Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Membedah Komponen-komponen dalam Keanekaragaman Sate Padang

Dessy Liestiyani oleh Dessy Liestiyani
13 Mei 2021
A A
Membedah Komponen-komponen dalam Keanekaragaman Sate Padang terminal mojok
Share on FacebookShare on Twitter

Suatu saat mungkin kalian pernah makan sate padang yang berbeda-beda, baik dari warna kuah maupun racikan dagingnya. Perbedaan ini bukan karena penjualnya sok-sokan mau berinovasi supaya dibilang out of the box. Nggak gitu. Akan tetapi, masakan yang kadang bikin bibir dower dan perut panas saking pedesnya ini memang banyak ragamnya.

Delapan tahun tinggal di kota Bukittinggi, Sumatra Barat, membuat saya berkesempatan mengenal berbagai jenis sate padang. Jadi, kalau selama ini tahunya sate padang “penampakannya” berupa potongan daging sapi yang ditusuk dan banjir kuah kuning kental saja, bisa dipastikan saya dan Anda sekalian memang kurang gaul!

Setelah icip-icip sana-sini, saya mengamati beberapa hal dari beragamnya masakan sate padang, wabilkhusus yang saya jumpai di kota ini. Mari kita bedah komponennya satu persatu.

#1 Kuah

Kuah sate padang yang sering dijumpai umumnya bertekstur kental dan berwarna kuning terang atau agak cokelat. Sate padang dengan kuah kuning ini berasal dari daerah Padang Panjang, dikenal juga dengan nama Sate Darek. Warna kuning dihasilkan dari penggunaan bahan kunyit yang cukup banyak. Dari pengalaman, sekalinya kuah kuning ini nyiprat ke baju, siap-siap nangis aja, deh. Susah bener hilangin nodanya!

Nggak hanya berwarna kuning, ada juga sate padang dengan kuah berwarna merah/oranye. Sate padang kuah merah ini merupakan kulineran khas daerah Pariaman. Penggunaan cabai yang banyak membuat kuah merahnya sukses menjadi spot perhatian. Buat kalian yang nggak terlalu suka pedas, saya sarankan untuk mundur teratur.

Ada juga yang kuahnya berwarna cokelat atau kadang sedikit kehijauan. Kalau ini namanya Sate Danguang-Danguang, dari daerah Payakumbuh. Yang saya tahu, kuah sate ini ada campuran “bumbu India”-nya. Kadang digunakan juga cabai hijau atau labu. Apa itu “bumbu india” yang dimaksud? Sayangnya si abang sate nggak mau kasih tahu. Haaa…!

Baik kuah kuning, cokelat, ataupun merah, awalnya saya pikir yang namanya sate padang, ya cita rasa kuahnya seperti itu. Pedas, gurih, dan kental. Namun di sini saya juga mengenal bahwa sate padang nggak identik dengan kuah yang sangat kaya rempah itu. Di beberapa tempat, pembeli boleh memilih satenya mau “diguyur” pakai kuah kuning atau kuah kacang. Kuah kacang maksudnya bumbu kacang selayaknya bumbu gado-gado/pecel tanpa kencur. Cuma dari yang pernah saya coba, kuah kacang ini teksturnya agak sedikit encer.

Mau yang antimainstream? Campur saja kuah kuning dan kuah kacangnya. Buat yang nggak biasa mungkin terdengar aneh dan “nggak nyambung” halooo? Tapi, di sini sepertinya sudah biasa menyantap sate dengan campuran kuah tersebut. Rasanya tuh seperti “kuah kuning + kuah kacang = kuah kacang kuning”. Nah, silakan dibayangkan sendiri rasanya (monmaap, kalau saya sih nggak doyan).

Baca Juga:

Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

5 Hal Menyebalkan di Purwokerto yang Bikin Wisatawan Mikir Dua Kali sebelum Berkunjung

#2 Daging

Sate padang umumnya berupa potongan daging atau lidah sapi. Ada juga yang berupa “jeroan” jantung atau usus sapi. Sate padang jeroan ini biasanya justru lebih sering saya jumpai di pasar atau gerobak sate pinggir jalan. Kalau sate padang ala restoran biasanya hanya berupa potongan daging atau lidah sapi itu saja.

Baik daging, lidah, atau jeroan, umumnya diolah terlebih dahulu dengan berbagai rempah dan bumbu. Pantesan makan sate padang itu enak banget, lha yang dibumbuin lengkap nggak cuma kuahnya saja, tapi daging satenya juga nggak kalah royal dengan bumbu.

Untuk masalah perdagingan di sate ini, menurut saya sate danguang-danguang yang paling enak. Salah satu ciri khasnya adalah daging satenya dilumuri parutan kelapa. Dimakan begitu saja tanpa bumbu juga sudah enak banget gila!

Sate padang memang umumnya menggunakan daging sapi. Tapi di sini saya “kenalan” sama masakan sate padang yang menggunakan potongan daging ayam, bahkan ceker. Saya yakin abang satenya sudah terdisrupsi oleh serangan ceker setan yang mewabah di mana-mana. Atau dari awal blio bingung, mau jualan sate padang atau jualan ceker, ya? Akhirnya diputuskan untuk digabung sajalah demi memenuhi selera pasar dan ambisi pribadi.

#3 Penyajian

Baru di sini saya sadar bahwa dalam satu porsi, jumlah sate padang yang disajikan nggak lebih dari delapan tusuk. Bisa lima, enam, atau tujuh tusuk dalam satu porsi.

Sebagai mantan warga Jakarta yang biasa makan sate 10 tusuk per porsi, tentunya realita ini sungguh membagongkan. Sepertinya kurang, tapi kalau nambah sate nanti mengacaukan perhitungan harga per porsinya. Tambahan lagi, di sini biasanya kalau mau “nambah” itu bukan nambah sate, tapi nambah katupek (ketupat) dan disiram kuah kuningnya. Laaah, buat saya yang kurang itu proteinnya, bukan karbohidrat!

Tiba-tiba saya merasa de javu. Teringat sebungkus nasi padang yang biasanya berupa nasi yang sangat banyak, namun lauknya cuma satu biji itu. Mungkin warga Sumbar memang terbiasa memprioritaskan karbohidrat daripada protein.

Tetapi, suatu saat saya pernah menyambangi kedai yang menyajikan sate padang dengan cara yang berbeda. Masing-masing pembeli diberikan satu porsi piring berisi katupek yang telah disiram kuah. Satenya sendiri ditempatkan dalam piring berbeda dan nggak disiram kuah. Nggak mau kalah sama soto ayam yang nasi karbohidratnya bisa dipisah.

Bentuk penyajian ini yang sebenarnya paling menggugah selera, namun paling bahaya untuk “kesehatan” dompet. Gimana nggak bahaya melihat puluhan sate siap santap di depan mata? Sudah habis lima belas tusuk, tetap saja tangan masih gerilya ngambil tiga tusuk lagi. Efeknya bisa ditebak, perut jadi buncit sementara dompet kurus kering.

Walaupun beraneka ragam, ada dua hal yang menyatukan cita rasa per-sate-an padang ini. Yang pertama karupuak lado (keripik singkong pedas), dan yang kedua adalah karupuak jangek (kerupuk kulit). Ya, walaupun berbeda-beda warna kuah, jenis daging, maupun penyajiannya, menyantap sate padang sejatinya nggak lengkap tanpa salah satu mereka. Biasanya, salah satu atau kedua karupuak (kerupuk/keripik) ini selalu tersedia baik di kedai, restoran, maupun gerobak dorong.

Kalau saya lebih suka pakai karupuak jangek, karena nggak menambah rasa pedas dalam hidangan. Apalagi di sini tersedia karupuak jangek “jumbo”, seukuran telapak tangan orang dewasa! Yang punya penyakit asam urat atau kolesterol-an, mending minggir melipir. Paling nggak, begitulah hasil jajan riset saya selama ini.

Sumber Gambar: YouTube DAPURSICONGOK

BACA JUGA Pengalaman Menikmati Empuk dan Gurihnya Sate Kuda dan tulisan Dessy Liestiyani lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 13 Mei 2021 oleh

Tags: Kulinerkuliner nusantaramasakan padangsate padang
Dessy Liestiyani

Dessy Liestiyani

Wiraswasta, mantan kru televisi, penikmat musik dan film.

ArtikelTerkait

5 Kuliner Tulungagung yang Sulit Dijumpai di Daerah Lain, sekalipun Ada Rasanya Beda Mojok.co

5 Kuliner Tulungagung yang Sulit Dijumpai di Daerah Lain, sekalipun Ada Rasanya Beda

9 Oktober 2025
5 Kesalahan ketika Makan Nasi Padang yang Sering Dilakukan Orang Mojok.co

5 Kesalahan yang Sering Dilakukan Orang ketika Makan Nasi Padang

27 September 2024
Menu Nikmat Warisan Zaman Pra-Rice Cooker: Kerak Nasi, Ikan Asin, Sambal Terasi mojok.co

Menu Nikmat Warisan Zaman Pra-Rice Cooker: Kerak Nasi, Ikan Asin, Sambal Terasi

23 Februari 2021
indomie

Menobatkan Diri Sebagai Penyuka Indomie Itu Tidak Sulit

2 Agustus 2019
gorengan

Kelakuan Para Pembeli Gorengan: Lain yang Dipegang, Lain Pula yang Dibeli

29 Agustus 2019
Resep Membuat Nasi Goreng agar Rasanya Mirip dengan yang Dimasak Abang-abang Penjual Nasgor Mojok.co

Resep Membuat Nasi Goreng agar Rasanya Mirip dengan yang Dimasak Abang-abang Penjual Nasgor

4 November 2025
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

20 Desember 2025
Toyota Vios, Mobil Andal yang Terjebak Label "Mobil Taksi"

Panduan Membeli Toyota Vios Bekas: Ini Ciri-Ciri Vios Bekas Taxi yang Wajib Diketahui!

18 Desember 2025
Mio Soul GT Motor Yamaha yang Irit, Murah, dan Timeless (Unsplash) yamaha mx king, jupiter mx 135 yamaha vega zr yamaha byson yamaha soul

Yamaha Soul Karbu 113 cc: Harga Seken 3 Jutaan, tapi Konsumsi BBM Bikin Nyesek

17 Desember 2025
Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

17 Desember 2025
Lumajang Bikin Sinting. Slow Living? Malah Tambah Pusing (Unsplash)

Lumajang Sangat Tidak Cocok Jadi Tempat Slow Living: Niat Ngilangin Pusing dapatnya Malah Sinting

19 Desember 2025
Nasib Sarjana Musik di Situbondo: Jadi Tukang Sayur, Bukan Beethoven

Nasib Sarjana Musik di Situbondo: Jadi Tukang Sayur, Bukan Beethoven

17 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Liburan Nataru di Solo Safari: Ada “Safari Christmas Joy” yang Bakal Manjakan Pengunjung dengan Beragam Sensasi
  • Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik
  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”
  • Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah
  • Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia
  • Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.