Beginilah nasib diajar dosen nggak becus.
Sebenarnya ini bukan pengalaman saya. Cerita ini dialami oleh adik perempuan saya yang terpaut usia setahun lebih muda. Saat ini, kami berdua sama-sama duduk di bangku kuliah. Hanya saja kami menempuh kampus yang berbeda.
Jarak usia yang tidak begitu jauh membuat kami begitu akrab. Dia kerap bercerita tentang banyak hal. Tidak terkecuali mengenai perkuliahannya. Saya yang lebih dahulu mencicipi dunia kuliah kerap relate dengan ceritanya. Kecuali tentang satu hal, dosennya.
Saya tidak bermaksud menjelek-jelekan dosen kampus adik saya ya. Tapi, dari yang dia ceritakan, dosen yang mengajar dia kebanyakan memang aneh. Kadang saya ngebatin dalam hati, “Lho ada ya dosen yang sampai seperti itu?”
Dosen yang mengajar asal-asalan
Banyak cerita soal dosen yang aslinya nggak becus mengajar. Dosen yang terkenal sering membatalkan kelas, mengubah kelas, hingga mengajar membosankan. Di tiap kampus pasti ada saja oknum tenaga pendidikan seperti itu.
Akan tetapi, ada satu cerita adik saya yang membuat saya terheran-heran. Soalnya kocak betul. Kata adik saya, dosen ini adalah pengampu di salah satu mata kuliah yang sering sekali tidak masuk. Tapi, entah kenapa di pekan itu beliau mengonfirmasi akan masuk.
Mengherankannya, ketika beliau masuk, bukannya materi perkuliahan yang diberikan, tapi malah cerita-cerita yang beliau utarakan. Adik saya menjadi lebih heran saat beliau kemudian meminta semua mahasiswanya menirukan suara kuda, ya, suara kuda. Karena memang sebelumnya beliau bercerita tentang pengalamannya bersama kuda. Aneh betul.
Ada juga cerita tentang dosen yang mengampu mata kuliah yang lumayan dikuasai adik saya. Maklum, adik adalah lulusan pesantren yang hafal di luar kepala soal bahasa Arab. Akan tetapi, setelah selesai kelas dosen tersebut, adik saya seakan-akan kehilangan ilmunya. Dia jadi bingung karena si dosen berbelit-belit menjelaskan materi. Tak hanya adik saya saja, sebagian temannya yang juga lulusan pesantren pun mendadak “hilang ingatan” karena keruwetan cara mengajar beliau.
Bertemu tenaga pengajar yang baik hati jadi terasa luar biasa
Seolah tidak cukup sial, adik saya harus menelan kenyataan pahit bahwa data dirinya belum terdaftar di PDDIKTI. Padahal, saat ini dia sudah masuk semester 4 dan teman-temannya sudah terdata.. Saat adik saya meminta keterangan dari bagian TU, jawabannya selalu sama: iya, nanti diproses, mohon ditunggu, dan berbagai jawaban lain.
Sampai akhirnya, data adik saya sudah masuk ke PDDIKTI. Sayang, NIM-nya berbeda dengan yang saat ini. Saat adik saya berusaha menghubungi TU melalui Whatsapp, pesannya hanya di-read saja. Saat ditemui langsung, jawabannya pun solutif.
Sedikit gambaran, soal administrasi, kampus tempat adik saya belajar memang baru setahun ini bergabung jadi universitas. Sebelumnya, masih berstatus Sekolah Tinggi. Itu mengapa, soal administrasi, banyak penyesuaian yang diperlukan.
Untungnya, kebingungan itu tidak berlangsung lama. Seorang dosen yang sedang mengurus data mahasiswa mendatangi adik saya. Beliau menjelaskan teknis dan migrasi dengan nada menenangkan. Akhirnya, masalah data adik saya sudah tampak hilalnya. Adik saya senang bukan main sekaligus kaget kok ada ya dosen yang komunikatif, solutif, dan sebaik itu.
Bare minimum sebagai tenaga pengajar
Saya memahami kekagumannya. Sebab, selama ini dia selalu berjumpa dengan dosen yang judes dan nggak jelas. Sekalinya ada dosen yang komunikatif dan baik hati dia langsung terheran-heran.
Padahal, kalau dipikir-pikir lagi, komunikatif dan solutif adalah bare minimum seseorang untuk menjadi seorang dosen. Tidak hanya dosen sih, pekerjaan lain juga perlu dua kemampuan itu. Saya jadi bertanya-tanya, seberapa buruk dosen-dosen yang mengajar adiknya.
Di sini, saya sengaja tidak mencantumkan nama kota dan lembaga untuk menjaga nama baik lembaga tempat adik saya belajar. Namun, di sisi lain, saya juga ingin kampus adik saya, maupun kampus lain di mana saja berada segera berbenah dari segala sisi. Baik sisi administratif maupun sisi pengajar agar mahasiswa bisa belajar dengan baik.
Penulis: Rifqi Maulana Hanif
Editor: Kenia Intam
BACA JUGA Alasan Saya Tetap Mau Jadi Dosen Muhammadiyah walau Tahu Hidupnya Bakal Susah.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















