PPT isinya kok kayak makalah? Udah gitu dibaca pula.
Bagi mahasiswa, presentasi itu makanan sehari-hari mereka. Tentu saja bentukannya bukan seperti seblak, ayam geprek, atau mi instan. Dalam dunia perkuliahan, presentasi merupakan ajang pembuktian bagi mahasiswa yang telah menguasai materinya sekaligus sebagai pengantar menuju diskusi di setiap pertemuan.
Namun sayangnya, hal itu jarang sekali dilakukan oleh sebagian kawan saya yang mahasiswa. Bukan karena mereka nggak mau presentasi, melainkan mereka ini malah mengajari saya dan kawan lainnya untuk belajar membaca alih-alih presentasi.
Bayangkan, gimana ceritanya anak muda yang digadang-gadang akan membawa perubahan, tapi malah diperlakukan seperti anak TK sama kawannya sendiri?!
Bukan hal yang mustahil, begini ceritanya.
Daftar Isi
PPT seperti makalah dalam bentuk lite
Momen mengajari membaca itu dilakukannya ketika menggunakan PowerPoint alias PPT sebagai medium presentasi. Lazimnya, PPT itu kan berisi poin-poinnya saja ya, tapi agak lain dengan mahasiswa tukang ngajari cara membaca ini. Mereka membikin PPT bak makalah, jurnal, ataupun buku yang isinya buuuanyaaak sekali kata-kata untuk dibaca. Yah, kira-kira isi di setiap slide-nya setara dengan 250 kata.
Konyol? Ya memang itu faktanya.
Iya, saya tahu kalau kekonyolan itu akibat cuma copy paste materi di jurnal atau sumber lain tanpa mau memparafrase. Tapi mbok ya mikir, setidaknya kalau nggak mau memparafrase, pelajari dikit-dikit lah (walaupun saya nggak menganjurkan ini). Biar dosa akibat mengorupsi tulisan orang itu nggak besar-besar amat.
Ingat kata pepatah: karakter itu terbentuk karena kebiasaan. Jadi, jangan mimpi jadi agen perubahan kalau dirinya sendiri sedari mahasiswa karakternya sudah korup.
Presentasi yang menjatuhkan harga diri pendengarnya
Setelah mengubah PPT menjadi makalah versi lite, para mahasiswa ini kemudian membaca semua isinya alih-alih presentasi. Membacanya pun sama sekali nggak ramah kuping; udah terbata-bata, bunyi nadanya pun nggak karuan. Persis sekali seperti anak TK yang baru belajar membaca.
Sejujurnya saya nggak begitu masalah dengan cara mereka membaca. Tetapi yang membuat saya jengkel adalah mereka sama sekali nggak menghadap ke saya dan kawan-kawan yang lain ketika membaca isi PPT. Ujug-ujug setelah membaca PPT, mereka berucap, “Baik, mungkin itu saja dari saya, silakan kalau kawan-kawan mau bertanya.”
Apa maksudnya gitu, lho? Kita ini sebenarnya disuruh menyimak materi, atau menyimak orang yang lagi belajar membaca?
Kalau disuruh menyimak materi, ya dari awal nggak usah dibacakan. Kita ini sudah mahasiswa, bukan anak TK yang perlu dibacakan dulu biar paham. Dari sinilah saya jengkel karena merasa direndahkan.
Okelah kalau misalnya benar-benar terpaksa harus membaca. Tapi setidaknya sesekali itu ya menghadap ke audiens. Biar keberadaan kami ini dianggap walaupun sebagai orang yang secara sukarela menyimak mahasiswa belajar membaca. Terlebih lagi, coba sebelum presentasi itu belajar mengatur nada dulu, biar sekalipun materi yang disampaikan dengan cara membaca itu tetap tersampaikan.
Diskusi akhirnya sekadar formalitas
Karena materi yang dibawakan dibacakan nggak tersampaikan, alhasil diskusi yang terjadi pun sebatas formalitas, biar dosen nggak marah-marah atau biar ruang kelas nggak terasa seperti tempat mistis.
Pertanyaan yang terlontar pun sama sekali nggak berbobot. Ini bukan berarti saya sok pintar, tapi dalam arti yang lain, pertanyaanya itu biasanya sekadar, “Apa yang dimaksud ini? Apa saja ciri-ciri dari ini? Bisa tolong jelaskan lagi materi yang ini?” Ya, pertanyaan-pertanyaan yang sebetulnya nggak perlu dipertanyaakan karena bisa dicari di Google.
Saya bukan merendahkan yang bertanya demikian, tetapi itulah akibat dari penyaji yang cuma membaca secara terbata-bata dengan nada yang nggak karuan. Sebab, siapa yang bisa memahami materi dengan cara mendengar orang yang sebenarnya orang itu sendiri bukan hanya nggak paham materinya, melainkan juga nggak paham cara membacanya.
Mumpung masih mahasiswa, nggak masalah kalau salah
Setelah saya pikir-pikir, persoalan mahasiswa semacam itu sebenarnya disebabkan antara lain oleh dua hal. Yang pertama tentu saja kemalasan. Saya bukan titisan Pak Mario, jadi nggak tahu hendak memotivasi bagaimana biar kawan-kawan mahasiswa ini bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan UKT yang telah dibayarkan.
Tapi saya yakin, sedikit banyak mereka ini pasti pernah melawan rasa malasnya. Hanya saja saat mereka belajar, khususnya ketika presentasi, mereka takut salah karena perasaan inferior, baik dari dosen maupun mahasiswa lainnya. Alhasil, kembalilah rasa malas itu dan bersemayamlah belajar membaca berkedok presentasi.
Wahai mahasiswa, nggak usah takut salah. Mumpung masih mahasiswa, nggak ada masalah kalau kita di dalam kelas melakukan kesalahan. Justru akan jadi masalah kalau kita menginginkan kebenaran tanpa mau mengalami kesalahan.
Penulis: Achmad Fauzan Syaikhoni
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 4 Aplikasi selain Power Point yang Bikin Presentasi Jadi Menarik.