Setelah Partai Berkarya resmi dinyatakan lolos oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai partai politik peserta Pemilu 2019, praktis, Partai Berkarya akan menjadi partai selain Golkar yang menggunakan logo pohon beringin di Pemilu 2019.
Dengan pohon beringin yang lebih ngejreng ketimbang pohon beringinnya Partai Golkar, Partai Berkarya siap menjadi partai baru yang akan bertarung untuk memperebutkan suara di Pilpres 2019.
Dengan dipimpin oleh Tommy Soeharto yang baru saja terpilih menjadi ketua umum pada 11 Maret 2018 kemarin (Walah buos, kok ya pas 11 maret ya, jadi ingat Supersemar nih, hehehe), Partai Berkarya siap membangkitkan kembali romantisme zaman Pak Harto melalui Tommy.
Hal tersebut tentu bukan main-main belaka. Selain karena dipimpin oleh Tommy yang memang selama ini selalu lekat dengan sosok Pak Harto, bukti lain yang cukup nyata adalah banyaknya purnawirawan jenderal yang duduk dalam struktur dewan pimpinan pusat (DPP) Partai Berkarya. Di antaranya adalah Mayjen TNI (Purn) Muchdi PR sebagai Ketua Dewan Kehormatan, Laksamana TNI (Purn) Tedjo Edhy Purdijatno sebagai Ketua Dewan Pertimbangan, dan Mayjen TNI (Purn) Syamsu Djalal selaku Ketua Dewan Penasihat.
“Dulu Pak Harto membuat Golkar itu kan banyak dari TNI, Angkatan Darat khususnya, dalam rangka menghalau paham komunis. Itu kan jalan Pak Harto 32 tahun, beliau berkuasa lewat Partai Golkar. Beliau berhasil membangun bangsa ini. Saya kira irisannya dari situ,” kata Sekretaris Jenderal Partai Berkarya, Badaruddin Andi Picunang.
Selain itu, Partai Berkarya juga membidik orang-orang yang merasakan enaknya hidup saat Orde Baru berkuasa.
“Kita enggak memungkiri bahwa ada segmen yang kita bidik ke sana. Tapi generasi sekarang juga kita kasih ruang. Tapi, yang kita tonjolkan bukan rezimnya, tapi semangatnya. Dulu ada pasar inpres, sekolah inpres. Itulah yang mungkin dirindukan orang yang punya masa lalu dengan Orde Baru,” kata Badaruddin.
Tommy Soeharto sendiri ketika disinggung soal perbedaan pembangunan di era pemerintahan saat ini dan pemerintahan sebelumnya, jawabannya sungguh subtil.
“Rakyat makin tahu, mana yang lebih enak dan enggak enak. Biarlah nanti rakyat yang menentukan, rakyat yang menilai zamannya siapa yang lebih enak,” jawab Tommy.
Wah, mantap. Piye kabare? Isih penak jamanku tho?