Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Ki Seno Nugroho, Dalang yang Bikin Milenial Gandrung dengan Wayang

Aly Reza oleh Aly Reza
7 September 2020
A A
Pandawa Adalah Simbol Yin-Yang, Mengajarkan Keseimbangan dalam Diri Manusia terminal mojok.co

Pandawa Adalah Simbol Yin-Yang, Mengajarkan Keseimbangan dalam Diri Manusia terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Seingat saya, pertama kali saya nonton wayang itu belasan tahun lalu—kira-kira pas saya masih kelas 6 SD lah—ketika berlibur di rumah pakde di Madiun. Kala itu belum kenal sama Ki Seno Nugroho. Bahkan ittu momen kebetulan, karena memang sudah sejak lama saya memendam rasa penasaran, sebenarnya gimana tho, wujud dari pentas pakeliran itu?

Sebab dari buku “Kisah Wali Songo” yang pernah saya baca, wayang merupakan salah satu media dakwah yang digunakan oleh Sunan Kalijaga dan tercatat cukup ampuh untuk membuat masyarakat Jawa tertarik dengan ajaran Islam.

Lebih-lebih dari pelajaran bahasa Jawa di sekolahan, Bu Guru juga pernah menerangkan bahwa, kesenian wayang kulit memuat piwulang luhur yang sangat dalam untuk tuntunan hidup. Persis seperti yang sering diucapkan para dalang, “Wayang iku ora mung kanggo tontonan, nanging yo kudu dadi tuntunan (Wayang itu bukan hanya sekadar buat tontonan, tapi juga harus jadi tuntunan).”

Atas dasar ingatan-ingatan tersebut, malam itu saya sangat antusias menyambut tawaran pakde untuk nonton pagelaran wayang kulit.

Eh belum ada satu jam menyimak, tiba-tiba saya malah jadi nggak mood babar blas. Saya sudah kehilangan semangat dan antusiasme seperti sebelum berangkat tadi. Alhasil, saya lebih memilih tidur.

Begini, bagi saya yang beda generasi dengan pakde, bahasa yang digunakan mbah dalang sangat sukar buat saya pahami (karena keseluruhan menggunakan bahasa Jawa kuna). Ini yang bikin saya bosan dan ngantuk. Hla wong nggak paham, je.

Waktu kuliah, saya sempat membuat survei ala kadarnya dengan salah satu kawan saya atas pagelaran wayang kecil-kecilan yang kami tonton di gedung kesenian.

Hasilnya hampir sama dengan yang pernah saya alami, baru sebentar kawan saya ini sudah geger ngajak bubaran. Alasannya, alur ceritanya boseni banget, monoton, dan bikin boring.

Baca Juga:

4 Salah Kaprah Jurusan Sejarah yang Terlanjur Melekat dan Dipercaya Banyak Orang

Dari Sekian Banyak Jurusan Pendidikan, Pendidikan Sejarah Adalah Jurusan yang Tidak Terlalu Berguna

Berhubung saya dari jurusan sejarah, saya kemudian iseng membuat analisa, sebenarnya model pakeliran di zaman Sunan Kalijaga itu kayak gimana, tho?

Ketemu dua asumsi. Pertama, saya curiga, jangan-jangan Sunan Kalijaga tidak menggunakan bahasa Jawa kuna murni, alias menggunakan bahasa yang bisa dipahami oleh banyak kalangan, bahasa ngoko biasa. Mestinya juga ditambah dengan improvisasi cerita dan selipan banyolan biar nggak terkesan monoton dan spaneng. Kalau nggak begitu, nggak mungkin bisa menarik minat masyarakat yang rata-rata dari kalangan menengah ke bawah. Sebab, asumsi saya, bahasa Jawa kuna terlampau elitis jika digunakan untuk komunikasi antar kawula cilik.

Kedua, mungkin saja menggunakan bahasa Jawa kuna dan masyarakat luas bisa memahaminya. Karena toh bahasa Jawa kuna menjadi bahasa komunikasi pada masa tersebut.

Namun, yang perlu dicatat, bukan berarti kerana wayang zaman itu menggunakan bahasa Jawa kuna, lantas wayangan jaman sekarang harus menerapkan hal yang sama persis. Sebab, Sunan Kalijaga sendiri pernah dawuh, “Jadi orang itu harus alarasaning ilining banyu.” Harus mengalir seperti air yang bisa menyesuaikan tempat yang dilalui atau wadah yang didiami. Dengan kata lain, harus mengikuti arus zaman yang bisa berubah sewaktu-waktu.

Apabila merujuk asumsi yang kedua, maka wayangan zaman sekarang mestinya nggak harus sama dengan model zaman dulu. Baik dari segi bahasa, penokohan, alur cerita, dan lain-lain. Wayang zaman sekarang baiknya menggunakan model yang kompatibel. Gampangnya, menggunakan konsep yang agak milenialistis jika memang bertujuan untuk menumbuhkan kecintaan generasi muda terhadap budaya leluhur.

Nah menurut saya, hadirnya Ki Dalang Seno Nugroho—dalang fenomenal asal Bantul, Yogyakarta—itu sudah cukup jadi jawaban.

Nggak seperti dalang pada umumnya, Ki Seno merupakan salah satu dalang yang berani mendobrak pakem yang sudah bertahun-tahun jadi acuan dalam dunia pakeliran. Ki Seno bener-bener jadi gambaran dalang yang mengamalkan pitutur dari empunya wayang kulit, Kanjeng Sunan Kalijaga, perihal harus jadi orang yang alarasaning ilining banyu tadi.

Jadi bukan hanya sekadar terampil memainkan wayang di papan kelir, bahasa yang digunakan Ki Seno juga nggak saklek pakai bahasa Jawa kuna, melainkan dicampur—dan memberi porsi lebih banyak—dengan bahasa sehari-hari sehingga terkesan agak kekinian.

Dalang edan Sudjiwo Tedjo saja mengakui bahwa, Ki Seno adalah sosok dalang yang sangat kreatif, kaya imajinasi, pandai mengimprovisasi cerita, dan terkenal luas wawasannya. Sehingga nggak jarang lelakon yang dibawakan Ki Seno amat sangat nggak umum dengan lelakon yang sudah jadi referensi baku para dalang.

Beda jauh dengan dalang-dalang pada umumnya, Ki Seno kadangkala juga mencampuradukkan cerita yang dibawakan dengan isu-isu atau peristiwa yang lagi viral. Sehingga terasa sangat relate dengan kehidupan sehari-hari.

Wujud ketidakumuman Ki Seno bisa juga dilihat dari caranya memeragakan antar tokoh. Misalnya, mainstream-nya tokoh-tokoh sekaliber Bathara Guru, Arjuna, Baladewa, dan dedengkot-dedengkotnya itu kan sakral, gagah, dan penuh wibawa. Lah di tangan Ki Seno, tokoh-tokoh tersebut bisa diubah jadi tokoh yang bisa menimbulkan gelak tawa. Malah kadang dibuat kehilangan kesaktian, kesakralan, dan kewibawaannya tiap kali dihadapkan dengan tokoh Punakawan, utamanya sosok Bagong.

Iya, jika seringnya para dalang lebih memilih menjadikan tokoh-tokoh sakral tersebut sebagai lakon utama, yang otomatis menjadikan geng Punakawan hanya sekadar selingan, tidak demikian bagi Ki Seno. Punakawan justru mendapat porsi lebih banyak, khususnya Bagong yang lambat laun jadi tokoh ikonik bagi Ki Seno sendiri.

Kenapa bisa demikian? Ki Seno, dalam salah satu sesi wawancara pernah menuturkan, alasan mengangkat Punakawan jadi lakon utama itu karena Punawakan adalah representasi dari kawula cilik. Dengan begitu, dialog-dialog—yang kadang diselingi dengan pisuhan-pisuhan—dan cerita yang disuguhkan terasa lebih gayeng dan sangat relate dengan keadaan dan kehidupan penonton.

Kenalan saya yang merupakan pegiat wayang kulit pernah berkomentar, karakter Punawakan sengaja diberi porsi lebih oleh Ki Seno karena merupakan simbol kritik dan perlawanan masyarakat kecil terhadap kelompok elitis yang suka sewenang-wenang. Bisa dilihat lewat karakter Bagong yang nggak pernah keder tiap berhadapan dengan para dewa dari kahyangan.

Upaya Ki Seno cukup sukses membuat anak-anak muda jadi gandrung dengan wayang kulit. Terbukti dengan adanya kelompok fans Ki Seno yang tergabung dalam PWKS (Penggemar Wayang Ki Seno) dan Sobat Ngebyar (istilah wayangan yang berarti melek semalam suntuk) yang mengusung tagline, “pantang pulang sebelum bubar.” Di mana mayoritas penghuninya adalah kawula milenial.

Ini baru satu Ki Seno. Belum kelak seumpama lahir dan tumbuh Ki Seno-Ki Seno lainnya, bukan hanya dalam jagad pakeliran, tapi juga dalam seluruh budaya dan kesenian tradisional, maka optimis, budaya dan kesenian tradisional (lebih khusus wayang kulit), nggak bakal punah sampai kapan pun.

BACA JUGA Meniti Karier Itu Harus Pelan, Nggak Usah Ngebet Pengin Terkenal dan tulisan Aly Reza lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 7 September 2020 oleh

Tags: sejarahwayang
Aly Reza

Aly Reza

Muchamad Aly Reza, kelahiran Rembang, Jawa Tengah. Penulis lepas. Bisa disapa di IG: aly_reza16 atau Email: [email protected]

ArtikelTerkait

Kilas Balik Stasiun Brumbung Demak, Salah Satu Stasiun Tertua yang Pernah Jadi Kawasan Prostitusi

Kilas Balik Stasiun Brumbung Demak, Salah Satu Stasiun Tertua yang Pernah Jadi Kawasan Prostitusi

28 Mei 2023
Hargai Orang yang Belajar Bahasa Jawa, dong. Jangan Sedikit-sedikit Dibilang Nggak Pantas terminal mojok.co

Menengok Literatur Para Pujangga Jawa di Perpustakaan Rekso Pustoko

21 September 2020
Ujungberung

Ujungberung, Daerah yang Punya 4 Versi Sejarah yang Berbeda

20 November 2021
Di Balik Pro Kontra soal Daendels Ada Kita yang Kurang Banyak Baca Buku Sejarah terminal mojok.co

Wajar Saja jika Kemendikbud Tak Ingin Wajibkan Pelajaran Sejarah

21 September 2020
4 Lokasi Wisata Banyuwangi yang Paling Cocok untuk Pacaran Low Budget Terminal Mojok

3 Peninggalan Kolonial Belanda di Banyuwangi yang Jarang Diketahui

20 Maret 2022
Gunung Mananggel, Tapak Kaki Misterius, dan Suara Gamelan yang Bikin Merinding

Gunung Mananggel, Tapak Kaki Misterius, dan Suara Gamelan yang Bikin Merinding

12 Januari 2022
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Toyota Vios, Mobil Andal yang Terjebak Label "Mobil Taksi"

Toyota Vios, Mobil Andal yang Terjebak Label “Mobil Taksi”

16 Desember 2025
Dosen Bukan Dewa, tapi Cuma di Indonesia Mereka Disembah

4 Hal yang Perlu Kalian Ketahui Sebelum Bercita-cita Menjadi Dosen (dan Menyesal)

17 Desember 2025
5 Tayangan Netflix yang Sebaiknya Jangan Ditonton Saat Makan, Bikin Mual! Mojok.co

5 Tayangan Netflix yang Sebaiknya Jangan Ditonton Saat Makan, Bikin Mual!

12 Desember 2025
Tinggal di Kabupaten Magelang: Dekat Borobudur, tapi Tidak Pernah Merasa Hidup di Tempat Wisata

Tinggal di Kabupaten Magelang: Dekat Borobudur, tapi Tidak Pernah Merasa Hidup di Tempat Wisata

18 Desember 2025
4 Hal yang Membuat Orang Salatiga seperti Saya Kaget Ketika Hidup di Solo Mojok.co

4 Hal yang Membuat Orang Salatiga seperti Saya Kaget ketika Hidup di Solo

12 Desember 2025
Rujak Buah Jawa Timur Pakai Tahu Tempe: Nggak Masuk Akal, tapi Enak

Rujak Buah Jawa Timur Pakai Tahu Tempe: Nggak Masuk Akal, tapi Enak

16 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Universitas di Indonesia Ada 4.000 Lebih tapi Cuma 5% Berorientasi Riset, Pengabdian Masyarakat Mandek di Laporan
  • Katanya Bagian Terberat bagi Bapak Baru saat Hadapi New Born adalah Jam Tidur Tak Teratur. Ternyata Sepele, Yang Berat Itu Rasa Tak Tega
  • Mempertaruhkan Nasib Sang Garuda di Sisa Hutan Purba
  • Keresahan Pemuda Berdarah Biru Keturunan Keraton Yogyakarta yang Dituduh Bisa Terbang, Malah Pengin Jadi Rakyat Jelata Jogja pada Umumnya
  • Pontang-panting Membangun Klub Panahan di Raja Ampat. Banyak Kendala, tapi Temukan Bibit-bibit Emas dari Timur
  • Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.