Hingga kini, masih banyak orang yang bingung melihat protes terhadap UMR Jogja. Rata-rata, bingung karena punya anggapan seperti ini: pertama, Jogja murah. Kedua, karena murah, jadi gaji UMR harusnya tak begitu bermasalah. Begitu kira-kira.
Sayangnya, anggapan tersebut salah karena Jogja tidak murah. Hidup bergaji UMR sama saja setor diri kepada penderitaan. Saya tahu betul perkara ini karena saya sudah mengalami sendiri. Percayalah, saya tak sudi kembali ke masa-masa itu lagi.
Sebelum kerja di Mojok, saya sebagaimana manusia-manusia lain di Jogja, sempat menjadi sobat UMR. Saya tak kaget dengan hidup-hidup berat yang saya alami saat itu, sudah terlatih sejak kecil. Tapi bukan berarti saya bisa mensyukuri dan menikmati. Kemiskinan kok disyukuri, gendeng a kon?
Saya kasih tahu rasanya gaji UMR Jogja itu seperti apa. Sekalipun UMR sudah naik, tapi saya rasa pengalaman saya tetap valid.
Daftar Isi
Biaya kos
Saya mulai dengan biaya kos. Sebagai perantau, ya nggak ada pilihan lain selain ngekos. Maka, saya perlu cerita berapa uang yang saya keluarkan saat ngekos.
Awal bekerja, harga kos saya naik. Harga mahasiswa dan karyawan ternyata beda. Waktu masih mahasiswa, kos saya seharga 650 per bulan. Mahal memang, tapi saat itu saya sudah kehabisan pilihan kos jadi ambil mana aja yang kosong. Sewaktu jadi karyawan, naik jadi 750 ribu per bulan.
Gaji saya saat itu sebesar 1.9 juta. Hampir separuhnya sudah terpotong untuk kos. Sisa 1,1 juta. Nah, selama sebulan, saya harus belajar memanage uang segitu. Pada akhirnya, saya pindah kos 3 bulan kemudian, seharga 450 per bulan. Lumayan, uang masih sisa 1.4 jutaan. Tapi sama saja kecil sih.
Biaya makan
Biaya makan jadi krusial karena ya, makan. Dengan gaji UMR Jogja, saya tak punya opsi yang kelewat besar. Saat itu, saya berusaha bagaimana caranya makan tidak lebih dari 25 ribu per hari. Itu pun sulit, sebab, saya kerja shift malam. Mau tak mau energi yang keluar lebih besar dan asupan wajib lebih banyak soalnya begadang. Tapi katakanlah anggap saja 25 ribu per hari, maka, uang untuk makan selama sebulan adalah 750 ribu per bulan.
750 ribu ditambah 450 ribu per bulan, total 1.2 juta per bulan. Gaji saya sebesar 1.9 juta rupiah, dikurangi 1.2 juta, masih sisa 700. Terlihat banyak kan? Ndasmu.
Sisa gaji UMR Jogja
Hidup tidak hanya makan dan bayar kos. Saya harus memikirkan laundry, beli bensin, pulsa, dan sebagainya. Untuk laundry, mungkin saya menghabiskan sekitar 100 ribu atau kurang selama sebulan. Anggap saja 100. Lalu, pulsa, anggap saja 50. Nah, dari sisa gaji UMR Jogja yang saya punya, yaitu 700 ribu, sudah terpotong 150 ribu. Sisa 550 ribu.
Saya masih harus beli bensin. Saat itu, saya berusaha seirit mungkin, hanya 50 ribu per bulan. Saya bener-bener hanya ke kantor-kos dan sesekali main sama pacar. Untungnya, Honda BeAT tidak rewel, jadi 50 ribu per bulan cukup.
Nah, sisa gaji saya yang 500 ribu itu, saya pakai untuk ya nongkrong, ya beli rokok, dan biaya-biaya lain seperti beli sabun, sampo, galon di kos, dan sebagainya. Anggap saja 400 wis sebulan. Masih sisa 100.
Tuh sisa 100, berarti gaji UMR Jogja sebenarnya cukup dong? Lagi-lagi, ndasmu.
Gaji UMR Jogja nyatanya memang nggak bisa untuk hidup layak
Breakdown gaji saya ini adalah skenario jika saya benar-benar irit dan nggak ada kejadian tidak menyenangkan seperti sakit, ban bocor, oli ganti, dan sebagainya. Nyatanya, uang 400 ribu untuk nongkrong dan belanja bulanan itu nggak mungkin cukup. Kopi di Jogja per gelas sudah menyentuh 25 ribu. Skenario ini buyar jika kalian ingin makan agak enak sedikit.
Betul, dengan gaji kecil, baiknya memang kita ngirit. Masalahnya, kamu jadi nggak punya dana darurat. Kamu nggak bisa belanja baju jika kebetulan ada yang sobek, atau bayar biaya obat jika sakit. Misal kacamatamu patah, kamu nggak bisa apa-apa.
Breakdown gaji ini saya buat untuk memberi gambaran bahwa seseorang bisa saja hidup dengan gaji UMR Jogja. Tapi, kamu tidak bisa sejahtera. Kamu tidak punya opsi. Makan yang lebih proper aja nggak bisa karena sekali kamu makan di luar budget, keuanganmu hancur. Mananya yang hidup layak dari ini semua?
Saya mengalami gaji UMR Jogja ini pada 2018. Segalanya masih jauh lebih murah ketimbang sekarang. UMR Jogja memang naik. Jika saya masih bergaji UMR, mungkin gaji saya di angka 2.3 juta. Tapi melihat harga-harga sekarang, kenaikan 400 ribu (dihitung dari gaji lama saya) ya nggak ada efeknya. Banyak harga yang naik kelewat tinggi.
Lupakan kos 450 ribu. Kopi makin mahal. Makan sehari 25 ribu masih bisa, tapi tidak bisa makan enak. Jika gaji UMR untuk satu orang saja mengkis-mengkis, apa lagi untuk keluarga? Makin nggak ngotak.
Jadi, dari breakdown ini, sudah terlihat bahwa protes gaji UMR Jogja ini ada dasarnya. Dasarnya ya, biar orang-orang yang hidup di Jogja ini bisa hidup secara layak dan tidak menekan keinginan hidup mereka secara ekstrem. Sesederhana itu, tapi orang-orang nggak paham.
Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.