Saya lulusan Jurusan Sejarah dan kerap dipandang sebelah mata. Sebenarnya anggapan ini sudah melekat sejak awal saya masuk jurusan ini. Orang-orang langsung meragukan jurusan dan bertanya, “Nanti kerjanya apa?” atau “Palingan jadi penjaga museum atau guru, ya?”
Awalnya saya menanggapinya dengan guyonan saja. Tapi, lama-lama kesal juga mendengarnya. Selalu diulang-ulang setiap bertemu dengan orang baru. Bayangkan saja, orang yang saya jumpai berbeda-beda, tapi pertanyaannya template.Â
Saya sadar, hal ini terjadi karena orang-orang banyak yang belum mengerti soal jurusan ini. Sejak di masa sekolah, disiplin ini pun dianggap paling membosankan karena berkutat hanya pada hafalan dan cerita.
Sebagai orang yang sudah lulus dari jurusan ini, saya akan jelaskan beberapa salah kaprah soal Jurusan Sejarah yang terlanjur dipercaya banyak orang. Niat saya sederhana, supaya kami tidak lagi dianggap sebagai sekumpulan orang-orang yang tidak bisa move on.
#1 Jurusan sejarah dianggap hanya menghafal peristiwa bersejarah
Banyak orang-orang berpandangan, Jurusan Sejarah hanya berisi hafalan saja. Kalau tidak menghafal nama tokoh, lokasi, atau tanggal terjadinya peristiwa. Seakan-akan kami hanya belajar untuk mengingat saja. Anggapan ini tentu ngawur sekali. Jurusan Sejarah bukan hanya soal menghafal.
Di Jurusan Sejarah, kami bukan hanya belajar menghafal, melainkan analisis mendalam terhadap satu peristiwa. Kami juga mempelajari cara mengenali sumber yang valid dan kredibel, lalu membaca konteks dari berbagai perspektif. Mulai dari budaya, sosial, politik, dan lain sebagainya. Setelah itu, barulah belajar menginterpretasikan peristiwa tersebut.
Kalau hanya menghafal, akan banyak lahir peristiwa bersejarah dari berbagai versi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Analisis adalah kunci penting dalam belajar sejarah, bukan hafalan. Hafalan hanya potongan kecil dalam Jurusan Sejarah.
#2 Dianggap hanya mengingat masa lalu dan alergi pada masa depan
Ini adalah salah kaprah paling menyebalkan yang pernah saya dengar. Saya pernah dibilang sebagai pengingat masa lalu dan alergi dengan masa depan. Saya dianggap tidak bisa dewasa karena mempelajari masa lampau, bukannya fokus pada masa depan.
Tolonglah, klaim itu sungguh tidak adil. Masak saya langsung dihakimi sebagai orang yang nggak dewasa dan fokus ke masa depan? Belajar sejarah justru mencegah kejadian buruk di masa lampau tidak terulang lagi di masa depan. Sejarah justru jadi alat penting untuk memahami masa kini.
Kita bisa pelajari polanya di masa lampau. Mulai dari akar konflik, perkembangan ekonomi, dinamika politik, sampai perubahan budaya. Dengan belajar sejarah, kita bisa mencegah kebijakan publik yang merugikan masyarakat karena pernah terjadi di masa lampau, misalnya.
#3 Kuliah Jurusan Sejarah itu cenderung santai dan mudah
Saya pernah dengar kalau kuliah Jurusan Sejarah itu santai dan mudah. Mudah dari mana coba? Setiap hari harus mencari sumber yang valid dan dapat dipercaya kredibilitasnya. Mencari arsip dan naskah kuno itu perlu waktu yang lama karena sulit ditemukan. Belum lagi kalau bahasanya asing, harus diterjemahkan terlebih dahulu.
Menulis analisisnya juga nggak cukup 5 menit. Perlu konsistensi waktu dan ketelitian untuk membuktikan bahwa setiap sumber dan argumen berbasis bukti yang benar. Kalau tidak, dianggap mengada-ada dan kisah dongeng.
Jangan dipikir mudah karena di permukaan taunya hanya menghafal saja. Kenyataannya tidak semudah itu. Andai saja bisa semudah itu, saya juga mau. Sayangnya, nggak mudah sama sekali, Bang.
#4 Bukan ilmu praktis dan tidak menguntungkan
Terakhir, barangkali ini adalah stigma yang paling sering didengar saat masuk Jurusan Sejarah. Mempelajari sejarah seakan-akan dianggap sebagai hobi, jadi tidak semestinya dipelajari sebagai sebuah disiplin di perkuliahan. Hanya karena tidak menghasilkan benda, teknologi baru, atau barang yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Akan tetapi, belajar di Jurusan Sejarah justru memberikan cara berpikir yang terstruktur, kemampuan membaca pola, sebab dan akibat, konflik sosial yang terjadi di tengah masyarakat. Termasuk, menganalisis perubahan jangka panjang. Hal-hal yang diperlukan di zaman semuanya serba kacau. Data melimpah, tapi informasinya simpang siur dan seringkali keputusan mengelola data tersebut sembrono.
Sejarah jadi ilmu yang praktis dan sangat berguna apabila dikaitkan dengan analisis, riset, data, literasi, dan membaca manusia. Hal inilah yang membuat manusia tetap menjadi humanis. Tapi, dengan segala kelebihan tersebut, ilmu sejarah tetap dianggap kurang berguna, mungkin karena beberapa pihak yang merasa terganggu dengan keberadaannya ya. Pihak yang ingin masa kelamnya dihapus, dianggap tidak ada, dan menyangkal pernah melakukannya. Bahkan, dengan lantangnya menganggap sejarah sebagai rumor tanpa bukti. Mungkin itu mengapa, pihak yang zalim begitu takut dengan orang yang paham akan sejarah.
Penulis: Nasrulloh Alif Suherman
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA 4 Salah Kaprah tentang Jurusan Ilmu Politik yang Sudah Terlanjur Dipercaya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















