggemaskan.

Sebagai manusia yang beradab, warga desa hanya bisa mengangguk-anggukan kepala sambil berbisik-bisik, “Halah paling-paling mereka kalau demam juga beli Ultraflu di warung, Bu.”

Terus terang, saya nggak sepenuhnya menyalahkan mereka dan justru kadang kasihan melihat teman-teman mahasiswa KKN. Tanpa bekal yang memadai, mereka acap membuat program kerja yang sama sekali nggak ada hubungan dengan prodinya. Ketika sudah sampai di lapangan, mereka harus belajar ulang dari nol.

Contohnya mahasiswa KKN yang bikin proker jamu tadi. Ketika saya menanyakan dapat ilmu dari mana terkait proses pembuatan jamu itu, sambil tertawa mereka menjawab dari YouTube. Sesuai prediksi. Saya tahu betul, mereka nggak mampu menghadirkan pakar jamu karena anggaran dari kampus hanya cukup buat beli bensin selama KKN. Menyedihkan.

Tanpa observasi dan menjalin komunikasi dengan warga, program sudah pasti sia-sia

Sebagai mahasiswa yang hadir di suatu desa, sudah seharusnya mereka pandai membaca situasi di tempat mereka mengadakan kegiatan. Membaca situasi ini bisa dibantu dengan berkonsultasi terlebih dahulu dengan tokoh masyarakat setempat. Mahasiswa KKN hanya akan dicap sebagai manusia yang suka mengada-ada dan cenderung menggurui. Ibaratnya, mereka hanya menabur segenggam garam di tengah lautan, sia-sia!

Mungkin ada yang berkomentar, para mahasiswa kan nggak cuma  sosialisasi proses pembuatannya saja, tetapi juga teknik pemasaran? Bukankah ini penting disampaikan ke warga masyarakat?

Saya nggak menyalahkan sosialisasi proses pembuatan jamu ya. Saya lebih mempertanyakan para mahasiswa KKN yang kurang bisa membaca situasi dan kondisi masyarakat. Sebelum memutuskan membuat proker, alangkah bijaknya kalau mau mendengar keluh-kesah warga terlebih dahulu. Dengan begitunya, nanti mahasiswa KKN bisa mengerucutkan program terbaik buat masyarakat. Saya yakin, meski nggak muluk-muluk, asal tepat sasaran bakal berdampak baik buat masyarakat.

Lagian di kampung saya sendiri sudah ada lebih dari dua orang yang jualan jamu. Bahkan, anak-anaknya juga sudah membantu mempromosikan produk  di media sosial mereka. Bukankah ini jadi bukti kalau masih banyak mahasiswa KKN yang kurang observasi? Bikin proker pembuatan jamu kok di sentra penjual jamu, piye logikane?

KKN cuma jadi ajang pindah kos-kosan berkedok pengabdian!

Saya paham betul menjadi mahasiswa KKN memang amat sangat tidak mudah. Kita semua tahu, kadang ilmu yang didapat di kampus kurang nyambung dengan kehidupan masyarakat. Banyak masalah di lingkungan sekitar yang sama sekali nggak tersentuh selama duduk di bangku kuliah.

Akibatnya, ketika harus menghadapi orang-orang desa, mahasiswa terpaksa harus menjadi makhluk jadi-jadian yang bertopeng sepanjang KKN. Mahasiswa jurusan filsafat (terpaksa) bikin proker pembuatan pupuk kendang, mahasiswa jurusan administrasi bikin proker pengelolaan sampah, dan program-program klasik yang terus diulang-ulang. Begitulah, apa saja dilakukan demi memenuhi syarat kelulusan. Kalau sudah begitu, bukankah KKN cuma jadi ajang pindah kosan berkedok pengabdian?

Proker pembuatan jamu di sentra penjual jamu di Gunungkidul hanya segelintir contoh dari banyaknya kegiatan sia-sia yang dilakukan mahasiswa selama KKN. Ini menjadi bukti kalau kampus sudah gagal mencetak agent of change. Boro-boro mau ada perubahan, komunikasi dengan masyarakat saja kadang masih berantakan.

Lagian rata-rata mahasiswa kan sudah menjalankan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) ya? Kok masih disuruh Kuliah Kerja Nyata (KKN) sih, Pak/Bu Rektor? Hesh, daripada buang-buang waktu, mending bubarkan saja kegiatan membingungkan berkedok pengabdian ini. Percayalah, tanpa KKN, warga di pedesaan akan tetap hidup dan nggak bakal mati kelaparan.

Penulis: Jevi Adhi Nugraha
Editor: Kenia Intan 

BACA JUGA  5 Hal yang Nggak Ada di Gunungkidul tapi Sering Dicari Wisatawan

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 13 Januari 2024 oleh

Tags: KKNKKN Gunungkidulmahasiswa KKNProker KKN
Jevi Adhi Nugraha

Jevi Adhi Nugraha

Lulusan S1 Ilmu Kesejahteraan Sosial UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berdomisili di Gunungkidul.

ArtikelTerkait

Pengalaman Bertahan Hidup Selama KKN dengan Iuran Rp300 Ribu: Proker Bisa Tetap Jalan meski Dompet Pas-pasan

Pengalaman Bertahan Hidup Selama KKN dengan Iuran Rp300 Ribu: Proker Bisa Tetap Jalan meski Dompet Pas-pasan

25 Agustus 2025
jurusan bahasa dan sastra

Jurusan Bahasa dan Sastra yang Selalu “Ditodong”, Lalu Dipinggirkan

6 Agustus 2019
ecobrick mojok

Pengalaman Membuat Ecobrick: Ekspektasinya A, Hasilnya Z

25 Juli 2020
Acara Trans7 yang Makin Mirip Budaya KKN (Unsplash)

Acara Trans7 Yang Makin Mirip Budaya KKN

14 Februari 2023
KKN itu Pengabdian Masyarakat, Bukan Menjilat Kelurahan (Unsplash) mahasiswa KKN, KKN di kota

Mahasiswa KKN Itu Hanyalah Manusia Biasa yang Sedang Belajar, Bukan Juru Selamat yang (Bisa) Menyelesaikan Masalah Desa Kalian!

25 Juli 2024
5 Tips KKN di Demak dari Pemuda Setempat (Unsplash)

5 Tips KKN di Demak dari Pemuda Setempat yang Prihatin Melihat Ada Mahasiswa Diusir Warga

1 Agustus 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

4 Desember 2025
Dosen yang Cancel Kelas Dadakan Itu Sungguh Kekanak-kanakan dan Harus Segera Bertobat!

Dosen yang Cancel Kelas Dadakan Itu Sungguh Kekanak-kanakan dan Harus Segera Bertobat!

3 Desember 2025
8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah (Unsplash)

8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah

3 Desember 2025
4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop Mojok.co

4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop

4 Desember 2025
Angka Pengangguran di Karawang Tinggi dan Menjadi ironi Industri (Unsplash) Malang

Ketika Malang Sudah Menghadirkan TransJatim, Karawang Masih Santai-santai Saja, padahal Transum Adalah Hak Warga!

29 November 2025
Ketika Warga Sleman Dihantui Jalan Rusak dan Trotoar Berbahaya (Unsplash)

Boleh Saja Menata Ulang Pedestrian, tapi Pemerintah Sleman Jangan Lupakan Jalan Rusak dan Trotoar Tidak Layak yang Membahayakan Warganya

3 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.