Beberapa waktu yang lalu gaya busana Anya Geraldine pada pesta pernikahan Chelsea Islan dan Rob Clinton menuai kritik. Menurut warganet, baju yang dipakai Anya terlalu wow bahkan dianggap menyaingi pengantin. Lalu muncul diskusi menarik tentang etika berbusana tamu undangan dalam menghadiri sebuah pesta.
💚 menurut kalian kebiasaan dateng ke acara nikahan dengan pakaian “lebih bersinar” drpd yg punya acara gmn guys? Pro or kontra? pic.twitter.com/ofGGfcFvCb
— Tanyarl ㅡ Dilarang 🔞 (@tanyakanrl) December 10, 2022
Kebetulan gaun yang dipakai Anya memang cukup bling-bling dan punya ekor yang lumayan panjang untuk baju seorang tamu. Kalau soal warna sih, barangkali sudah ditentukan dress codenya. Pun sebenarnya potongan gaunnya simpel saja, dan nggak lebih heboh kok daripada gaun si pengantin. Dandanannya juga masih terlihat normal, nggak lebih menor dari Chelsea Islan. Kayaknya kekhilafan Anya cuma memilih gaun yang berekor dan taburan kristalnya terlalu penuh yang mana gaun berekor dan bertabur banyak kristal itu identik dengan gaun pengantin.
Namun seorang Chelsea Islan tetap terlihat paripurna sebagaimana biasanya, tak peduli bagaimana penampilan Anya Geraldine dan tamu lainnya. Masalahnya, nggak semua mempelai perempuan diberkati dengan tampilan flawless macam Chelesea Islan, ygy.
Kasus salah kostum yang dilakukan figur publik sebenarnya bukan pertama kali ini terjadi. Yang paling saya ingat ada Krisdayanti dan Raisa yang sempat menggunakan ball gown ketika jadi penampil dalam sebuah pesta pernikahan. Memang gaunnya ngembang banget kaya gaun Cinderella pas di pesta dansa. Kebetulan saja mereka figur publik sehingga kelalaiannya pasti jadi sorotan. Padahal fenomena tampil heboh bak menyaingi pengantin juga sering terjadi di masyarakat. Bahkan, beberapa orang melakukannya dengan sengaja karena haus pengakuan. Iya, sialan emang.
Balik lagi ke diskusi soal etika penampilan saat menghadiri pesta pernikahan. Memang terserah tamu undangan mau pakai baju apa selama nggak ditentukan dress codenya. Toh mereka juga beli baju pakai uangnya sendiri. Namun, bebas bukan berarti tidak bijak menentukan penampilan yang bisa meredupkan pesona si pengantin.
Seriusan deh, orang-orang yang tampil terlalu mencolok dalam pesta pernikahan memang sangat membagongkan. Apalagi kalau sampai bikin penampilan pengantinnya kebanting. Kan harusnya si manten sebagai pemilik acara yang jadi pusat perhatian. Kecuali konsep acaranya memang sultan, jor-joran adu glamor. Kalau itu sih nggak jadi masalah soalnya pengantinnya sudah setuju.
Sayangnya, masih ada aja yang menganggap kondangan sebagai ajang adu gengsi dan pamer. Makanya mereka berusaha tampil semaksimal mungkin biar nggak kalah saing sama tamu lainnya atau malah sama pengantinnya sendiri. Pokoknya selama dia berhasil jadi pusat perhatian, gas trabas ae, Bosque. Lupa deh kalau tamu undangan punya kewajiban untuk memberi kesempatan bagi pemilik hajat untuk jadi bintang utama. Sudah kaya balas dendam di nikahan mantan saja, tampil menawan biar mantan menyesal. Tamu-tamu yang seperti itu memang ada saja dan sangat nggapleki.
Bayangin deh gimana perasaan pengantin perempuannya yang seharusnya dipuji cantik, tapi orang-orang malah sibuk merhatiin seorang tamu yang dianggap lebih wow? Kan nyesek, ya? Padahal esensi datang ke kondangan itu untuk menunjukkan kalau kita ikut berbahagia pada hari spesial orang terdekat kita. Momen seumur hidup sekali yang seharusnya menjadi kenangan indah buat mempelai, bisa jadi ternoda gara-gara tingkah tamu yang caper. Kalau si pengantin bisa legowo sih nggak masalah. Lha, kalau kebaperan gimana?
Di negara-negara barat-dan negara pengadopsi budaya barat-bahkan ada aturan tak tertulis yang menganggap menggunakan warna putih untuk menghadiri undangan pernikahan dianggap nggak etis. Wajar sih, soalnya baju pernikahan mereka umumnya pakai gaun putih, jadi biar nggak menyerupai pengantinnya. Lagi pula kalau dipikir-pikir, pakai baju putih buat menghadiri pesta pernikahan itu nyusahin diri sendiri nggak, sih? Gampang banget kotor gitu, jadi nggak tenang kalau mau ngapa-ngapain terutama saat makan. Kebayang ngilangin nodanya pasti bakalan susah banget.
Kalau di Indonesia, penggunaan gaun putih mungkin belum sepopuler pakaian adat yang warnanya lebih susah untuk kita tebak. Warna putih sering dipakai untuk akad nikah atau pemberkatan di gereja yang sifatnya sakral dan acaranya lebih intim. Jarang sekali pengantin memilih warna putih untuk resepsi, meskipun ada. Maka nggak ada larangan pakai warna khusus untuk datang ke kondangan di Indonesia. Namun, bukan berarti etika berbusana yang lebih sederhana bisa disepelekan.
Memang sangat baik jika kita menggunakan baju yang bagus untuk menghadiri pesta pernikahan seseorang. Hal itu juga termasuk upaya kita untuk menghargai tuan rumah dan diri sendiri, Tapi, cukup sebatas baju yang formal dan rapi, nggak perlulah sampai cetar membahana ulala macam mau peragaan busana.
Kalau di daerah-daerah, apalagi yang hajatannya masih di dalam gang, jarang sih ada undangan yang pakai gaun. Biasanya mereka menggunakan batik, kebaya, atau baju sopan saja. Tapi ada saja ibu-ibu yang suka pakai perhiasan segambreng, seolah semua stok perhiasannya di rumah dipakai. Ya memang nggak melanggar hukum sih, tapi rasanya kurang pas saja.
Sebenarnya nggak masalah banget kalau kebetulan warna baju kita senada dengan baju pengantin mengingat cukup sulit memprediksi warna baju pengantin di Indonesia, asalkan model baju yang kita pilih simpel. Sebaiknya hindari pemakaian baju yang berekor menjuntai hingga ke lantai, terlalu berkilau, terlalu mengembang, pemakaian perhiasan yang berlebihan, atau memilih outfit dengan detail-detail yang terlalu menarik perhatian, ya.
Penulis: Erma Kumala Dewi
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Meluruskan Salah Paham Soal Pesta Pernikahan di Desa yang Bisa Berhari-hari.