Presiden Vladimir Putin belum memastikan diri untuk maju kembali di pemilihan presiden Rusia tahun 2018 ini, namun jika memang ia akan kembali maju, maka ia punya banyak penantang serius.
Satu dari sekian banyak penantang serius itu adalah Aina Gamzatova. Perempuan 46 tahun yang berasal dari Dagestan, salah satu wilayah di Rusia yang punya penduduk mayoritas Muslim.
Nama Aina Gamzatova belakangan memang menjadi sorotan, maklum saja, dari banyak segi, Aina punya banyak sisi minoritas. Ia muslim, perempuan, dan berjilbab. Tiga hal yang sekaligus menebalkan citra keberaniannya sebagai penantang Putin.
Gamzatova mendeklarasikan diri untuk maju dalam pemilihan presiden dengan cara yang sederhana, yaitu melalui Facebook. Kendati demikian, deklarasi itu disambut suka cita oleh ratusan pendukungnya di Makhachkala, ibukota Dagestan.
Ia menjadi muslim pertama yang maju dalam pemilihan presiden Rusia. Selain mendapatkan banyak dukungan dari komunitas muslim Rusia, ia juga mendapat perhatian dari berbagai media internasional karena keberaniannya.
Gamzatova bukan perempuan sembarangan, ia adalah istri dari Akhmad Abdulaev, salah satu Mufti di Dagestan. Selain itu, ia juga pemimpin di media Islam.ru. Media Muslim terbesar di Rusia yang jaringannya mencakup portal online, televisi, radio dan media cetak.
Gamzatova menyerahkan surat pendaftarannya ke Komite Pemilu Pusat Rusia awal bulan Januari kemarin setelah sebelumnya ia dinominasikan sebagai kandidat Presiden oleh kelompok inisiatif lokal di Dagestan.
Perjuangan Gamzatova untuk bisa memenangkan pemilihan presiden masih sangat panjang. Ia masih harus mengumpulkan 300 ribu tanda tangan dari pendukung dari semua wilayah Rusia. Hal ini karena ia maju melalui jalur independen, bukan melalui partai.
Entah nanti bagaimana peluang Gamzatova dalan persaingannya melawan Vladimir Putin yang kemungkinan besar juga akan ikut maju dalam pemilihan presiden tahun ini.
Tapi yang jelas, dalam menghadapi Gamzatova, Putin tidak akan menggunakan dalil-dalil tentang tidak diperbolehkannya memilih perempuan sebagai pemimpin. Sebab Putin yakin, menggoreng isu agama demi politik bukanlah cara Rusia. Itu adalah cara suatu Negara di belahan bumi lain sana.