Sejak berita soal percobaan nuklir Korea Utara sampai di tangan Romlah melalui perantara gajetnya, Romlah langsung memutuskan untuk tidak lagi streaming video drama Korea atau boyband Korea yang selama ini selalu menjadi tontonan utamanya di kala ia senggang.
“Pokoknya males, batinku tercabik kalau harus menonton produk kebudayaan dari negara yang suka main-main dengan nuklir,” katanya sok heroik sewaktu ditanya oleh Karjo alasan kenapa ia tidak lagi suka streaming drama Korea.
Karjo hanya manggut-manggut. Dalam hati, ia girang betul. Sebab itu artinya, jatah pengeluaran bulanan untuk kuota internet di rumah mereka akan berkurang drastis. Maklum, kalau sudah streamingan drakor, Romlah sudah seperti panitia lomba: tidak bisa diganggu gugat.
Seperti diketahui, baru-baru ini, Korea Utara bikin geram banyak pemimpin dunia karena tetap nekat melakukan uji coba nuklir serta mengirim rudal ke Samudra Pasifik. Langkah tersebut memicu kecaman internasional dan dianggap membahayakan jalur penerbangan.
“Yakin kamu nggak mau lagi streamingan drama Korea?” tanya Karjo mencoba meraba dan memastikan keadaan.
Romlah mendengus pelan, “Yakin, sangat yakin.”
“Terus kalau kamu nggak streamingan drakor, nanti kamu hiburannya apa?”
“Kan masih ada Dangdut Academy, masih ada FTV, masih ada sinetron, masih ada Uya Kuya, masih ada Mamah dan Aa’. Aku bukan tipikal wanita yang rapuh hanya karena nggak nonton drama Korea,” jawab Romlah. “Bagiku, drakor bukan harga mati.”
“Ya sudah kalau begitu, aku nurut saja,” kata Karjo sok pasrah, padahal hatinya benar-benar bungah.
Sejak saat itu, Romlah jadi lebih banyak berada di ruang tengah ketimbang di kamar. Menonton acara-acara televisi sebagai pengalih kegemarannya akan drama korea.
“Nah, enak kan nonton tivi begini?” kata Karjo suatu kali saat menemani Romlah menonton televisi.
“Enak, Mas. Acaranya banyak, variatif.” jawab Romlah.
“Orang Korea Utara sana belum tentu lho bisa nonton siaran acara yang bebas kayak gini.”
“Ah, masak sih, Mas?”
“Lha iya, orang Korea Utara itu terasing, akses informasi sedikit, semuanya serba dibatasi.”
“Lho, dibatasi gimana? Lha wong sampai bisa bikin acara drama-drama bagus kok, punya banyak boyband cakep-cakep gitu,” bantah Romlah.
“Itu yang Korea Selatan, kalau yang Korea Utara itu beda,” jelas Karjo. “Korea itu ada dua, Dek. Ada Korea Utara, ada Korea Selatan. Sama kayak alun-alun Jogja, ada alun-alun lor, ada alun-alun kidul.”
“Lho, ada dua tho?”
“Lha iya. Sudah beda negara”
“Kalau Lee Min Ho itu dari Korea yang mana?” tanya Romlah penasaran.
“Dia siapa?”
“Artis drama Korea,”
“Kalau itu sudah bisa dipastikan dari Korea Selatan. Begitu pula dengan artis-artis lainnya, juga boyband-boyband yang isinya cowok-cowok kemayu pupuran itu, hampir semuanya dari Korea Selatan,” kata Karjo agak sentimen sama cowok boyband Korea.
“Lha kalau yang main nuklir itu Korea yang mana? Utara apa selatan?”
“Yang main nuklir itu yang Korea Utara.”
“Wah, kalau begitu aku sudah suuzon, Mas,” kata Romlah sambil berlari menuju kamar.
“Lho, mau ke mana?” tanya Karjo agak teriak.
“Mau ambil hape, mau streamingan nonton drakor lagi. Aku baru tahu yang main nuklir itu Korea Utara, sedangkan mas-mas cakep yang sering aku tonton ini dari Korea Selatan.”
Karjo tercekat. Ia menyesal karena tak sengaja telah menerangkan perbedaan antara Korea Utara dan Korea Selatan.
“Duh Gustiiii, nggak jadi ngirit ….”