MOJOK.CO – Aktris Israel Gal Gadot tengah diserang netizen sedunia karena twitnya yang lunak mengenai kekerasan militer Israel kepada warga Palestina. Bagi orang Indonesia, sikap Gal Gadot bukan hal aneh.
Dunia tengah waswas seiring meningkatnya kekerasan pemerintah Israel terhadap warga Palestina di Yerusalem Timur, Masjid Al-Aqsa, dan Jalur Gaza. Menurut Al-Jazeera kemarin (12/5), di Jalur Gaza saja sudah 300 orang terluka dan 53 meninggal dalam serangan yang disebut terburuk sejak 2014. Sebanyak 14 orang dari 53 korban tersebut adalah anak-anak.
Tindakan milisteristis ini makin masif sejak akhir April. Bermula dari penggusuran empat keluarga Palestina yang menetap di pemukiman Syeikh Jarrah, Kota Yerusalem Timur, wilayah yang dikuasai Israel. Pengusiran yang dilalukan para fanatis sayap Kanan Israel itu buntut keputusan pengadilan setempat yang menetapkan empat keluarga tersebut tidak berhak atas hunian mereka sendiri. Usaha penggusuran itu dilawan sehingga memicu bentrok.
Tak lama berselang, pada Jumat pekan lalu (7/5) polisi Israel memasuki Masjid Al-Aqsa di malam hari saat sejumlah muslim Palestina tengah iktikaf dalam rangka Lailatul Qadar. Polisi lalu menyerang jemaah menggunakan peluru karet dan gas air mata, yang dibalas dengan lemparan batu. Serangan serupa di masjid tersebut kemudian terulang kembali pada Senin pekan ini (10/5).
Sehari kemudian sayap militer grup pembebasan Palestina Hamas segera mengirim serangan balasan. Mereka menembakkan roket ke arah pangkalan militer Israel di Yerusalem. Menurut laporan The Guardian, militer Israel mendaku telah ditembaki 1.500 roket oleh Hamas. Di hari yang sama, Israel merilis serangan udara di Jalur Gaza, yang menewaskan 26 orang Palestina.
Laporan lain menunjukkan terjadi kekerasan antarwarga Yahudi dan Arab di jalan-jalan, membuat situasi makin mencekam. Utusan Khusus PBB untuk Proses Perdamaian Timur Tengah Tor Wennesland telah menyeru kekerasan bersenjata segera dihentikan atau situasi akan mengarah menjadi perang dengan kekuatan penuh. Sementara pemimpin Hamas Ismail Haniya mengatakan siap terus berperang jika Israel menginginkannya.
“Jika mereka (Israel) ingin memperbesar, kelompok perlawanan siap (meladeninya); dan jika mereka mau berhenti, kelompok perlawanan juga siap,” ujar Haniya, dikutip Al-Jazeera.
Aneksasi di tengah bulan suci umat Islam ini memicu kecaman dari seluruh dunia, termasuk Indonesia. Sikap netizen Indonesia ini tergolong wajar, mengingat perang Israel-Palestina bisa dibilang pelajaran politik internasional paling pertama yang diterima sebagian anak Indonesia.
Selain kutukan dan kemarahan pada aksi Israel, situasi Yerusalem ini juga jadi momen bagi sejumlah netizen Indonesia untuk mengingatkan bahwa apa yang dialami warga Palestina saat ini persis dengan apa yang dialami orang Papua.
Namun, pernyataan demikian kemudian memicu penolakan dari netizen Indonesia lain yang meski bersimpati kepada Palestina, tetap tidak mendukung hak penentuan nasib sendiri bagi rakyat Papua.
Yang menarik, di tengah situasi tersebut, aktris Israel Gal Gadot membuat twit yang kemudian banyak diserang. Twit tersebut terbaca sebagai dukungan pada aksi militeristik “membela diri” yang dilakukan Israel. Dalam derajat tertentu, twit ini bisa mewakili sikap orang Indonesia kebanyakan dalam melihat konflik di Papua. Bahkan orang Indonesia yang kontra soal hak menentukan nasib sendiri bagi orang Papua, dapat berterima kasih kepada Gal Gadot karena sudah dibuatkan template twit untuk diposting ketika ada eskalasi kekerasan di Papua (yang mana saat ini sedang terjadi).
— Gal Gadot (@GalGadot) May 12, 2021
Format twit tersebut seperti ini. Yang disampaikan pertama-tama adalah kekhawatiran atas kondisi saudara sendiri yang sedang terkepung perang (dalam kasus Gal Gadot, merujuk ke sesama orang Israel). Setelah itu baru disampaikan simpati untuk “para tetangga” (orang Palestina)–meskipun jika dicek, nasib mereka yang harusnya paling dikhawatirkan karena saat ini lebih banyak korban jatuh di pihak Palestina.
Setelah kekhawatiran, dilanjut dengan doa agar situasi segera membaik. Terakhir, sebagai penutup adalah ungkapan ala lagu “Idul Fitri”-nya Gita Gutawa, mendoakan para pemimpin agar menemukan “solusi terbaik”.
Di Indonesia, berita eskalasi kekerasan di Papua lebih sering muncul apabila ada korban dari pihak aparat. Bahkan ketika untuk pertama kalinya ada jenderal yang gugur ditembak kelompok separatis, pemerintah langsung membuat kebijakan besar dengan menetapkan kelompok bersenjata di Papua sebagai teroris, serta mengerahkan operasi militer di Kabupaten Puncak. Padahal selama bertahun-tahun, hampir tiap bulan muncul kabar kematian warga sipil di Papua karena kekerasan bersenjata. Belum lagi warga sipil tak berdosa di berbagai wilayah yang harus bertahun-tahun mengungsi karena takut dengan militer kedua belah pihak.
Ketika menghadapi situasi Papua, umumnya orang Indonesia akan menyayangkan mengapa kekerasan harus terjadi. Namun, di sisi lain mereka mengiyakan kekerasan sebagai satu-satunya jalan melawan kelompok bersenjata di Papua. Mau 133674535 kali aktivis dan pembela HAM menyerukan agar kedua belah pihak gencatan senjata dan warga Papua diperbolehkan melakukan referendum, opsi yang diambil selalu bentrok dan bentrok.
Jika Gal Gadot adalah orang Indonesia, dan Palestina adalah Papua, mudah merasionalisasi mengapa twit nasionalistis di atas bisa muncul. Alasannya: (1) Bisa saja media di Israel lebih sering memberitakan rilis aparat ketimbang keterangan dari penduduk setempat; (2) media tak bisa kritis karena kemerdekaan Palestina bukan keputusan populer; (3) tidak rela jika aset berharga di wilayah konflik lepas dari tangan negaranya. Dalam kasus Indonesia-Papua, bisa ditambah poin ke-4: karena malas mengubah lirik lagi “Dari Sabang sampai Merauke” jikalau Papua akhirnya melepaskan diri.
Apa pun penyebabnya, tentu banyak penggemar Wonder Woman menyayangkan sikap Gal Gadot yang cantik-cantik tapi mendukung penjajahan. Jika Anda termasuk golongan tersebut, tapi Anda juga tidak setuju Papua diberi hak menentukan nasib sendiri, alangkah baiknya libur Lebaran yang masih tersisa tiga hari lagi ini dipakai untuk melakukan dua refleksi. Pertama, bagaimana bisa ada dua kasus mirip, sikapnya berbeda? Kedua, konflik Palestina-Israel itu perang agama atau konflik agraria?
Refleksi itu penting untuk dilakukan dalam tempo sesingkat-singkatnya. Sebab, akan sangat ironis jika Palestina sudah merdeka sementara keadaan Papua masih gitu-gitu aja. Lalu ketika itu terjadi, malah gantian kita yang di-roasting sama orang Palestina. Itu jelas bukanlah ironi yang kita perlukan hari ini, besok, atau kapan saja.
BACA JUGA Cinta Segitiga Cina, Israel, dan Palestina yang Harus Dipahami Penjual Jargon ‘Free Palestine!’ dan artikel menarik lainnya di POJOKAN.