Kiai Haji Setya Novanto marah karena di-meme-in, gaes. Dan ini gawat soalnya blio sakti~
31 Oktober lalu, seorang pemilik akun Instagram digelandang polisi karena menyebar meme candaan soal Setya Novanto yang tengah dirawat di RS. Rupanya, ketika warganet masih tertawa-tawa bersama meme dan hestek #thepowerofsetnov di media sosial, pada 10 Oktober kuasa hukumnya justru sedang bergerak melaporkan akun-akun yang “mencemarkan nama baik” Pak Kiai.
Satu akun yang pemiliknya kini jadi tersangka karena dianggap melanggar 4 pasal UU ITE dan 1 pasal KUHP ini hanyalah permulaan. Total, ada 15 akun IG, 9 akun Twitter, dan 8 akun FB yang dilaporkan kuasa hukum Setnov ke Mabes Polri karena membuat/menyebarkan meme Setnov.
Menurut Friedrich Yunadi, salah satu kuasa hukum Setnov, alasan mereka melapor yakni karena dugaan ada aktor intelektual di balik meme-meme Setnov di media sosial. Selain itu, meme-meme itu juga dianggap tidak menghormati asas praduga tak bersalah.
Meme adalah medium ekspresi warga negara yang merasa drama nasional Setnov janggal. Selain soal foto Setnov dirawat yang aneh, kronologi dari Setnov sebelum sakit hingga sembuh justru bikin orang membuat “praduga yang bersalah”.
Pak Kiai ini masuk RS Siloam 10 September, cuma sehari sebelum jadwalnya diperiksa KPK terkait dugaan keterlibatan korupsi e-KTP. Alasannya, dia jatuh pas main pingpong dan kena vertigo. 18 September dia operasi pemasangan ring di jantung. Dari berbagai sumber, keterangan soal sakitnya Papa macem-macem. Empat hari setelah menang praperadilan di PN Jaksel, eh blionya udah sehat lagi dan keluar dari RS. Sembilan hari kemudian sudah masuk kerja malah.
Yang pasti, pembuat meme Setnov bukan orang pertama yang kena UU ITE karena meme. Sejumlah kasus serupa pernah terjadi melibatkan meme yang emang kasar-kasar dan menyasar pejabat negara, terutama presiden. Sungguh negara ini tidak ramah kepada pembuat meme ….
***
Andreas Rossi Dewantara: Probabilitas orang masuk penjara gara-gara menertawakan SetNov > probabilitas SetNov masuk penjara gara-gara kasusnya?
Dandhy Dwi Laksono: Sebab menangkapi warga negara yang mengolok-ngolok pejabat publik, jauh lebih penting bagi masa depan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, daripada mengungkap pelaku kekerasan dan dalang teror terhadap penyidik KPK seperti Novel Baswedan.
Wisnu Prasetya Utomo: Dulu Warkop DKI pernah bikin slogan tertawalah sebelum tertawa itu dilarang. Dan sepertinya masa itu sudah tiba, membuat meme yang bikin orang-orang tertawa ternyata berakibat dikejar dan ditangkap polisi.
Johny Grim: “Polisi buru pelaku meme Setya Novanto.” Ladies and gentlemen, here’s your tax money at work!
Dipa Utomo: Setnov yang tersangka, yang ditangkep yang nyebar meme #thepowerofsetnov
Haryo Setyo Wibowo: Pejabat publik, Ketua DPR dan bahkan presiden tanpa terkecuali. Sebenarnya tidak perlu marah ataupun menggunakan kuasanya, langsung atau tidak, untuk menangkap orang yang “membullynya” melalui meme atau pun tulisan. Apalagi saat melihat kelucuan atau keganjilan telanjang yang dipertontonkan SN saat terbaring “sakit berat”. Beberapa waktu sebelum sehat mendadak begitu status tersangka tanggal.
Sayangnya, ekspresi kedongkolan warga justru seringkali membuahkan penangkapan-penangkapan. Dari sudut pandang warga biasa, keberpihakan aparat pun seringkali timpang. Satu contoh kasus “Papa minta saham”, kurang menghina presiden apa coba? Kurang ajar apa coba? Hasilnya justru positif, didukung menjadi ketua partai. Tidak diburu seperti penghina presiden melalui meme.
Tapi konstruksi berpikir kita terlanjur rusak. Cara berpikir kita dituntun oleh apa yang saya sebut syndroma De-Si. De-Si ini seleb medsos yang selalu membuat tafsir langkah-langkah pemerintah yang luar biasa. Tidak mau kalau pemerintah disebut mendukung SN.
Sementara, pengejaran terhadap pelaku penyiraman air keras yang membuat Novel cacat tidak pernah ada titik terang. Tidakkah kita merasakan kecacatan kita sendiri dalam berpihak?