• Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
Terminal Mojok
  • Home
    • Mojok.co
  • NusantaraHOT
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Cerita Cinta
    • Gadget
    • Personality
  • Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Politik
  • Profesi
  • Home
    • Mojok.co
  • NusantaraHOT
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Cerita Cinta
    • Gadget
    • Personality
  • Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Politik
  • Profesi
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Gaya Hidup
  • Pojok Tubir
  • Kampus
  • Hiburan
  • Tiktok
  • Politik
  • Kesehatan
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Di Balik Pro Kontra soal Daendels Ada Kita yang Kurang Banyak Baca Buku Sejarah

Christianto Dedy Setyawan oleh Christianto Dedy Setyawan
18 Februari 2021
A A
Di Balik Pro Kontra soal Daendels Ada Kita yang Kurang Banyak Baca Buku Sejarah terminal mojok.co

Di Balik Pro Kontra soal Daendels Ada Kita yang Kurang Banyak Baca Buku Sejarah terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Perbincangan tentang Daendels yang viral belum lama ini mengundang perhatian saya. Obrolan mengenai kisah pembangunan jalan Anyer-Panarukan memicu silang pendapat di kalangan netizen. Sorotan utama tertuju pada adanya anggaran dana yang dikucurkan Daendels saat proyek pembangunan jalan di jalur Bogor-Cirebon digelar. Dalam penyaluran dana ke warga, bupati menjadi pihak penyalurnya. Dikatakan bahwa ada bukti penyerahan ke bupati, sementara dari bupati ke pekerja tiada bukti. Suara netizen terbelah. Ada yang meyakini itu sebagai fakta, ada pula yang meyakini itu sebagai isu belaka. Apakah jangan-jangan kita saja yang kurang belajar dari buku sejarah.

Riuhnya netizen ini mengarahkan saya untuk melihat kolom komentar Instagram satu per satu. Di kolom akun Narasi News Room didapati beberapa komentar yang menarik disimak. Terlepas dari komentarnya yang entah sengaja untuk guyonan, ngawur, atau memang itu berdasarkan pemahamannya, ada baiknya kita melihat keviralan Daendels ini dengan adem dan berdasarkan data yang kredibel. Dari aneka pendapat netizen saya menjumpai tiga hal menarik berikut ini.

Daftar Isi

  • #1 Penggunaan ringgit
  • #2 Pemaknaan kerja rodi
  • #3Corak historiografi yang digunakan
      • Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
      • Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

#1 Penggunaan ringgit

Disebutkan bahwa Daendels menyediakan dana 30.000 ringgit guna membangun jalan Bogor-Cirebon. Netizen terganggu dan mempertanyakannya karena ringgit adalah mata uangnya Upin & Ipin. Netizen merasa data soal Daendels kurang valid karena seharusnya mata uangnya gulden. Dalam memahami pertanyaan ini, konteks ruang lingkup cara pandang kita seharusnya diletakkan pada awal abad ke-19 saat proyek jalan pos dijalankan. Di masa lampau, sistem alat tukar di Nusantara mengenal sen, cepeng, hepeng, peser, pincang, gobang, benggol, ketip, kelip, picis, tali, kupang, dan ringgit. Jadi, label ringgit di sini jangan disamakan dengan penggunaan di masa kini. Bacaan seputar perekonomian Indonesia tempo dulu dapat dilihat di buku Sejarah Perekonomian Indonesia karya R.Z. Leirissa, G.A. Ohorella, Yuda B. Tangkilisan, atau buku sejarah Dari De Javasche Bank Menjadi Bank Indonesia karya Erwien Kusuma.

#2 Pemaknaan kerja rodi

Pembangunan jalan Anyer-Panarukan memang tidak dapat dilepaskan dari unsur pemaksaaan. Membangun jalan sepanjang seribu kilometer dalam tempo setahun adalah rekor di zamannya. Yang perlu diperhatikan adalah di jalur Bogor-Cirebon dihadapkan pada medan yang sulit. Sejarawan Djoko Marihandono menuturkan bahwa di jalur tersebut disiapkan dana untuk upah pekerja dan mandor, peralatan, serta konsumsi oleh van Ijsseldijk. Dalam pembangunan jalan rute Cisarua-Cirebon disediakan 30.000 ringgit dan tambahan uang kertas. Pengucuran upah ini berdasarkan faktor beratnya lokasi seperti hutan lebat, batuan padas, lereng bukit, dan tingkat keterjalan. Selain upah, pekerja juga memperoleh garam dan beras. Di Historia nomor 23 tahun 2015 ditulis dengan lengkap terkait dana per rute seperti sepuluh ringgit perak per orang per bulan untuk jalur Cisarua-Cianjur. Rincian ini juga membahas pula untuk jalur Cianjur-Rajamandala, Rajamandala-Bandung, Bandung-Parakanmuncang, Parakanmuncang-Sumedang, hingga Sumedang-Karangsembung.

Istilah kerja rodi lebih tepat untuk disematkan di luar jalur yang disebutkan tadi. Di Karangsembung, Daendels kehabisan dana operasional. Daendels lalu menekan Sultan Cirebon agar menyerahkan tanah guna pembangunan jalan. Dalam menghadapi habisnya dana, Daendels meminta seluruh bupati di Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk menyediakan tenaga kerja dengan sistem “heerendiensten”. Istilah ini dipakai untuk menyebut kerja wajib dari warga kepada raja. Pertimbangannya, selama ini warga menempati tanah milik raja. Oleh karena itu wajib hukumnya bagi warga untuk memberikan sumbangsihnya bagi raja, yang salah satunya adalah menyukseskan pembangunan jalan pos yang melintasi wilayahnya.

#3Corak historiografi yang digunakan

Perlu diketahui bahwa dalam memandang sejarah kita perlu memperhatikan historiografi yang digunakan. Historiografi adalah penulisan sejarah, yang dalam metode penelitian sejarah berada di tahap akhir setelah interpretasi. Di pelajaran sejarah semasa sekolah kita mengenal adanya historiografi tradisional, historiografi kolonial, dan historiografi modern. Hal ini memengaruhi nantinya kita memandang suatu peristiwa sejarah dari sebelah mana, mau dari sudut pandang istana-sentris, Belanda-sentris, atau Indonesia-sentris. Ini menjelaskan mengapa meski terlihat Daendels memberikan upah pembangunan jalan Bogor–Cirebon dan disinyalir dananya dikorupsi pejabat di bawahnya, pembelaan terhadap Daendels dapat dipastikan tidak akan nyaring di masyarakat kita hari ini.

Pelajaran sejarah terutama untuk anak sekolah umumnya bertujuan membentuk nasionalisme di diri siswa. Sosok hitam dan putih seolah wajib digambarkan jelas dalam peristiwa sejarah. Penggambaran sosok abu-abu sedapat mungkin dihindari agar siswa tidak bingung. Meskipun sejujurnya setiap tokoh sejarah memiliki sisi baik dan buruk. Maka tidak heran saat soal dana Daendels ini viral sontak banyak dari kita yang tergopoh-gopoh menerima info. Ini karena pola pendidikan yang berbasis menghafal tidak memberikan banyak ruang bagi siswa untuk berpikir kritis. Perkecualian bagi guru yang mengajar sejarah dengan model diskusi dan analisis yang dominan. Hal ini juga berlaku bagi guru yang dalam pengajarannya mengajak siswa untuk memahami sejarah dari banyak sumber dan tidak mengagungkan buku sejarah paket sebagai sumber belajar tunggal.

Bicara soal sejarah memang wajib menggunakan literatur berbobot guna memahaminya. Selain sumber bacaan di atas, buku sejarah  berikut ini layak dicoba jika hendak memahami seputar Daendels dengan lumayan banyak. Mulai dari Nusantara (karya Bernard Vlekke), Sejarah Kecil Indonesia-Prancis (Jean Rocher & Iwan Santosa), Dua Abad Jalan Raya Pantura (Endah Sri Hartatik), Gardu di Perkotaan Jawa (Abidin Kusno), Kuasa Ramalan (Peter Carey), Denys Lombard (Nusa Jawa Silang Budaya), Perang Napoleon di Jawa 1811 (Jean Rocher), Tanah Hindia (G.J.F. Biegman), Petani & Penguasa (Noer Fauzi Rachman), Dari Buku ke Buku (P. Swantoro), Legiun Mangkunegaran (Iwan Santosa), dan Wahyu yang Hilang-Negeri yang Guncang (Ong Hok Ham).

Memahami sejarah memang tidak semudah mengekor pada informasi yang berbasis konon, katanya, dan sepertinya. Asupan literatur dan buku sejarah yang berbobot turut membentuk corak multi perspektif dalam diri kita. You are what you read.

BACA JUGA Betapa Gobloknya Orang-orang yang Memuji dan Minta Maaf ke Daendels dan tulisan Christianto Dedy Setyawan lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 17 Februari 2021 oleh

Tags: daendelssejarah

Ikuti untuk mendapatkan artikel terbaru dari Terminal Mojok

Unsubscribe

Christianto Dedy Setyawan

Christianto Dedy Setyawan

Pencinta literatur yang hobi blusukan sejarah

ArtikelTerkait

Pemulangan Prasasti Pucangan: Batu kok Dipulangin, Pentingnya Apa?

Pemulangan Prasasti Pucangan: Batu kok Dipulangin, Pentingnya Apa?

8 November 2022
Misteri Belut Putih Raksasa dan Cikurubuk di Waduk Darma Kuningan

Misteri Belut Putih Raksasa dan Cikurubuk di Waduk Darma Kuningan

31 Oktober 2022
Sejarah dan Misteri Jeritan Minta Tolong di Jembatan Merah Surabaya

Sejarah dan Misteri Jeritan Minta Tolong di Jembatan Merah Surabaya

10 Oktober 2022
Orang Inggris Nggak Percaya Polisi, Percayanya sama Siskamling

Orang Inggris Nggak Percaya Polisi, Percayanya sama Siskamling

5 Oktober 2022
Kendal, Kabupaten di Jawa Tengah dengan Kekayaan Harta Sejarah Zaman Belanda (Unsplash.com)

Kendal, Kabupaten di Jawa Tengah dengan Kekayaan Harta Sejarah Zaman Belanda

23 September 2022
5 Ciri Khas yang Melekat pada Warung Coto di Makassar Terminal Mojok

A-Z Coto Makassar: Sejarah, Keunikan, dan Resep

14 September 2022
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
Contoh Perumpamaan dalam Bahasa Sunda yang Bisa Digunakan mntuk Mencela terminal mojok.co

Contoh Perumpamaan dalam Bahasa Sunda yang Bisa Digunakan untuk Mencela

Sari Roti, Garmelia, dan My Roti: Mana Merek Roti yang Paling Endeus? terminal mojok.co

Sari Roti, Garmelia, dan My Roti: Mana Merek Roti yang Paling Endeus?

Panduan Dasar Saat Mendirikan Tenda Hajatan di Jalan terminal mojok.co

Panduan Dasar Saat Mendirikan Tenda Hajatan di Jalan



Terpopuler Sepekan

Bom Waktu Arema FC dan Momentum Suporter Generasi Baru (Unsplash)
Pojok Tubir

Bom Waktu Arema FC dan Momentum Perubahan bagi Suporter Generasi Baru yang Menolak Tunduk

oleh Iqbal AR
30 Januari 2023

Bersikaplah layaknya manusia berempati!

Baca selengkapnya
6 Dosa Penjual Nasi Padang yang Bukan Orang Minang Terminal Mojok

6 Dosa Penjual Nasi Padang yang Bukan Orang Minang Asli

25 Januari 2023
Pertashop Lebih Nyaman, SPBU Pertamina Malah Bikin Resah (Unsplash)

Pertashop Lebih Nyaman karena Mengisi Bensin di SPBU Bikin Resah

28 Januari 2023
Dilema Agen Elpiji Pertamina: Ambil Untung Besar Kena Masalah, Ambil Untung Kecil Bangkrut

Dilema Pangkalan Elpiji Pertamina: Ambil Untung Besar Kena Masalah, Ambil Untung Kecil Bangkrut

26 Januari 2023
Solo di Mata Orang Jogja: Solo Dipandang Rendah, tapi Lebih Menjanjikan

Solo (Layak) Mulai Melesat, Jogja Perlahan (dan Pasti) Ditinggal Wisatawan

26 Januari 2023

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=FyQArYSNffI&t=47s

Subscribe Newsletter

* indicates required

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
DMCA.com Protection Status

© 2023 Mojok.co - All Rights Reserved .

  • Nusantara
  • Kuliner
  • Gaya Hidup
    • Cerita Cinta
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Hewani
    • Kecantikan
    • Nabati
    • Olahraga
    • Otomotif
    • Personality
  • Pojok Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Acara TV
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Tiktok
  • Politik
  • Kesehatan
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2023 Mojok.co - All Rights Reserved .