Ngomongin uang gaib, saya punya cerita sendiri. Suatu ketika seseorang yang saya kenal, sebut saja ‘Tini’, bercerita bahwa suaminya mendapat semacam jimat dari seorang musafir yang sedang istirahat di masjid. Daripada ribet, mari kita sebut suami si Tini ini dengan sebutan ‘Tono’.
Menurut Tini, awalnya Tono menolak jimat pemberian si musafir. Tono tidak terlalu suka dengan hal-hal mistis seperti jimat. Apalagi dalam pikiran Tono, jimat yang diklaim sakti oleh si musafir itu pasti ada penunggunya. Tono tidak mau ribet ‘memberi makan’ si penunggu jimat. Tapi karena terus menerus diyakinkan bahwa jimat itu tidak butuh ‘diberi makan’ dan jimat itulah yang minta ikut Tono, rontok juga pertahanan Tono. Jimat itu lalu dibawa pulang Tono ke rumah.
Memiliki jimat itu tak serta merta membuat kehidupan Tono dan Tini berubah. Tono tetaplah seorang buruh serabutan yang dapat duit kalau ada tetangga yang memerlukan tenaganya. Begitu pula Tini, seorang buruh cuci baju. Mereka berdua pun nyaris melupakan perihal jimat ini. Sampai suatu hari menjelang Idul Adha, ada orang asing yang bertamu ke rumah. Orang tersebut mengaku mendapat wangsit untuk menemui Tono. Lha jelas aja Tono bingung. Ada urusan apa? Kenal saja tidak.
Usut punya usut, kedatangan orang asing itu ada kaitannya dengan jimat yang dimiliki Tono. Cerita pun bergulir. Saat Tini bagian ini, saya sendiri bingung untuk mencerna. Beberapa kali Tini menyebut soal duit miliaran. Bahkan nama-nama seperti Presiden Soekarno, Sultan Hasanal Bolkiah, sampai Atta Halilintar pun dibawa-bawa. Hubungannya apa coba? Tapi namanya orang lagi cerita ya saya dengerin saja. Khusus untuk Atta Halilintar nanti di akhir saya tuliskan bagimana tiba-tiba namanya disebut-sebut oleh Tini.
Kepada Tono dan Tini, orang asing itu menjelaskan bahwa dirinya sudah berhasil menarik uang dari alam gaib. Setengah berhasil lebih tepatnya. Penyebabnya adalah, uang tersebut terganjal sesuatu sehingga susah untuk dibawa. Tini mengumpamakannya dengan sebuah pintu. Jadi dalam bayangan Tini, ada orang ambil uang sekarung gede, tapi pas mau dibawa keluar karungnya nyangkut di pintu saking gedenya tuh karung. Alhasil, uang dalam karung itu tidak bisa dibawa pulang.
Nah, menurut penuturan orang asing itu, jimat yang dimiliki Tono lah yang mampu menyingkirkan ganjalan tersebut. Caranya gampang. Tono tinggal mengelus jimat tersebut dan memberikan perintah padanya untuk bekerja. Tono ragu. Dia tidak mau. Tini yang sudah terbius cerita tentang adanya duit miliaran ikut membujuk Tono. Impian anak bontotnya yang ingin jadi Menteri dan keinginan menebus serifikat rumah yang tergadai menjadi senjata Tini untuk membongkar pertahanan Tono. Berhasil. Tono pun melakukan perintah orang asing yang baru beberapa jam dia kenal.
Sekarang, saat di mana jaman sudah canggih, apa-apa serba online, ada Tono dan Tini yang sedang menunggu datangnya uang miliaran yang dijanjikan akan segera datang untuk mereka. Sebelum pergi, orang asing itu berkata dengan sangat meyakinkan bahwa usahanya menarik uang gaib telah berhasil. Uang tersebut dijanjikan akan dikirim untuk Tono dan Tini secara gaib dengan jalan dijatuhkan dari langit. Tono dan Tini diminta bersiap-siap saja barangkali ada karung-karung berisi uang yang tiba-tiba muncul di halaman belakang rumah mereka.
Cerita-cerita tentang uang gaib ini memang bukan hal yang baru. Teman bahkan saudara saya juga ada yang suka dengan hal-hal begituan. Tapi ya itu. Ndilalah seringnya kok nyasar pada mereka yang latar belakang ekonominya kurang baik: utangnya banyak, belum punya rumah, cicilan segudang…Kok bisa ya? Apakah ini cuma kebetulan atau memang cerita duit gaib ini lebih mudah diterima oleh mereka-meraka itu? Karena dianggap sebagai angin surga bagi permasalahan ekonomi mereka, begitu? Yakali orang yang sudah tajir melintir kaya Pak Hary Tanoe masih tergoda duit gaib. Matursuwun, wes sugih.
Jujur perasaan saya campur aduk saat mendengar cerita Tini. Ada perasaan kasihan ketika melihat binar-binar di mata Tini yang mengisyaratkan besarnya harapan dia agar uang gaib dari langit itu segera terwujud. Ada pula perasaan marah terhadap siapa pun orangnya yang telah tega menjual mimpi pada Tono dan Tini. Tapi, di balik rasa kasihan dan marah itu, ada perasaan pengen ngakak juga, sih. Terutama saat Tini bilang, “Itu kayak Atta Halilintar pakai uang gaib juga pasti, ya, mugane duite akeh!”. Duh.
BACA JUGA Mana yang Lebih Baik, Gaji 6 Juta di Jakarta, Atau 3 Juta di Jogja? dan tulisan Dyan Arfiana Ayu Puspita lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.