Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Ondel-ondel, Ikon Jakarta yang Terpinggirkan

Aisha Rara oleh Aisha Rara
8 Februari 2021
A A
Ondel-ondel, Ikon Jakarta yang Terpinggirkan Terminal mojok
Share on FacebookShare on Twitter

Jangan ditanya gimana perasaan seorang keturunan Betawi asli ketika melihat ondel-ondel bertebaran di jalanan. Kesenian adiluhung yang dulu sempat berjaya, bahkan menjadi ikon Kota Jakarta Raya dan lebih nge-hits daripada Patung Selamat Datang atau banjir ibu kota, kini tak ubahnya seperti pengamen jalanan.

Saya bukannya sedang merendahkan profesi para pengamen. Tapi, mengarak ondel-ondel itu bukan sekadar mengarak pawai. Bukan pula sekadar joget goyang-goyang, apalagi sampai jejingkrakan di pinggir jalan raya.

Kamu tahu apa arti ondel-ondel bagi masyarakat Betawi? Ondel-ondel bukan sekadar boneka untuk ditonton dan ditertawakan. Boneka tersebut dipercaya sebagai jelmaan para leluhur. Penolak bala yang menjaga keselamatan warga kampung.

Ondel-ondel dibuat berpasangan laki-laki dan perempuan. Wajah boneka laki-laki dicat berwarna merah. Melambangkan seorang penjaga kampung yang berani, galak, dan kuat. Kumis hitam melintir panjang dengan mata yang terkesan merah menandakan bahwa ia siap berkelahi sampai mati menjaga wilayahnya.

Sedangkan wajah ondel-ondel perempuan selalu dicat berwarna putih. Dengan bulu mata lentik dan rambut yang dipenuhi kembang goyang di atas kepala dan bunga ronce yang menjulur. Tatapan matanya sayu dengan bibir tersenyum. Ini dimaksudkan untuk memberi tahu semua bahwa orang Betawi itu pada dasarnya ramah dan terbuka. Tapi, jangan coba-coba mengganggu kampung mereka dan seisinya. Bisa-bisa keluar beringasnya.

Maka dulu dipercaya adanya tradisi Ngukup sebelum memainkan dan mengarak boneka ondel-ondel. Ngukup adalah sebuah upacara membakar menyan yang asapnya dibalur ke seluruh badan ondel-ondel sambil membaca mantra serta doa. Diiringi sesajen yang disiapkan untuk para arwah.

Upacara ini dimaksudkan untuk meminta izin pada para roh halus penunggu kampung untuk memainkan ondel-ondel. Tujuannya agar mereka melindungi para pemain dan pengarak supaya nggak diganggu, nggak ditumpangin ataupun ketempelan makhluk gaib yang jahat dan jahil. Kesurupan bahasa bekennya.

Tahun 1966, Ali Sadikin selaku Gubernur DKI Jakarta merombak tampilan wajah ondel-ondel demi menghilangkan kesan seram dan angker agar bisa dijadikan ikon kota Jakarta. Meski standar ukuran boneka tetap berdiameter 80cm dengan tinggi 2.5m, wajah boneka (terutama yang laki-laki) diubah agar nggak lagi terlihat marah dan galak. Biarpun kumis tetap panjang melintang, tapi tatapan matanya ramah dan jauh dari kesan beringasan. Untung nggak ditambahin jenggotan. Kalau iya, mungkin ondel-ondel sekarang bisa kena dipanggil kadrun. Hehehe.

Baca Juga:

Ironi Pembangunan Kota Malang: Sukses Meniru Jakarta dalam Transportasi, tapi Gagal Menghindari Banjir

Saya Pengguna Setia Transjakarta dan Setuju kalau Tarifnya Naik asal 4 Hal Ini Terpenuhi

Perlahan tradisi Ngukup pun menghilang. Perkembangan zaman dan kepercayaan komunal membuat ondel-ondel tak lagi dipandang sebagai kesenian klasik yang sakral. Ondel-ondel bertransformasi menjadi kesenian sejuta umat yang atraksinya bisa kita temui di acara-acara pertunjukan kesenian, peresmian gedung, penyambutan tamu, tempat hiburan, pernikahan, sunatan, dan acara-acara suku Betawi lainnya.

Sayangnya, hampir satu dekade ini ondel-ondel rasanya mulai dilupakan. Masalah klasik seperti minimnya penerus dan peminat masih menjadi penyebab utama yang membuat kesenian tradisional ini mangkrak.

Maka, bisa kita saksikan ondel-ondel yang dulu berjaya mengisi ruang-ruang pertunjukan dan perhelatan warga, kini bertebaran di jalan-jalan. Mengisi ruang pertunjukan jalanan dengan musik rekaman dari audio bersuara nyaring dan sember yang memekakkan telinga. Menari asal-asalan sambil menengadahkan wadah pengumpul recehan ke para pemakai jalan.

Kehadiran mereka yang dulu menghibur dan berjiwa magis, kini malah hanya dijadikan bahan tertawaan, bahkan banyak mendapat hujatan. Dari mulai mengganggu ketertiban, membahayakan pemakai jalan, hingga merusak kenyamanan.

Ondel-ondel yang harusnya diperagakan oleh seniman terlatih agar dapat menari anggun dan aman, kini dibawa serampangan ke pinggiran jalan oleh anak-anak tanggung yang terlihat nggak paham dengan kesenian ini. Sepertinya asal ada boneka, musik rekaman, dan wadah meminta uang, maka siapa pun boleh mengenakan boneka tersebut dan mengayunkannya atas nama menyambung hidup mencari makan.

Memang nggak bisa disalahkan. Kebutuhan hidup yang semakin meningkat sedangkan lapangan kerja semakin sulit didapat membuat orang berpegangan kepada apa saja yang membuat mereka bisa bertahan. Begitu mungkin yang dirasakan para pengrajin dan pemilik boneka ondel-ondel.

Melihat boneka menganggur dan rusak dimakan usia tanpa menghasilkan sesuatu yang berfaedah pasti menimbulkan rasa galau. Sepinya perhelatan dan ruang pertunjukan yang tak lagi memakai jasa ondel-ondel sebagai penghibur, membuat mereka sudi menyewakan bonekanya kepada para musisi jalanan. Setidaknya, mereka masih ada pemasukan harian untuk membeli makanan dan bayar iuran.

Begitu pun dengan para peraga ondel-ondel dan pemain musik pengiring. Minimnya keahlian lain dan jenjang pendidikan yang sedari dulu biasa dikesampingkan oleh orang Betawi dan keturunannya, membuat mereka ikut turun ke jalan. Tak peduli lagi dengan estetika dan kesakralan atraksi. Yang terpenting gimana caranya bisa menghasilkan uang.

Hal ini membuat orang lain yang biasa hidup dari jalanan pun menangkap peluang untuk ikut meramaikan atraksi ondel-ondel jalanan meski tanpa pengalaman. Maka, ramailah kita saksikan ondel-ondel bertebaran di jalanan Jakarta yang tak lagi membuat hati riang saat menyaksikan, tapi malah melahirkan omelan dan keluhan.

Saya melihatnya dengan rasa gamang dan sedih. Ondel-ondel terpaksa mengais recehan di jalanan karena keadaan yang semakin nggak memihak. Ke mana para keturunan Betawi? Tidakkah mereka juga merasa miris melihat fenomena ini? Ke mana pemerintah yang dulu dengan gagah mendaulat kesenian ini sebagai ikon kota? Apakah hanya sekadar penamaan belaka tanpa usaha merawat budaya? Tidakkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melihat hal ini sebagai sesuatu yang perlu diselamatkan?

Keberadaan ondel-ondel di jalanan Jakarta mencari recehan bukan saja berpotensi merusak nilai kesenian, tetapi juga membahayakan keselamatan orang-orang. Tubuh tambunnya bisa secara tak sengaja menyenggol apa saja dan mengganggu para pemakai jalan yang bisa menyebabkan kecelakaan.

Apalagi kalau ada yang kadung merasa sebal dan iseng mendorong badan ondel-ondel. Sedikit masalah keseimbangan akan membuat boneka besar itu jatuh dan membuat cedera.

Maka saya pikir dibutuhkan langkah konkret untuk mengembalikan ondel-ondel ke ruang-ruang pertunjukan. Perlu ada usaha untuk merangkul para pengrajin dan peraga atraksi ondel-ondel agar bisa terus berkreasi dan tak patah arang mewariskan kesenian ini kepada anak cucu mereka.

Mungkin bisa dimulai dengan kembali mengundang mereka di acara-acara yang diselenggarakan Pemda dan para pejabatnya. Menyelipkan mereka di antara pengisi acara yang menyemarakkan hajatan kota. Jadi, nggak cuma ramai dangdutan sama kampanye terselubung saja.

Ondel-ondel sudah mengiringi Jakarta dari mulai bernama Batavia. Akankah kita rela melihat anak cucu kita memandang kesenian ini hanya sekadar boneka besar pembuat onar yang berisik di jalanan? Atau kita biarkan saja ia terlupakan dan punah tergilas zaman?

Sumber Gambar: Wikimedia Commons

BACA JUGA 8 Karakter Orang Betawi yang Perlu Dipelajari Kalau Tinggal di Jakarta dan tulisan Aisha Rara lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 5 Maret 2021 oleh

Tags: betawiJakartaondel-ondel
Aisha Rara

Aisha Rara

Ibu-Ibu Galak tapi cengeng

ArtikelTerkait

senjata biologis VOC jakarta mojok mumpung belum

Gara-gara Senjata Biologis VOC, Jakarta Pernah Dijuluki sebagai Kota Tahi

25 Agustus 2020
Jalan Raya Kalimalang Dibenci Sekaligus Dicintai Pengendara yang Melintas kalimalang jakarta

Jalan Raya Kalimalang Dibenci Sekaligus Dicintai Pengendara yang Melintas

21 Mei 2024
5 Hal Tidak Menyenangkan di Solo yang Sering Bikin Wisatawan Kapok

Kenapa Jalanan Solo Selalu Macet Padahal Kotanya Tidak Segede Jakarta?

25 November 2025
Panduan Membedakan Kota dan Kabupaten Pekalongan biar Nggak Salah Lagi! Terminal Mojok

Alasan Kota Pekalongan Layak Jadi Kota Bisnis

30 Desember 2020
VOC Pernah Memakai Senjata Biologis di Jakarta, dan Senjata Tersebut Adalah Tahi!

VOC Pernah Memakai Senjata Biologis di Jakarta, dan Senjata Tersebut Adalah Tahi!

26 Februari 2024
Cinere, Kecamatan di Depok yang Vibes-nya Lebih Jaksel ketimbang Depok kerja di jakarta

Cinere, Tempat Terbaik bagi Orang yang Bekerja di Jakarta, Akses Mudah, Harga Hunian Masih (Lumayan) Masuk Akal

10 Agustus 2024
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Korupsi Masa Aktif Kuota Data Internet 28 Hari Benar-benar Merugikan Pelanggan, Provider Segera Tobat!

Korupsi Masa Aktif Kuota Data Internet 28 Hari Benar-benar Merugikan Pelanggan, Provider Segera Tobat!

3 Desember 2025
4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang Mojok.co

4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang

3 Desember 2025
Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

1 Desember 2025
Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

2 Desember 2025
3 Alasan Saya Lebih Senang Nonton Film di Bioskop Jadul Rajawali Purwokerto daripada Bioskop Modern di Mall Mojok.co

3 Alasan Saya Lebih Senang Nonton Film di Bioskop Jadul Rajawali Purwokerto daripada Bioskop Modern di Mall

5 Desember 2025
Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka Mojok.co

Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka

1 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.