Bicara soal gaji, barangkali kebanyakan pekerja akan sepakat bahwa, sifatnya adalah mutlak rahasia. Tidak perlu diperdebatkan kembali. Termasuk juga slip gaji, yang formatnya bisa berupa soft copy atau hard copy. Bahkan, hampir tiap perusahaan juga mengimbau kepada tiap karyawannya, jangan pernah sekalipun saling menunjukkan slip gaji. Bahaya. Sebab, efek latennya ngeri. Berpotensi terjadi gesekan sekaligus kecemburuan sosial antar-karyawan satu dengan lainnya.
Belum lagi pertanyaan mendasar soal, “Lah, posisi kita sama, deskripsi kerja kita sama, tapi kok gajiku sama gajinya dia beda, sih?”
Itulah kenapa banyak perusahaan atau kepala divisi masing-masing ada kalanya mengingatkan kepada para karyawan, untuk tidak saling memperlihatkan atau membicarakan soal gaji antar-karyawan. Soalnya sensitif banget, Sob.
Namun, perdebatan soal slip gaji bersifat rahasia ini seakan menjadi tidak konsisten saat para karyawan—mungkin juga sebagian di antara kalian—melakukan nego gaji di perusahaan baru, lalu HRD atau User meminta slip gaji sebagai pertimbangan.
Realitasnya, ada yang keberatan dan bersikeras tidak akan memberikan-membagi-menunjukkan slip gaji yang dimiliki—sekaligus mempertahankan konsep rahasia perusahaan. Nggak sedikit juga yang dengan senang hati memberikan slip mereka saat ini—biar lebih mulus dalam proses nego.
Lantas, apakah ada cara yang tepat untuk menyikapi polemik ini? Tentu ada. Namun, sebelumnya, saya pengin sedikit menyinggung terlebih dahulu, kenapa HRD atau User sampai meminta slip kandidat yang sedang diproses saat nego gaji. Sebab, ini bukan hal yang baru di dunia kerja.
Pertama, sebagai pertimbangan berapa besaran gaji yang cocok untuk diberikan kepada calon karyawan. Dalam proses ini, negosiasi akan terus berlangsung hingga mencapai kesepakatan antara calon karyawan dan perusahaan. Sampai akhirnya, finishing berupa gaji dan paket benefit yang didapat tertuang dalam kontrak kerja.
Kedua, untuk background check sekaligus validasi—khususnya perihal berapa besaran yang didapat sebelumnya. Salah satu tujuan karyawan pengin pindah kantor, tak lain dan tak bukan agar bisa naik gaji. Namun, tahukah kamu, nggak sedikit karyawan yang pengin naik gajinya serampangan. Asal request nominal tanpa dasar yang kuat.
Pada praktiknya, HRD atau calon perusahaan biasanya pengin mengetahui juga, berapa gaji yang diterima oleh calon karyawannya. Salah satu validasinya, tentu dari slip gaji sebelumnya. Agar ada penawaran—yang berakhir dengan kesepakatan—pada angka yang sesuai.
Perlu diketahui juga, pada dasarnya, permintaan slip gaji pada saat nego bukan suatu paksaan. Jika merasa keberatan untuk membagikan slip kepada calon perusahaan yang kalian tempati, kalian berhak menolak dengam cara yang baik. Sampaikan alasannya karena apa. Dalam hal ini, asas consent memang diperlukan sebelum secara sadar memperlihatkan slip kepada calon tempat kalian bekerja nantinya.
Memang, sejauh ini belum ada aturan baku atau pakem terhadap penggunaan slip gaji. Paling tidak baru bersifat imbauan atau penekanan bahwa slip ini bersifat confidential. Tidak diperkenankan secara gamblang untuk saling diperlihatkan kepada karyawan yang satu dengan lainnya. Perihal akan mendapat sanksi berupa teguran lisan atau tertulis, tentu akan menjadi kebijakan masing-masing perusahaan.
Namun, apakah hal tersebut juga diberlakukan saat ada kepentingan di luar kantor? Hal ini masih menjadi bahan pertanyaan. Toh, banyak karyawan yang anteng-anteng saja memberikan slip mereka pada saat nego dan sewaktu melakukan pengajuan kredit.
FYI, slip gaji memang bersifat rahasia. Namun, di sisi lain dan ini jauh lebih penting, slip gaji merupakan bagian dari hak karyawan untuk mengetahui besaran yang diterima setiap bulannya. Sebagai wujud transparansi yang diberikan oleh perusahaan. Apakah hak yang diterima sudah sesuai dengan kewajiban yang dikerjakan? Atau justru ada yang perlu segera dievaluasi?
Pada akhirnya, bijak dalam menggunakan slip gaji memang menjadi tanggung jawab masing-masing. Namun, sekali lagi, pergunakan untuk keperluan yang tepat dan/atau menjadi persyaratan wajib untuk kebutuhan tertentu. Dengan catatan, tidak menyalahi aturan atau perjanjian yang sudah disepakati, Sob.
Penulis: Seto Wicaksono
Editor: Rizky Prasetya