Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Featured

Memperbesar Peluang Masuk Surga dengan Menganut Lebih dari Satu Agama

Mohamad Jokomono oleh Mohamad Jokomono
30 Mei 2020
A A
menganut lebih dari satu agama, mbel-Embel Garis Lucu dan Tahun-tahun yang Tidak Ramah Bagi Umat Beragama
Share on FacebookShare on Twitter

Baru-baru ini saat ngobrol ringan santai dengan anak lanang yang duduk di kelas 10 (dia sudah menuntaskan penilaian akhir tahun/PAT secara online belum lama berselang) pada sebuah SMA negeri di Kota Semarang. Tiba-tiba dia melemparkan “gurauan” (saya anggap demikian, karena efeknya bagi saya memang hanya sekadar memancing tawa) yang menyinggung ranah spiritual.

Kira-kira begini ucapannya. “Papa, sekarang ini ada tren orang yang rada aneh deh dalam menganut agama. Masak sih ada orang yang menganut lebih dari satu agama. Tujuannya, agar peluang masuk surga lebih besar.”

Saya tertawa mendengar “gurauan” itu. Tapi, kemudian saya lebih lanjut menggali pertanyaan atas ucapan tersebut. “Maksudnya, orang itu berganti keyakinan ke agama lain yang dia lebih sreg sebagai pilihan hatinya? Atau secara bersamaan menganut beberapa agama?”

Dengan mantap, anak lanang saya menyambut dengan jawaban, “Kalau menurut tafsiranku sih Pa, mereka itu cenderung menganut beberapa agama secara bersamaan. Dengan harapan, agar peluang masuk ke surga lebih besar.”

Mendengar jawaban itu, secara refleks ingatan saya terkait ke pragmatisme di kalangan kaum teis, kaum yang memercayai adanya Tuhan.

Meski tidak persis benar dengan kasus kejadian di atas, berbicara tentang pandangan pragmatis dalam beragama, nama yang pertama kali muncul di kepala saya, yaitu Blaise Pascal atau yang akrab disapa Pascal. Lelaki kelahiran Clermont-Ferrand, Prancis 19 Juni 1623 ini memiliki minat utama di bidang filasat dan agama. Sementara itu, dia juga menggamit kuat-kuat hobi di bidang matematika dan geometri proyektif.

Dikatakan tidak persis benar, karena Pascal hanya menganut satu agama. Namun, pandangannya tentang agama dan Tuhan menyiratkan sikap pragmatis yang kental. Boleh dikatakan sejajar dengan pragmatisme pada kasus kejadian orang menganut lebih dari satu agama tadi.

Lelaki yang illahi rojiun pada usia relatif muda (39 tahun), di Paris, Prancis, 19 Agustus 1662 itu merupakan seorang yang berpandangan pragmatis dalam beragama. Hal itu tampak pada argumen Pascal yang memiliki kepalaan “La Pari” (Pertaruhan).

Baca Juga:

Mencibir Wacana Bodoh Menghapus Jurusan Filsafat karena Mereka Nggak Paham kalau Kuliah di Filsafat UGM Bikin Saya Bahagia Seumur Hidup

Ki Ageng Suryomentaram: Pangeran Jogja yang Melawan Belanda Bersama Rakyat Jelata dan Meninggalkan Gemerlap Dunia Kekuasaan

Argumen itu berkaitan dengan soal ada tidaknya Tuhan dalam sejarah filsafat. Pascal merespons kalangan skeptis yang sering mencemooh penganut Kristen yang meyakini bahwa Tuhan itu ada. Akan tetapi, sayangnya mereka tidak dapat membuktikan secara rasional keberadan Tuhan.

Pascal selanjutnya bertaruh dengan kalangan skeptis itu soal ada tidaknya Tuhan. Sebagai seorang teis, dia berpegang pada alasan, jika ternyata Tuhan itu ada, orang-orang yang memercayai-Nya akan menang dan hidup berbahagia bersama Tuhan yang mereka imani di surga kelak.

Sebaliknya, lanjut Pascal, kalaupun nanti di hari kelak ternyata Tuhan tidak ada dan orang-orang yang meyakini keberadaan-Nya ternyata keliru dan kalah, mereka tidak mengalami kerugian apa pun. Keteraturan beribadat dan kebaikan terhadap sesama sesuai dengan ajaran agamanya selama hidup di dunia menjadi penyebab keutamaan yang membahagiakan bagi mereka sendiri dan orang-orang lain di sekitarnya.

Namun, tandas Pascal, bagi orang-orang yang tidak memercayai eksistensi Tuhan. Terlebih lagi mereka yang hanya memanjakan nafsu-nafsu keserakahan yang berujung akibat pada ketidakteraturan hidup. Dan, tambahan lagi selama hidup mereka berbuat jahat terhadap orang-orang di sekitarnya. Bila ternyata nanti terbukti bahwa Tuhan itu ada, maka mereka akan menerima hukuman di neraka. Sebab, hidup mereka jauh dari perbuatan-perbuatan yang menyenangkan hati Tuhan. Kalaupun Tuhan tidak ada, mereka juga rugi, karena telah hidup dalam ketidakteraturan dan ketiadaan pedoman berbyat baik selama hidupnya.

Sementara itu seorang biksu, pemuka agama Buddha, dalam sebuah tulisannya yang berjudul “Bolehkah Aku Menganut Dua Agama” bertitimangsa 22 April 2016 menuturkan, pernah di hadapan siswa-siswi peserta Program Retret Mindfulness mendapat pertanyaan seputar boleh atau tidak seseorang menganut lebih dari satu agama.

Menyikapi pertanyaan ini, biksu yang orang Indonesia dan pernah bermukim di Eropa beberapa lama itu menekankan, untuk Indonesia jelas tidak boleh. Lagi pula tentu tidak lazim, orang Indonesia mencantumkan dua agama sekaligus pada kolom isian agama dalam kartu tanda penduduk elektroniknya.

Atau kalau menurut kutipan verbatim dari tulisan biksu tersebut, “Karena ada peraturan yang mengatur dan bahkan bisa dianggap aneh dan janggal. Lagipula masing-masing agama memiliki prinsip berbeda-beda berkenaan dengan konteks itu.”

Selain itu, sila pertama dasar negara kita, Pancasila, yaitu Ketuhanan yang Maha Esa, mengharuskan kita beragama di negeri ini. Dan, lazimnya orang di negeri ini hanya memiliki satu agama. Setidaknya secara resmi di kartu tanda penduduk elektronik. Kalau pindah agama boleh-boleh saja. Tapi prinsipnya: hanya satu. Tak bisa dimadu.

Namun, lanjutnya, jawaban dari pertanyaan itu bisa menjadi bertolak belakang di Eropa dan Amerika. Negara-negara di belahan kedua benua tersebut, kebanyakan tidak mewajibkan warganya beragama. Soal beragama atau tidak beragama, hal itu merupakan urusan pribadi per individu. Oleh karena itu, kalaupun ada yang menganut dua agama sekaligus, negara tidak bisa melarangnya. Itu merupakan pilihan pribadi masing-masing. Dalam praktiknya mungkin bisa berupa sinkretisme dalam praktik ritual. Seperti laku meditasi yang dilakukan oleh penganut agama non-Buddha.

Menurut hasil observasi pribadi sang biksu tadi, ada sentuhan pertimbangan pragmatis pada kebanyakan masyarakat Eropa dan Amerika dalam meletakkan prinsip beragama.

Atau menurut pengkalimatan sang biksu, “Masyarakat Eropa dan Amerika cenderung mengedepankan spiritualisme, bagaimana spiritual bisa membantu mereka mengerti penderitaan. Membantu mereka mengurangi stres dan frustrasi. Bagaimana spiritual bisa membantu mereka menumbuhkan cinta kasih, kesabaran, ketulusan, dan pengertian.”

Atau, kalau saya boleh mengkalimatkan sendiri, masyarakat Eropa dan Amerika lebih memandang agama sebagai sarana untuk memecahkan kehidupan dunia agar membahagiakan diri mereka. Dengan harapan kebahagiaan yang terus digantungkan di kalbu, dapat berlanjut ke kehidupan setelah ilahi rojiun.

Saya ingin menutup esai ini dengan sebuah bait awal dari puisi Mulla Sadra, terjemahan Fahruddin Faiz, doktor Filsafat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Tuhan itu tak terbatas, tanpa ruang, dan tanpa waktu
Namun Dia menjadi kecil sesuai dengan pemahamanmu
Namun Dia akan datang sebatas kebutuhanmu
Namun kekuasaan-Nya sebatas harapanmu
Namun pembicaraan-Nya sebatas keimananmu

BACA JUGA Anak-Anak dan Imajinasi Liar Mereka tentang Tuhan atau tulisan Mohamad Jokomono lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 29 Mei 2020 oleh

Tags: dua agamafilsafatKeyakinanmonoteisme
Mohamad Jokomono

Mohamad Jokomono

Alumnus Magister Ilmu Komunikasi Undip Semarang

ArtikelTerkait

Kok Bisa Sudah Tanggal Segini tapi di Sosmed Masih Sepi Orang Berpolemik soal Natal?

Kok Bisa Sudah Tanggal Segini tapi di Sosmed Masih Sepi Orang Berpolemik soal Natal?

13 Desember 2019
arti kalimat biksu tong kosong adalah isi isi adalah kosong kera sakti mojok.co

Inilah Ilmu yang Bisa Menjawab Makna ‘Kosong Adalah Isi, Isi Adalah Kosong’

29 Agustus 2020
Jurusan Filsafat di Mata Mahasiswa Jurusan Sosiologi: Bikin Iri dan Ingin Pindah Jurusan  Mojok.co

Jurusan Filsafat di Mata Mahasiswa Sosiologi: Bikin Iri dan Ingin Pindah Jurusan 

22 April 2024
fakultas filsafat ugm lulusan sukses di segala bidang mojok.co

Mengapa Lulusan Fakultas Filsafat UGM Bisa Sukses Nyaris di Segala Bidang?

22 Juli 2020
Betapa Menyebalkannya Jika Dosen Filsafat yang Mengajarmu Adalah Seorang Fundamentalis Agama

Jebakan Filsafat Adalah Penyebab Filsuf Kedai Kopi Serupa Dinosaurus

14 Desember 2020
Enaknya Punya Orang Tua yang Membebaskan Anaknya dalam Berkeyakinan terminal mojok.co

Orang Tua yang Membebaskan Anaknya dalam Berkeyakinan Adalah Sebenar-benarnya Anugerah

21 Oktober 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Menengok Bagaimana Penjaga Palang Kereta Api Bekerja, Termasuk Berapa Gajinya dan Gimana Cara Mendaftarnya  

Menengok Bagaimana Penjaga Palang Kereta Api Bekerja, Termasuk Berapa Gajinya dan Gimana Cara Mendaftarnya  

1 Desember 2025
Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

2 Desember 2025
5 Alasan Danau UPN Veteran Jatim Adalah Tempat Nongkrong Paling Romantis Sekaligus Paling Mlarat

5 Alasan Danau UPN Veteran Jatim Adalah Tempat Nongkrong Paling Romantis Sekaligus Paling Mlarat

2 Desember 2025
Rekomendasi Tempat Jogging Underrated di Semarang, Dijamin Olahraga Jadi Lebih Tenang Mojok.co

Rekomendasi Tempat Jogging Underrated di Semarang, Dijamin Olahraga Jadi Lebih Tenang

3 Desember 2025
Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

Pengalaman Transit di Bandara Sultan Hasanuddin: Bandara Elite, AC dan Troli Pelit

1 Desember 2025
Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

Nasi Goreng Palembang Nggak Cocok di Lidah Orang Jogja: Hambar!

1 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.