Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Gaya Hidup

Hidup dengan Gaji UMR Itu Indah, tapi Bo’ong

Budi oleh Budi
24 September 2025
A A
Hidup dengan Gaji UMR Itu Indah, tapi Bo’ong (Pixabay)

Hidup dengan Gaji UMR Itu Indah, tapi Bo’ong (Pixabay)

Share on FacebookShare on Twitter

Ketika ada orang bertanya, apa yang bisa dilakukan dengan gaji UMR? Jawabannya jelas banyak, tapi mungkin yang paling realistis hanya bertahan hidup. 

Syaratnya: tidak sakit, nir cicilan, dan tidak tiba-tiba ada undangan kondangan yang minta sumbangan. Sebab, saya rasa, gaji UMR kalau mau diibaratkan kayak bensin dua liter untuk menempuh perjalanan Jakarta-Surabaya.

Dan yang mencengangkan, pemerintah masih rajin melempar jargon manis. Katanya, siapa saja bisa hidup sejahtera asal pandai mengatur keuangan meskipun dapat gaji UMR.

Seolah-olah rakyat hidup miskin bukan karena sistem yang timpang. Faktanya, meski dicatat dengan rapi, angka-angka itu tetap tidak bisa disulap jadi saldo tabungan.

Di titik ini, selalu ada pertanyaan di pikiran saya. “Bagaimana caranya gaji UMR bisa untuk membeli rumah layak, sambil tetap memenuhi kebutuhan primer dan sekunder?” 

Pertanyaan tersebut penting. Bukan karena sedang mencari tips ajaib, melainkan karena kita perlu tahu apakah masih ada ruang logika dalam skema hidup di negeri ini.

Rumah layak hanya ada di brosur

Cobalah tengok sebentar harga rumah di kota besar. Sebuah rumah tipe sederhana, dengan luas tanah setara parkiran minimarket, sudah menyentuh harga ratusan juta. Bahkan di pinggiran kota, cicilan rumah bisa setara dengan separuh gaji UMR. 

Pertanyaannya. Dengan gaji yang bahkan tidak cukup untuk membayar kos layak itu, bagaimana mungkin ada mimpi untuk memiliki rumah sendiri.

Baca Juga:

Trenggalek Rasa Menteng: Derita Sobat UMR Surabaya Mencari Tanah di Durenan Trenggalek

Purwokerto Semakin Maju dan Kekinian tapi Tak Semua Orang Bisa Menikmatinya, apalagi Jika Hanya Bergaji UMR

Dan orang pemerintah punya jawaban yang sering kita dengar soal risauan itu yakni soal kerja keras. Bekerja lebih rajin, naik jabatan, dan akhirnya penghasilan meningkat. 

Tapi kan tidak semua orang bisa jadi manajer. Dunia ini tetap membutuhkan buruh pabrik, kasir minimarket, hingga sopir ojek daring. Kalau semua naik jabatan, siapa yang akan tetap menggilingkan roda ekonomi di bawah.

Dan yah, akhirnya, rumah layak hanya hadir di brosur developer. Disajikan dengan gambar keluarga bahagia di teras, lengkap dengan dua anak yang berlari. Padahal kenyataannya, rumah itu hanya bisa dicicil oleh kelas menengah yang gajinya tiga kali lipat UMR. Untuk pekerja dengan gaji UMR, brosur itu hanya selembar karya seni yang pantas dipajang di dinding kamar kontrakan.

Kebutuhan primer dan sekunder jadi lelucon di depan gaji UMR

Kita sering diajarkan di sekolah tentang piramida kebutuhan Maslow. Di bawah ada kebutuhan primer, di atasnya sekunder, lalu tersier. Tetapi di kehidupan nyata dengan gaji UMR, piramida itu runtuh jadi lelucon.

Kebutuhan primer saja sering tidak terpenuhi. Harga beras naik, tarif listrik naik, ongkos transportasi naik. Akhirnya, kebutuhan makan tiga kali sehari berubah jadi makan dua kali, atau satu kali plus mie instan. 

Belum lagi kebutuhan kesehatan. Orang dengan gaji UMR hanya bisa berharap agar tubuh tetap fit, sebab sekali masuk rumah sakit, tabungan bisa hilang sekejap.

Kebutuhan sekunder, seperti hiburan atau rekreasi, menjadi kemewahan yang hanya bisa dinikmati lewat gawai. Nonton konser jelas mustahil, akhirnya cukup puas dengan menonton potongan video di media sosial. Bahkan beli baju baru setahun sekali pun harus dihitung matang-matang, sebab ada risiko tabrakan dengan kebutuhan bayar kontrakan.

Ironisnya, para pejabat masih sering berpidato enteng sekali bahwa gaji UMR cukup asal tidak boros. Padahal yang disebut boros itu apa? 

Apakah membeli kopi sachet instan bisa dianggap pemborosan? Membelikan mainan murah untuk anak termasuk pemborosan? Rasanya pemerintah hidup di semesta berbeda, di mana angka UMR dianggap angka ajaib yang mampu menghidupi keluarga kecil dengan standar minimal layak.

Sindiran untuk negeri yang gemar menghibur diri

Pertanyaan tentang bagaimana gaji UMR bisa membeli rumah layak dan memenuhi kebutuhan primer sekunder sejatinya tidak mencari jawaban praktis. Pertanyaan itu adalah sindiran, sekaligus gugatan. 

Gugatan terhadap negara yang membanggakan pertumbuhan ekonomi, tetapi abai pada kenyataan bahwa sebagian besar rakyat hanya berputar-putar di lingkar kemiskinan.

Alih-alih memberikan solusi struktural, pemerintah lebih suka menyarankan rakyat untuk menambah keterampilan. Ikut kursus digital, berjualan online, atau mencari pekerjaan sampingan. 

Edan, dikira 24 jam sehari masih bisa diperpanjang menjadi 36 jam agar rakyat bisa terus bekerja tanpa henti. Padahal nih, inti masalahnya bukan di individu, melainkan di struktur upah yang tidak manusiawi.

Di negara yang katanya kaya sumber daya, rakyat kecil hanya bisa membeli rumah dalam bentuk virtual di permainan daring. Di negara yang katanya menjunjung keadilan sosial, rakyat dengan gaji UMR hanya bisa berandai-andai punya kulkas dua pintu. 

Lalu, kita masih dituntut untuk bersyukur, sebab katanya hidup di Indonesia jauh lebih murah dibanding negara lain. Padahal murah bagi siapa? Murah bagi pejabat yang bisa makan siang di hotel, atau murah bagi buruh yang setiap akhir bulan menatap rekening kosong.

Derita pekerja dengan gaji UMR

Mungkin, satu-satunya cara gaji UMR bisa membeli rumah layak adalah dengan mengubah definisi rumah. Rumah bukan lagi bangunan berdinding bata, melainkan kamar kos ukuran tiga kali tiga meter. 

Rumah bukan lagi tempat membangun keluarga, melainkan tempat pulang untuk sekadar tidur setelah bekerja dua belas jam. Kalau definisi itu yang dipakai, maka pemerintah benar, gaji UMR memang cukup.

Namun kalau kita bicara rumah dalam arti sebenarnya, mimpi itu hanya bisa dicapai dengan lotere. Entah lotere arisan keluarga, undian berhadiah, atau nasib yang tiba-tiba membuat kita viral dan jadi selebritas instan. Selain itu, jangan harap.

Ending-nya pertanyaan tadi tetap menggantung tanpa jawaban. Dan mungkin memang tidak perlu dijawab. Sebab di negeri yang gemar menghibur diri dengan jargon, pertanyaan kritis seringkali hanya dianggap angin lalu. 

Biarlah mimpi punya rumah layak dengan gaji UMR tetap hidup. Sama seperti dongeng-dongeng lain yang diselipkan untuk meninabobokan rakyat jelata.

Penulis: Budi

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Begini Cara agar Hidup Selamat di Jogja dengan Gaji UMR Jogja 2025: Harus Siap Menderita karena Itu Satu-satunya Pilihan

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 24 September 2025 oleh

Tags: Buruhcicilan rumahgaji buruhgaji umrharga rumahkelas menengahUMR
Budi

Budi

Suka minum es teh.

ArtikelTerkait

Alasan PNS Enggan Disebut Buruh (Odua Images:Shutterstock.com)

Alasan PNS Enggan Disebut Buruh

1 Januari 2024
Kalian Masih Membela Upah Murah Jogja Ketika Defisit Gaji Jadi Realitas? Mending Kita Gelut! gaji di jogja

Kalian Masih Membela Upah Murah Jogja ketika Defisit Gaji Jadi Realitas? Mending Kita Gelut!

15 Maret 2024
gaji umr

Curhatan Saya yang Punya Gaji UMR Dengar Cerita Orang yang Gajinya 2 dan 3 Digit

20 Oktober 2019
4 Hal yang Bikin Saya Betah Tinggal di Jogja mantan

4 Hal yang Bikin Saya Betah Tinggal di Jogja

9 Juli 2022
buruh

Buruh Membaca Buku, Apa Pentingnya?

5 September 2019
Di Mata Buruh Pabrik, Tapera Tidak Memberi Manfaat Nyata (Unsplash)

Di Mata Buruh Pabrik, Tapera Tidak Memberi Manfaat Nyata Dibanding Potongan Gaji Lainnya

8 Juni 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Menanti Gojek Tembus ke Desa Kami yang Sangat Pelosok (Unsplash)

“Gojek, Mengapa Tak Menyapa Jumantono? Apakah Kami Terlalu Pelosok untuk Dijangkau?” Begitulah Jeritan Perut Warga Jumantono

29 November 2025
Lamongan Megilan: Slogan Kabupaten Paling Jelek yang Pernah Saya Dengar, Mending Diubah Aja Mojok.co Semarang

Dari Wingko Babat hingga belikopi, Satu per Satu yang Jadi Milik Lamongan Pada Akhirnya Akan Pindah ke Tangan Semarang

30 November 2025
Alasan Saya Bertahan dengan Mesin Cuci 2 Tabung di Tengah Gempuran Mesin Cuci yang Lebih Modern Mojok.co

Alasan Saya Bertahan dengan Mesin Cuci 2 Tabung di Tengah Gempuran Mesin Cuci yang Lebih Modern 

5 Desember 2025
Alasan Orang Solo Lebih Hafal Jalan Tikus daripada Jalan Utama

Alasan Orang Solo Lebih Hafal Jalan Tikus daripada Jalan Utama

30 November 2025
Ketika Warga Sleman Dihantui Jalan Rusak dan Trotoar Berbahaya (Unsplash)

Boleh Saja Menata Ulang Pedestrian, tapi Pemerintah Sleman Jangan Lupakan Jalan Rusak dan Trotoar Tidak Layak yang Membahayakan Warganya

3 Desember 2025
Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

2 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.