Banyak hal tidak terduga saat interview online. Namun, yang kali ini sungguh membagongkan bagi saya.
Sampai dengan saat ini, entah sudah berapa pelamar kerja yang saya interview untuk keperluan seleksi karyawan di berbagai posisi. Lain kandidat lain tabiat, merupakan frasa yang tepat untuk menggambarkan serangkaian proses yang sudah saya alami. Lha, gimana. Sama halnya seperti staf customer service yang tidak bisa menebak—apalagi memilih—karakteristik pelanggan yang datang, sebagai rekruter, saya pun ada di posisi yang sama. Saya nggak bisa memilih kandidat dengan karakter seperti apa yang akan (atau sedang) diproses.
Ada kandidat yang adem-ayem dan santun selama proses wawancara kerja berlangsung. Ada yang sembarang jawab pertanyaan dan asal fafifu wasweswos sing penting wawancara cepat kelar. Ada juga yang nggak tahu harus jawab apa selama proses berlangsung, lalu akhirnya malah nanya ke teman yang ada di sebelahnya atau orang di sekitar. Khusus untuk opsi terakhir, baru saja saya alami beberapa waktu yang lewat saat melakukan interview online melalui telepon.
Jadi, begini ceritanya.
Awal mula, saya membuka percakapan seperti biasa. Memperkenalkan diri, menginformasikan mendapat profil kandidat yang bersangkutan dari mana, kemudian menyampaikan maksud dan tujuan. Setelahnya, kandidat dipersilakan untuk memperkenalkan diri sebagaimana mestinya. Oke, kita sama-sama sepakat bahwa sampai di sini masih normal, ya?
Perlahan, saya mulai mengajukan beberapa pertanyaan mengenai pengalaman kerja kandidat sebelumnya, termasuk apa saja yang menjadi tanggung jawabnya.
“Boleh diceritakan tentang pengalaman kerja sebelumnya, Atun (nama samaran)?” tanya saya.
“Eh, gue ditanya pengalaman kerja sebelumnya, nih. Jawabnya apa?” kata si Atun sambil berbisik.
Entah kepada siapa ia berbisik. Yang jelas, bisikannya sebelas-dua belas mirip orang yang sedang bergosip.
Tidak lama kemudian, Atun menjawab secara perlahan. Seakan menunggu jawaban yang lengkap terlebih dahulu melalui bisikan yang didapat dari orang di dekatnya.
Situasi ini betul-betul membagongkan bagi saya. Kendati demikian, awalnya tetap saya diamkan saja. Saya coba memahami sebisa mungkin terlebih dahulu. Mungkin kandidat ini blank, grogi, atau sebangsanya. Tanpa menunggu lebih lama dan larut dalam asumsi sendiri, saya lanjut bertanya, “Kesulitan apa saja yang sering ditemui Atun di pengalaman kerja sebelumnya?”
“Sekarang gue ditanya ini, nih. Jawabnya apa cepetan,” lagi-lagi Atun berbisik dan masih juga terdengar oleh saya, sebagai lawan bicara.
Kali ini, respons dari orang yang ada didekat Atun semakin serampangan. Terdengar suara tawa tipis-tipis. Cengengesan, sambil memberi tahu Atun harus menjawab apa. Saya harus menunggu sekitar 15 detik, sampai akhirnya Atun menjawab. Itu pun dengan jeda bicara yang cukup lama. Pada titik ini, tidak bisa tidak, saya dongkol setengah mampus sekaligus keheranan.
Lha, gimana. Bisa-bisanya ada kandidat saat interview online, bukannya berpikir dan usaha sendiri saat menerima pertanyaan dari HRD, malah meminta bantuan ala-ala ask the audience dan/atau phone a friend.
Lagipula, rekruter mana yang nggak dongkol jika berada dalam situasi serupa?
Setelah beberapa kali saya mengajukan pertanyaan dan tingkah laku kandidat tersebut masih sama—selalu berbisik dan bertanya kepada temannya ketika mendapat pertanyaan—akhirnya, saya memutuskan untuk mengakhiri proses interview online tersebut. Bukan karena saya baper, tapi, kandidat seperti ini ngerti konsep wawancara kerja nggak, sih?
Begini, Jamilah.
Pertama, yang saya tanyakan itu semuanya berkaitan dengan diri sampeyan. Full dari perkenalan, pengalaman kerja, job desc sebelumnya apa saja, sampai alasan kenapa sampeyan harus dipertimbangkan untuk posisi yang dilamar. Bukan tentang orang lain. Kalau setiap ditanya, sampeyan malah nanya orang lain, buat apa saya capek-capek wawancara sampeyan? Lebih baik saya langsung ngobrol sama temenmu saja. Lebih cepat, lugas, dan gragas.
Kedua, sampeyan paham konsep berbisik nggak, sih? Kalau memang mau menanyakan jawaban ke orang terdekat, jangan sampai ketahuan lawan bicara. Masa harus saya kasih tutorial berbisik yang baik dan benar terlebih dahulu, sih? Nggak, kan? Nggak, dong?
Nih, ya, saran saya, buat para pelamar kerja ketika mengikuti proses interview online, saat HRD mengajukan pertanyaan, jawab dengan kemampuan dan pengetahuan sendiri saja. Jangan malah bertanya lagi ke orang lain dengan cara berbisik, sudah gitu ketahuan lagi. Pokoknya, jangan. Bisa-bisa malah kena attitude issue. Toh, yang ditanya juga masih seputar diri kalian sendiri, kan?
Kalau memang kepepet banget, dibanding bisik-bisik gitu, akan lebih baik jika googling saja. Itu pun kalau sempat dan prosesnya nggak melalui video call.
Kelakukan yang seperti itu, demi apa pun, dalam proses wawancara kerja, harus diminimalisir. Sebab, jelas nggak mencerminkan profesionalitas sama sekali. Malah akan menjadi poin minus dan bad experience bagi HRD. Lha, iya, dong. Masa saat proses wawancara kerja masih juga nanya kunci jawaban ke teman di sebelah. Memang, sampeyan pikir sedang ujian?
BACA JUGA Wahai Pelamar Kerja, Kesan Pertama Itu Penting! dan artikel Seto Wicaksono lainnya.