Kenapa sih tokoh masyarakat kerap kebagian kepala kambing saat Iduladha?
Jika pasar hewan tampak lebih ramai dari hari biasa dan banyak bapak-bapak memboncengkan kambing di motornya, pertanda kalau hari raya Iduladha segera tiba. Ya, akhir-akhir ini, sepanjang jalan Wonosari-Jogja dipenuhi kendaraan yang membawa hewan ternak, baik kambing maupun sapi. Suasana seperti ini memang menjadi salah satu pemandangan khas yang biasa saya temui beberapa hari sebelum hari kurban.
Sebagai kawula muda yang kebetulan tinggal di desa, saya sering ditunjuk oleh Pak RW sebagai panitia kurban. Maka dari itu, seminggu sebelum hari penyembelihan, saya sudah mempersiapkan diri agar tampil prima saat menjalankan tugas mulia ini. Biasanya, saya bertugas di bagian divisi delivery atau wira-wiri antar daging.
Sebagaimana kita tahu, ada beberapa job desk yang biasa dikerjakan oleh panitia Iduladha, mulai dari divisi jagal, divisi mencacah daging, divisi wira-wiri antar daging, divisi umbah-umbah jeroan dan usus, hingga divisi nggodok wedang. Dari beberapa divisi tersebut, sampai saat ini saya masih dipercaya masyarakat sebagai pengantar daging untuk shohibul kurban dan orang-orang penting di kampung.
Menurut salah seorang ustaz di kampung saya, orang yang berkurban atau shohibul kurban berhak mendapatkan 1 per 3 daging kurban. Daging yang diberikan kepada sohibul kurban tidak ecek-ecek seperti brodot atau usus, melainkan bagian daging kualitas nomor wahid, yakni sampil atau paha. Tentunya, ini sebagai ucapan terima kasih kepada orang yang berkurban yang telah bersedia menyedekahkan daging kurban dengan jumlah di atas sepertiga dari hewan kurbannya.
Tidak hanya sohibul kurban, di desa saya juga ada tradisi memberi daging spesial untuk para pemangku wilayah, sesepuh masyarakat, jagal (penyembelih hewan kurban), dan orang-orang penting lainnya saat Iduladha. Umumnya, orang-orang penting ini akan diberi bagian kepala hewan kurban atau bagian paha. Tradisi ini tidak hanya di desa saya, tetapi juga terjadi di beberapa daerah lain di Indonesia.
Sebagai contoh, di kampung saya, si jagal pasti akan mendapatkan hadiah berupa sampil atau paha hewan kurban. Jagal memiliki kedudukan cukup istimewa saat hari penyembelihan karena tidak semua orang bisa dan tidak boleh dilakukan secara serampangan. Bahkan, sekalipun orang tersebut bisa menyembelih, tetapi belum memiliki predikat sebagai seorang jagal eminen, tidak diperkenankan untuk mengeksekusi hewan kurban.
Ada sebuah kepercayaan di kampung saya waktu Iduladha. Hewan kurban yang disembelih orang awam (bukan jagal eminen), nantinya daging yang dihasilkan akan mengeluarkan bau prengus dan tak sedap. Tidak hanya bau prengus saja, tetapi hasil olahan daging tersebut juga cenderung lembek, tidak nikmat, dan ra mashok!
Berbeda dengan para tokoh desa yang sudah terbiasa menyembelih hewan kurban, konon daging yang dihasilkan akan jauh lebih mrisih, segar, dan tidak mengeluarkan bau prengus. Tentunya, hal ini tidak lepas dari jam terbang, teknis penyembelihan, serta rapalan doa si jagal yang tulus dari hati terdalam.
Maka dari itu, tak heran jika para jagal eminen ini akan mendapatkan bagian daging spesial dengan porsi yang lumayan kimplah-kimplah saat Iduladha. Tentu saja, semua ini berkat kinerjanya yang harus diakui memang benar-benar totalitas, profesional, cermat, dan sat-set.
Sementara itu, di beberapa wilayah di Gunungkidul juga ada tradisi memberi kepala kambing atau sapi khusus untuk para sesepuh atau tetua desa. Sesepuh yang dimaksud adalah mereka yang biasa memimpin upacara adat, seperti kenduri, slametan, rasulan, dan jenis upacara lainnya.
Biasanya, setelah prosesi penyembelihan hewan korban, saya selaku divisi wira-wiri akan langsung sat-set mengantarkan kepala kambing atau sapi kepada tetua. Kepala yang diberikan adalah kepala hewan yang pertama kali disembelih.
Tradisi ini dilakukan sebagai bentuk rasa hormat dan cinta kasih kepada orang yang dituakan. Selain itu, memberi kepala kambing kepada sesepuh juga sebagai simbol atau harapan agar mereka semakin arif dan bijak dalam mengayomi warga masyarakat. Konon, beberapa jenis daging yang ada di dalam kepala kambing atau sapi bisa membuat seseorang semakin bersahaja dan berwibawa.
Terlepas dari itu, setiap tempat atau daerah tentu memiliki tradisinya masing-masing saat hari kurban. Ada yang memiliki tradisi memasak kepala dan kaki hewan kurban secara bersama-sama di masjid, ada yang dicacah-cacah lalu dibagikan ke warga, hingga ada yang pesta gulai kepala kambing sekampung.
Yang jelas, berkurban di hari raya Iduladha memiliki banyak sekali keutamaan, seperti memupuk rasa peduli dengan sesama, menambah rasa syukur kepada Allah SWT, mempererat silaturahmi, hingga membuat hidup menjadi lebih berkah. Untuk itu, bagi yang mampu berkurban, silakan untuk menyerahkan hewan kurban ke panitia. Dan, bagi yang belum mampu kurban hewan, plis, nggak usah menyiksa diri dengan ngejokes kurban perasaan lagi, ya. Wagu, yakin.
Akhir kata, saya selaku panitia hari Iduladha divisi wira-wiri, mengucapkan selamat hari raya Iduladha. Selamat nyate-nyate, Gaes, aja lali diakehi merica karo kokoroiko, ben sansaya mumbul duwur!
Penulis: Jevi Adhi Nugraha
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Cara Memilih Hewan Kurban Terbaik untuk Idul Adha Menurut Peternak