Ada yang sudah tahu kalau enam dari sepuluh orang pernah jatuh cinta dengan rekan kerjanya di kantor? Setidaknya itulah hasil penelitian dari perusahaan konsultan media dari Jepang, Biz Hits, belum lama ini. Hasil penelitian mereka juga menunjukkan bahwa lebih dari 70% orang yang ‘cinlok’ tersebut berada di rentang usia 20-30 tahun. Dan sebanyak 38% mengaku bahwa bagian paling sulit dari kisah ‘cinlok’ ini adalah menjaga agar hubungan mereka tidak diketahui oleh orang lain. Backstreet kalau kata orang dulu.
Alasan utama mereka menyembunyikan hubungan tersebut tentu adalah karena faktor profesionalisme. Sejauh ini mayoritas orang mengamini bahwa hubungan asmara sesama rekan kerja sedikit banyak akan mempengaruhi pekerjaan.
Di Indonesia sendiri pada tahun 2017, Mahkamah Agung telah mencabut aturan yang membolehkan perusahan untuk menambahkan klausul khusus di kontrak kerja tentang pernikahan antar pekerja di tempat yang sama. Sehingga saat ini siapa saja boleh menikah dengan teman satu kantor.
Namun, perlu diingat bahwa pernikahan bukanlah hal yang mudah dan klise seperti kisah drama Korea. Bukan pula permainan joget-jogetan di antara pepohonan ala film India. Pernikahan lebih mirip permainan sepak bola yang mana para penonton akan terus bersorak-sorai melihat drama yang terjadi di depan mata mereka.
Untuk itu ada beberapa hal yang harus dipikirkan dan direncanakan sebelum menikah dengan teman satu kantor. Khususnya bagi yang keduanya tidak mau meninggalkan kantor yang sama.
Siap-siap dipindahtugaskan
Setelah pemerintah memperbolehkan pernikahan dengan rekan satu tempat kerja, banyak pemilik perusahaan mulai merasa insecure kalau-kalau terjadi perubahan suasana dan kondisi kerja yang kurang profesional. Alasan ini masuk akal mengingat mereka merekrut setiap karyawannya untuk bekerja, bukan untuk bercinta.
Oleh karenanya, HRD akan meminimalisir intensitas tatap muka di antara pasangan karyawan ini. Caranya adalah dengan memindahkan salah satunya ke departemen lain, cabang lain, atau bahkan ke kota lain. Sebisa mungkin tidak dalam satu ruangan yang sama. Hal ini sangat lazim dilakukan di perusahaan-perusahaan yang memiliki banyak cabang dan anak usaha lainnya.
Bagi pengantin baru, tentu hal ini akan sulit diterima. Maka jangan heran jika ada atau tidak adanya larangan untuk menikah dengan teman satu kantor, salah satu dari pasangan itu pasti ada yang mengalah dan pilih mengundurkan diri.
Belajar untuk cuek dan berbesar hati
Dinding di kantor mana pun pasti memiliki mulut dan telinga tapi anehnya tidak punya hati. Apalagi para karyawannya. Apa saja bisa digosipkan. Dan salah satu topik yang paling hangat untuk digibahi bersama adalah urusan rumah tangga.
Namanya pengantin baru tentu sangat biasa kalau masih suka mengumbar kemesraan di depan umum. Sayangnya, kemesraan itu tidak akan bertahan lama seiring dengan menumpuknya beban pekerjaan dan rumah tangga. Nah, begitu keharmonisan itu berkurang sedikit saja, kolega-kolegamu yang nyinyir akan segera menggorengnya jadi berita.
Belum lagi jika ternyata masing-masing saling memiliki rekan kerja yang berlawanan jenis. Udah deh, hambok yakin yang dulunya biasa aja tetapi kalau sudah sah jadi suami istri pasti lebih mudah terbakar api cemburu. Urusan kerjaan jadi nggak fokus dan terurus. Yang ada hanya saling curiga satu sama lain. Inilah yang namanya urusan rumah tangga dibawa ke tempat kerja.
Kalaupun sudah telanjur terjadi, salah satu cara paling jitu untuk mengatasi masalah seperti itu ya cobalah untuk tidak mudah terbawa omongan orang-orang, belajar untuk memercayai pasangan. Harusnya sih udah paham risiko menikah dengan teman satu kantor, ya kan?
Bersahabatlah dengan kejenuhan
Umumnya, sepertiga dari hidup manusia dalam sehari habis untuk urusan pekerjaan. Setengah dari sepertiga yang kedua habis di perjalanan dan setengah yang lain untuk sekadar makan malam atau berebut remote televisi. Lalu, sepertiga yang terakhir untuk tidur dan hal-hal seru lainnya.
Jika kita menikah dengan teman satu kantor, maka mau tak mau setiap jam dalam hidup kita akan selalu berurusan dengan orang yang sama. Mungkin terdengar so sweet bagi sebagian orang. Namun, saya termasuk sebagian yang lain.
Memang bukan hal yang menyedihkan jika dalam sehari-hari hidup kita selalu dipenuhi oleh wajah suami atau istri teman sendiri, tetapi kita tidak bisa memungkiri bahwa benih-benih kejenuhan akan tumbuh subur justru ketika tidak ada perpisahan.
Bukankah fungsi dari perpisahan adalah untuk menciptakan ruang rindu?
Bagi kalian yang belum tahu, ketika kita tiba di rumah dan bertemu pasangan lalu saling bertukar cerita atau berbagi pelukan, itu adalah sebaik-baiknya penawar kelelahan.
Saya tidak bisa membayangkan sebaliknya. Jika saya dan istri saya sekantor. Lalu, ketika kami sampai di rumah dalam keadaan lelah, tiba-tiba muncul Shireen dan Zaskia Sungkar dari balik pintu sambil mendendangkan, “Kamu lagi, kamu lagi!”
BACA JUGA Lamaran Kerja Bisa Ditolak karena Kesalahan-kesalahan saat Wawancara Ini dan tulisan Mohammad Ibnu Haq lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.