Setidaknya tulisan ini bisa mewakili suara warga yang ada di Desa Montorna, Kecamatan Pasongsongan, Kabupaten Sumenep. Sebab, gerutuan warga terkait pembangunan fisik desa tersebut sudah jamak terjadi. Praktis sejak puluhan tahun, walau jabatan kepala desa silih berganti kepemimpinannya, keadaan fisik desa ini benar-benar nelangsa.
Agar tulisan ini sistematis, menarik, dan bisa memantik pemerintah daerah Kabupaten Sumenep untuk segera memperbaikinya, saya akan membagi keluh kesah warga di sini ke dalam beberapa poin berikut:
Kondisi wilayah dan tanah Desa Montorna
Secara geografis, desa ini berada di perbatasan Kabupaten Sumenep dan Kabupaten Pamekasan. Dari kota kabupaten, desa ini berada di sebelah barat kurang lebih 35 kilometer. Ada pun dari kota Kecamatan Pasongsongan, desa ini berada di sebelah selatan kurang lebih 10 kilometer. Lokasinya berada di tengah gunung (baca: bukit), yaitu Gunung Payudan di selatan, Gunung Pancor di utara, dan Gunung Waru di barat. Karena dikelilingi gunung-gunung tersebut, seharusnya Desa Montorna termasuk desa yang sejuk dan subur serta banyak mata air.
Di Desa Montorna ada 7 dusun, yaitu Berkongan, Bangsoka, Delima, Komis, Tononggul, Tanggulun, dan Lenteng (Bamere). Dengan luas sekitar 12.500 meter persegi, Desa Montorna termasuk desa terluas di Kecamatan Pasongsongan. Jumlah penduduk di sini kurang lebih 4800 jiwa perkiraan berdasarkan hak pilih pemilihan kepala desa tahun 2019.
Desa Montorna mempunyai tekstur tanah yang biasa disebut “tana raja” dalam bahasa Madura, atau tanah lempung hitam. Ciri khas tanah ini sangat kumal, licin bila musim hujan, dan patah bila musim kemarau. Tanah seperti ini terbentuk dari unsur batuan punal warna hitam, yang oleh warga setempat disebut “kobih”. Bebatuan ini berada di sekitar 2 meter dari permukaan tanah dan dapat ditemukan di setiap sudut desa.
Dengan model tanah dan bebatuan seperti itu, dapat dipastikan tidak terdapat sumber mata air di Desa Montorna, Sumenep. Makanya bila musim kemarau, dusun-dusun di Desa Montorna—kecuali Dusun Tanggulun dan Lenteng—kesulitan air bersih. Tak jarang, para warga harus membeli air bersih ke mobil tangki air untuk mempersiapkan penyiraman tembakau dan MCK.
Baca halaman selanjutnya
Secara ekonomi, kehidupan warga desa memprihatinkan…