Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Gaya Hidup

Bukber Biasa Saja

H.R. Nawawi oleh H.R. Nawawi
26 Mei 2019
A A
bukber ramadan, kangen bukber

4 Hal yang Bisa Bikin Kita Kangen Bukber

Share on FacebookShare on Twitter

Jikalau sebagian umat Islam berebutan dapet malam seribu bulan (lailatul qadar)—dengan cara meningkatkan ibadah semakin intensif akhir-akhir ini—maka kami yang masih muda juga masif sekali untuk mengurus buka puasa bersama dengan siapapun dan kapanpun. Mulai dari teman kelas, organisasi, pergerakan, teman sehobi, teman KKN, SD, SMP, SMA, dan grup-grup bekas-ikut-event, juga keluarga-keluarga dekat kami—semua punya jatah untuk bukber. Lalu apa istimewanya?

Alquran sudah turun kemarin—sebagian bilang 17 dan ada juga yang yakin 24 Ramadan—tapi yang jelas saat itulah Nabi menggigil parah sehabis bertemu dengan sosok agung Jibril. Sementara Soekarno dengan tegas tanggal 9 Ramadan—meskipun bergemataran hatinya—mengumandangkan kemerdekaan untuk bangsa Indonesia. Buka bersama adalah realitas sosial masa kini yang perlu dilewati begitu saja. Kegiatannya adalah ikut nimbrung lalu bayar iuran dan akhirnya pulang. Eh lupa, foto-foto dulu pastinya nggak boleh ketinggalan.

Budaya massa Indonesia bisa dibilang rentan, artinya ketika gue punya hajatan bukber loe juga harus punya. Tapi bisa juga dari skala prioritas hidup manusia yang terpenuhipPrimer dan sekundernya, lalu kebutuhan tersier semacam buka bareng setiap bulan Ramadan harus terpenuhi. Kita masih bisa memperdebatkan—bukber itu menjadi kebutuhan yang mana. Tapi jangan sekarang, hal itu mengurangi esensi puasa.

“Mungkin 22 Mei itu gerakan bukber mas,” ungkap satu orang.
“Kecurangan perlu diberantas. Ingatlah sosok Umar Bin Khattab?” sambar orang kedua.
“Yang penting dan pasti adalah 22 Mei itu bukan malam lailatul qadar, ya kan?”

Saya potong obrolan teman-teman karena saat itu ada pria berjenggot lewat di samping kita yang sedang bukber. Sepertinya mereka bukber sesama penyuka jenggot dan jilbab panjang gitu—wah Bimbo bisa remake lagu menjadi Kerudung Panjang, pikirku.

Itulah kami yang belum bisa berhenti kalo membicarakan orang—konon karena madu yang diolesi oleh para kawanan Iblis di tepi bibir kita maka kita akan terus dan tidak bosannya melakukan ghibah. Tapi kami—para anak-anak muda juga seperti masyarakat lainnya—semakin konsumtif menjelang akhir bulan puasa. Tapi itu alasan terbaik agar kita bisa fokus dalam ibadah. Membeli sayur di pasar, mengupas bawang di dapur, hanyalah kamuflase dari kebiadaban menghasut dan ghibah. Lebih baik kita beli, setidaknya kualitas puasa menjadi aman.

Buka puasa bersama punya nama beragam, sebanyak kumpulan kita yang unik-unik—aneh tepatnya. Contoh Bubar (Buka Bareng), Bukber atau Buber (Buka Bersama), Bupuber (Buka Puasa Bersama), Baper (Batalin Puasa Bersama), dan seterusnya—dan yang paling familiar memang Bukber.

Cara paling mudah dan cepat mengidentifikasi kita akan berapa kali buber selama Ramadan adalah dengan cara menghitung grup WhatsApp. Andai saja seseorang punya 30 grup di WhatsApp-nya maka artinya kemungkinan selama sebulan dia akan buka bareng setiap hari.

Uniknya dari bukber itu adalah beberapa orang relawan saja—satu-dua teman kita—yang sebab merekalah yang menghubungi siapapun kita untuk iuran. Merekalah juga yang manggil-manggil kenangan agar kita hadir di acara buka bersama. Merekalah yang mengupayakan semua mendapatkan ruang bicara agar tidak didominasi satu orang saja. Seperti buber on the road 22 Mei di Jakarta—pasti punya relawan yang militan, selain mereka harus di jalanan, mereka juga dianjurkan beratribut yang tidak ramah keringat parah—yang begituan itu lo. Tapi namanya juga ekspresi, pasti muncul dengan ragam isi hati kita masing-masing.

Bukber sebagai budaya nandhur srawung adalah opsi kedua dari kualitas puasa kita yang aman sentosa. Artinya sudah menjadi kebutuhan yang wajib terpenuhi untuk bertemu orang lain, bersosialisasi, dan nanti akhir bulannya bagi-bagi THR. Budaya ini juga sering disebut koordinasi antar kelompok agar terjadinya saling komunikasi dengan baik.

Mari kita mencoba mengambil sudut pandang yang dekat-dekat saja. Artinya kalo budaya bukber itu dihubungkan antara kacamata ekonomi dan kualitas beribadah, maka kita tidak akan pernah selesai dengan segala macam upaya itu. Tapi untuk menganggapnya biasa saja itulah nilai budaya Jawa yang lama tidak digunakan (usang) tapi sepertinya bisa dimodifikasi dengan kebutuhan zaman: menep—yang kalau diartikan menjadi bahasa Indonesia adalah mengendap.

Jadi proses pengendapan itu tidaklah sebentar, bermacam ujian dan rasa bosan akan menguji tiada henti, tapi setelah mencapai titik cerah dan tenang menghadapi masalah hidup yang profan ini, maka proses menep berjalan dengan baik. Porsi kecewa itu terletak di tempat terbuka namun bagai bunglon untuk dikenali. Maksudnya, kualitas puasa bukan urusan bersama.

Apalagi urusan relawan buka bersama. Itu urusan privat dengan sang pencipta.

“…puasa untukKu dan Aku sendirilah yang akan memberikan ganjaran untuknya.”

Bunyinya tegas bahwa manusia tidak punya urusan dengan kualitas puasa manusia lainnya. Manusia hanya kurang puas kalau puasa Ramadan tidak ada buka bersama. Inilah upaya untuk mengenali budaya bukber sebagai cara terbaik untuk melihatnya biasa-biasa aja. Karena selain itu, kita harus berfikir positif bahwa teman dan kolega yang hadir itu puasa penuh dan khidmat—bukan puasa duhur yang juga budaya kita—meskipun secara praktek masih di tahap ‘am (puasa orang-orang umum) yakni menahan makan dan minum dari terbitnya fajar hingga tenggelamnya matahari. Tidur setelah subuh dan bangun jam lima sore sejengkal sebelum adzan magrib—termasuk puasa ‘am—boleh ikut bukber.

Bagaimana dengan yang tidak puasa, apakah boleh ikut bukber? Boleh.

Maka dari itu wahai anak cucu Adam, bukber itu (sebenarnya) biasa-biasa saja.

Terakhir diperbarui pada 5 Oktober 2021 oleh

Tags: Aksi 22 MeiBuka BersamaKritik Sosial
H.R. Nawawi

H.R. Nawawi

Jika di dunia hanya ada dua pilihan antara riang dan menangis. Saya memilih menangis. Kehampaan.

ArtikelTerkait

Society of Spectacle

Jadilah Society of Spectacle yang Baik dan Tidak Meresahkan

24 September 2019
pasal

Menghakimi Status di Instastory: Pasal Mana Pasal?

19 September 2019
otw

Menghargai Waktu dan Menyikapi Kata OTW Saat Membuat Janji

8 Juni 2019
pelakor

Sudah Saatnya Berhenti Menggunakan Istilah Pelakor dan Pebinor

20 Juli 2019
ngajak makan

Tentang Basa Basi Ngajak Makan yang Perlu Kita Tahu

12 Juli 2019
ah cuma

Banyak Masalah Dalam Hidup Kita Dimulai Dari Kalimat ‘Ah Cuma’

3 September 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

5 Penderitaan Upin Ipin dan Warga Selama Tinggal di Kampung Durian Runtuh

5 Penderitaan Upin Ipin dan Warga Selama Tinggal di Kampung Durian Runtuh

6 Juli 2025
IPK Realistis atau Bare Minimum bagi Kalian Mahasiswa Baru di Semester Pertama, Biar Bisa Jadi Pondasi untuk Semester Selanjutnya

IPK Realistis atau Bare Minimum bagi Kalian Mahasiswa Baru di Semester Pertama, Biar Bisa Jadi Pondasi untuk Semester Selanjutnya

6 Juli 2025
Warga Jember Sebenarnya Nggak Butuh Bupati yang Ngantor di Desa, Warga Cuma Butuh Jalan Nggak Rusak!

Warga Jember Sebenarnya Nggak Butuh Bupati yang Ngantor di Desa, Warga Cuma Butuh Jalan Nggak Rusak!

6 Juli 2025
Jangan Mudah Terbujuk Program Bimbel karena Nggak Menjamin Masuk Sekolah Impian dan Bisa Burnout Mojok.co

Jangan Mudah Terbujuk Program Bimbel karena Nggak Menjamin Masuk Sekolah Impian dan Bisa Burnout

6 Juli 2025
Kasta Tertinggi Onde-Onde Mojokerto yang Pantas Dijadikan Oleh-oleh Mojok.co

Kasta Tertinggi Onde-Onde Mojokerto yang Pantas Dijadikan Oleh-oleh

8 Juli 2025
UIN Jakarta, Kampus Islam yang Hobi Melahirkan Orang Terkenal. Kampus Lain Mana Bisa?

UIN, Kampus yang Tetap Dianggap “Surga” oleh Masyarakat, sekalipun Mahasiswanya Tidak Islami Amat

7 Juli 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=XDExnIZaM7s

DARI MOJOK

  • Kemiskinan Membunuhmu, Pemerintah Mengabaikanmu
  • Repotnya KKN Bareng Mahasiswa Kaya: Sibuk Rebahan dan Main HP, Enggan Bergaul Malah “Rendahkan” Kehidupan Warga Desa
  • Tak Sanggup Kerja Kantoran di Jakarta, Putuskan Resign dan Tinggal di Cepu dengan Upah Empat Kali Lipat UMK Blora
  • FIFGROUP Dorong Pemberdayaan UMKM Lewat FIFestival Kuliner 2025
  • Coba-coba Naik Bus Eksekutif Agra Mas: Semula Takut Naik Bus Malah Jadi Ketagihan, Merasa Katrok karena Fasilitas Melebihi Kereta Api
  • Pengalaman Temani Pacar Jadi Driver Shopee Food Jadi Tahu Ragam Watak Manusia: Batin Campur Aduk antara Haru, Riang, dan Nelangsa

AmsiNews

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.